Harga minyak naik karena sanksi AS batasi ekspor Iran

id minyak

Harga minyak naik karena sanksi AS batasi ekspor Iran

Ilustrasi, Minyak semakin menguat (Foto Antara/dok) (Foto Antara/dok/)

Kekhawatiran krisis pasokan yang akan datang mendapatkan traksi

New York, (Antaranews Sulteng) - Harga minyak naik pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), didukung oleh kekhawatiran bahwa penurunan produksi Iran akan mengetatkan pasar setelah sanksi-sanksi AS diterapkan mulai November, tetapi kenaikannya dibatasi oleh pasokan yang lebih tinggi dari OPEC dan Amerika Serikat.



Patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober naik 0,37 dolar AS atau 0,47 persen menjadi menetap di 78,01 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.



Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober meningkat 0,29 dolar AS atau 0,41 persen menjadi 70,09 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.



Kedua patokan telah meningkat kuat selama dua minggu terakhir, dengan Brent naik lebih dari 10 persen didukung ekspektasi bahwa pasokan global akan mengetat pada tahun ini.



Selama hari perdagangan AS, pasar mencatat volume perdagangan yang tipis karena Liburan Hari Buruh di Amerika Serikat.



Koalisi pimpinan-Saudi yang berperang di Yaman mengatakan pada Senin (3/9) bahwa mereka telah mencegat dan menghancurkan sebuah rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi yang beraliansi dengan Iran di kota Jizan, wilayah selatan Saudi, yang secara terpisah mengatakan bahwa mereka menargetkan fasilitas Saudi Aramco.



Tidak ada laporan kerusakan oleh koalisi, dalam sebuah tweet oleh TV Al Arabiya milik Saudi, atau Huthi dalam sebuah tweet oleh al-Masirah TV mereka.



Sementara itu, sanksi-sanksi AS sudah membatasi ekspor dari Iran.



"Ekspor dari produsen terbesar ketiga OPEC (Iran) jatuh lebih cepat dari yang diperkirakan dan lebih buruk di waktu mendatang menjelang sanksi-sanksi AS gelombang kedua," kata Stephen Brennock, analis di PVM Oil Associates, London. "Kekhawatiran krisis pasokan yang akan datang mendapatkan traksi."



Stephen Innes, kepala perdagangan untuk Asia-Pasifik di broker OANDA, mengatakan Brent "didukung oleh pendapat bahwa sanksi-sanksi AS terhadap ekspor minyak mentah Iran pada akhirnya akan mengarah ke pasar yang terbatas".



Pendapat senada diungkapkan Edward Bell, analis pada Emirates NBD di Dubai.



"Produksi Iran sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan, jatuh sebesar 150.000 barel per hari bulan lalu ... (karena) importir barel Iran sudah mulai bergerak menjauh dari mengambil pengiriman."



Tetapi pasar minyak global masih mendapat pasokan cukup baik.



Produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) naik 220.000 barel per hari pada Agustus ke tertinggi tahun ini 32,79 juta barel per hari, sebuah survei Reuters menunjukkan.



Produksi didorong oleh pemulihan produksi Libya dan ekspor dari Irak selatan mencapai rekor tertinggi.



Pengebor AS menambahkan rig minyak untuk pertama kalinya dalam tiga minggu, meningkatkan jumlah rig sebanyak dua rig menjadi 862 rig. Jumlah rig yang tinggi telah membantu mengangkat produksi minyak mentah AS lebih dari 30 persen sejak pertengahan 2016 menjadi 11 juta barel per hari.



Sementara itu, sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya, termasuk China dan Uni Eropa, diperkirakan akan merugikan permintaan minyak jika sengketa tidak segera diselesaikan.



Aktivitas manufaktur China tumbuh pada laju paling lambat dalam lebih dari setahun pada Agustus, dengan pesanan ekspor menyusut untuk bulan kelima, survei swasta menunjukkan pada Senin (3/9).



Innes dari OANDA mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apakah perlambatan ekonomi akan melemahkan harga minyak.



"Tidaklah jelas bahwa jenis 'headwinds' ekonomi seperti itu akan menjatuhkan harga minyak," kata Innes.