Anak-anak Petobo pascagempa-lumpur terancam putus sekolah

id anak

Anak-anak Petobo pascagempa-lumpur terancam putus sekolah

Arsip Foto, Kapolda Sulteng Brigjen I Ketut Argawa (kedua kiri) merangkul dan bercengkerama dengan anak-anak warga korban eksekusi lahan di kawasan Tanjung Sari, Kelurahan Keraton, Luwuk, Kabupaten Banggai, Senin (9/4) (Antaranews Sulteng/Humas Polda Sulteng) (Antaranews Sulteng/Humas Polda Sulteng/)

Palu,  (Antaranews Sulteng) - Anak-anak usia sekolah korban gempa disertai lumpur di Kelurahan Petobo, Palu Selatan, Kota Palu, terancam putus sekolah.

"Saya suda tidak tahu bagaimana nantinya. Saya sudah tidak punya apa-apa," ucap Sarman, salah satu korban gempa di Kelurahan Petobo, di lokasi pengungsian di Sigi, Sabtu.

Ia memiliki dua anak yang saat ini tengah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Kelurahan Petobo.

Di Kelurahan Petobo terdapat beberapa SD, meliputi SDN Inpres, SDN 1, SDN 2, SD Iqra, Yayasan Pendidikan Islamic Center, dan beberapa sekolah swasta lainnya.

Ironisnya, hanya SD Inpres yang masih berdiri dan tidak tertimbun lumpur, namun gedungnya retak dan beberapa gedung runtuh saat gempa 7,4 Skala Richter mengguncang disertai lumpur pada Jumat (28/9) petang.

Hal itu karena SD Inpres posisinya berada di atas tanggul yang roboh dan mengeluarkan lumpur.

Selebihnya, SD lainnya yang ada di Petobo hilang dari permukaan tanah.

Selain mengenai bangunan sekolah, orang tua dari anak-anak usia sekolah kehilangan segalanya, antara lain tempat tinggal dan pakaian.

Saat gempa disertai lumpur menghantam permukiman, warga lari menyelamatkan diri bermodalkan pakaian di badan.

Sampai saat ini belum ada data akurat mengenai berapa jumlah anak-anak usia sekolah di Petobo yang selamat dan yang belum diketahui kabarnya.

Lurah Petobo Masrun yang di hubungi Antara pada Kamis (4/10) malam mengatakan Kelurahan Petobo dihuni sekitar 13.000 jiwa yang terdata.

Saat ini, kata dia, yang diketahui kabarnya kurang lebih 3.000 jiwa.

"Data ini akan terus bergerak bertambah, pendataan terus di lakukan," ujar Masrun.

Mereka yang belum di ketahui kabarnya mencapai ribuan jiwa.

Masrun mengaku bahwa saat ini masyarakat trauma berat sehingga tidak ada rencana dan langkah untuk mobilisasi masyarakat melakukan pencarian korban secara massal.  

Baca juga: Anak-anak korban gempa diajak bermain hilangkan trauma