Relawan Banggai untuk bangkitkan Pasigala

id Gempa Palu,Banggai

Relawan Banggai untuk bangkitkan Pasigala

Relawan Banggai untuk Pasigala di Jalan Panjaitan, Kota Palu saat membongkar bantuan kiriman posko induk di Luwuk, Selasa (9/10). (AntaraNews/Steven Pontoh) (AntaraNews/Steven Pontoh/)

Saya ke Palu untuk membantu sesama manusia. Kami tergabung dalam organisasi 'Humainement Concernes' yang fokus pada misi kemanusiaan. Saya ke sini lebih cepat untuk dapat melakukan pemetaan kebutuhan sebelum suplai bantuan
Palu (Antaranews Sulteng) - Kopi pahit seduhan baru tersaji belum diseruput.  Keempat pemuda spontan melompat keluar meninggalkan ruangan, 28 September 2018 petang.

Goncangan alam dasyat membubarkan diskusi kecil tentang Pilpres 2019 di Sekretariat Kelompok Pecinta Alam (KPA) Slank Adventure Kabupaten Banggai. Warga berhamburan di jalan perumahan di bukit kecil Kelurahan Kilongan Permai.

Mereka bertanya, dimana letak asal gempa hingga mampu menggetarkan bangunan di kota 'Berair' kala itu. Selang 10 menit, jaringan telepon genggam putus sehingga warga kehilangan akses informasi.

Rasa penasaran mereka baru terjawab kala handphone terhubung ke jaringan wifi dari Indihome. Ishal Anggara, salah satu dari empat pemuda, akhirnya tahu bahwa sumber gempa berasal dari laut Donggala dan berpotensi tsunami.

Perbedaan pendapat soal figur pilpres 2019 lenyap. Yang ada, hanya diskusi soal bagaimana nasib saudara, kawan dan kerabat yang tertimpa musibah di Palu, Sigi dan Donggala. Terlebih, pagi itu kabar tsunami menyerang Kota Palu dan sekitarnya kian ramai di media elektronik. Merekapun saling memanggil untuk segera melakukan langkah cepat.

Saat cahaya mereka di ufuk timur, mereka turun ke jalan. Mengajak masyarakat untuk bersama meringankan beban warga terdampak gempa dan tsunami. 

Dalam sehari dari sejumlah kelompok pemuda penggalang dana terkumpullah donasi Rp17 juta. Mereka yang bertemu di jalanan kemudian menyatu dan membentuk satu komunitas yang lebih dikenal dengan 'Relawan Banggai untuk Pasigala'. 
Sekretariat komunitas ini disepakati bertempat di Warkop Daeng Mangge. 

Berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, wiraswasta, kelompok pecinta alam, pegiat literasi, hingga komunitas baca tergabung dalam satu wadah. 

Mereka sama-sama bersepakat melakukan aksi pengumpulan bantuan bagi korban gempa dan tsunami. Sumbangan dari warga dan pengguna jalan yang peduli terus mengalir di posko induk, di Jalan Jenderal Sudirman, Luwuk. 

"Setelah donasi terkumpul, saya ditugaskan berangkat duluan untuk meninjau dan pemetaan sebaran bantuan di lokasi bencana," kata Ishal, koordinator Relawan Banggai untuk Pasigala di Palu. 

Sejumlah truk berisi bantuan diberangkatkan, lalu dibagikan ke warga terdampak gempa dan tsunami oleh para relawan. 

Bukan pekerjaan mudah membagikan sembako dan kebutuhan pengungsi. Sebab, warga terdampak gempa dan tsunami terkadang berebut dan sulit dikendalikan pada hari pertama. Persoalan kedua, relawan kesulitan mengantar bantuan ke posko-posko pengungsian, karena bahan bakar minyak sangat langka kala itu. 

"Selain BBM, kami juga terkendala minimnya kendaraan dan akses jalan menuju lokasi. Kawan-kawan yang bertugas di Palu belum semua hafal medan dan jalanan di sini," ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, bantuan yang masuk semakin mudah didistribusikan setelah beberapa mahasiswa yang kuliah di Palu ikut bergabung sebagai tim pengantar bantuan ke posko pengungsi. Bantuan akhirnya sampai ke penerima dengan baik. Namun, beberapa pengungsi yang datang ke posko juga dilayani, termasuk mereka yang berada jauh dari Kota Palu, seperti dari Kecamatan Dolo Barat, Kabupaten Sigi.

"Kami semua datang ke palu bukan untuk mencari popularitas. Ini adalah murni gerakan pemuda untuk kemanusiaan. Kami merasa ikut berduka dan wajib membantu saudara-saudara di Palu, Sigi dan Donggala. Meskipun mungkin bantuan yang kami berikan tidak sebera besar," kata Ishal lagi.

Hari ini, genap 12 hari Relawan Banggai untuk Pasigala mendistribusikan sumbangsih dari masyarakat Kabupaten Banggai yang peduli terhadap korban bencana alam di Kota Palu, Sigi dan Donggala. Ishal mengaku, Ia dan rekan-rekannya bangga bisa menyatu untuk ambil bagian membantu kebangkitan Pasigala. 

"Satu kebanggaan lainnya, kami juga mendapatkan tenaga relawan dari luar negeri. Dia adalah Iskander, relawan dari Perancis yang memilih ikut berpartisipasi bersama relawan Banggai. Dia ikut turun lapangan mengantar bantuan dengan sepeda motor," katanya.

Relawan Banggai untuk Pasigala yang berposko di Jalan Panjaitan Nomor 10 di Kota Palu ini akan terus bekerja hingga tanggal 13 Oktober 2018. Namun setelah itu, mereka masih akan bekerja untuk membantu relawan Prancis dalam pembagian bantuan dari organisasi kemanusiaan yang diikuti Iskander.

"Pasigala harus bangkit. Kita harus mendukung itu. Selain kita satu wilayah Sulawesi Tengah, kita juga harus saling menguatkan dalam misi kemanusiaan. Bekerjalah dengan ikhlas dan tulus untuk saudara-saudara kita," kata Ishal lagi.

Iskander Di Spigno, warga Perpignan, Perancis itu, mengaku sangat bersyukur bisa ikut tergabung untuk membantu warga terdampak gempa di Palu, Sigi dan Donggala. 

Pria 23 tahun ini bukan kali pertama terjun pada misi kemanusiaan. Ia pernah bertugas ke Senegal, Bangladesh, Maroco, Syiriah, Kenya, Mauritania dan Guinea. 

Meski sedikit terkendala bahasa karena Ia tidak fasih berbahasa Inggris, Iskander cukup membantu kerja-kerja relawan Banggai untuk Pasigala di Palu.

"Saya ke Palu untuk membantu sesama manusia. Kami tergabung dalam organisasi 'Humainement Concernes' yang fokus pada misi kemanusiaan. Saya ke sini lebih cepat untuk dapat melakukan pemetaan kebutuhan sebelum suplai bantuan," ungkap Iskander dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan seorang relawan Banggai untuk Pasigala.

Iskander mengatakan bekerja dalam misi kemanusiaan adalah sebuah pahala yang bisa menjadi bekal di akhirat nanti. 

Selain itu, sebagai seorang muslim adalah hal wajib membantu sesama manusia yang tertimpa musibah, terlebih bagi sesama muslim. 

Ia menyatakan akan terus berbuat yang terbaik dalam misi kemanusiaan. Meski Ia tak tahu kapan misinya akan berakhir.

Selain pembagian sembako, relawan Banggai untuk Pasigala juga terjun pada pencarian dan evakuasi korban gempa dan tsunami, hingga ke wilayah likuifaksi di sejumlah titik. 

Meski hanya menggunakan perlengkapan seadanya, mereka yang berasal dari Mahasiswa Pecinta Alam Unismuh (Mapalamu) dan mahasiswa Fisip Unismuh Luwuk terus bekerja bersama tim Basarnas dan BPBD.

Mereka yang datang dengan biaya sendiri itu setiap harinya terjun ke lokasi bencana. Mengevakuasi jenasah dan menolong korban selamat keluar dari puing-puing bangunan atau himpitan lumpur. Kegiatan mereka baru terhenti 9 Oktober 2018. 

Selain kelelahan, mereka memutuskan kembali ke Luwuk karena telah banyak personil BPBD dan Basarnas dari wilayah lain se-nusantara hadir di Kota Palu. 

Evakuasi oleh BPBD dan Basarnas dianggap paling ideal karena mereka menggunakan peralatan dan perlengkapan yang memadai. Terlebih, ada dukungan dari beberapa relawan asing dengan peralatan canggih yang bisa mendeteksi posisi korban selamat yang terjebak dalam lumpur.