PLN diminta sediakan listrik di pengungsian pascagempa dan likuifaksi

id listrik

PLN diminta sediakan listrik di pengungsian pascagempa dan likuifaksi

Sejumlah pekerja memasang jaringan listrik di sekitar lokasi pembangunan hunian sementara (Huntara) bagi korban bencana di Kelurahan Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (6/11/2018). Pemerintah saat ini tengah menyiapkan kawasan Huntara bagi korban bencana alam di daerah tersebut yang nantinya akan dilengkapi sejumlah fasilitas diantaranya listrik PLN dan ditargetkan akan mulai ditempati pada Desember 2018. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/ama.

Ratusan kepala keluarga di Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi hingga kini hidup di tenda pengungsian belum memiliki sarana penerangan listrik memadai
Sigi, Sulawesi Tengah,  (Antaranews Sulteng)- Anggota DPRD Sulawesi Tengah Muhammad Masykur mendesak PT PLN Persero Cabang Palu menyediakan sarana penerangan/listrik di lokasi pengungsian Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pascagempa dan likuifaksi menerjang wilayah itu.

"Ratusan kepala keluarga di Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi hingga kini hidup di tenda pengungsian belum memiliki sarana penerangan listrik memadai," ucap Muhamad Masykur, terkait pembangunan kesejahteraan korban gempa, tsunami dan likuifaksi yang menghantam Kota Palu, Sigi dan Donggala, Senin.

Masykur mengaku bahwa listrik sangat dibutuhkan korban gempa dan likuifaksi di lokasi pengungsian.

Pascagempa dan likuifaksi menghantam Kabupaten Sigi, banyak warga dari berbagai desa tidak lagi memiliki tempat tinggala.

Desa-desa yang rusak parah antara lain Desa Jono Oge, Desa Langaleso, Desa Lolu, Desa Mpanau Kecamatan Biromaru. Hingga kita warga desa itu mengungsi di bagian timur Desa Mpanau, bagian timur Desa Lolu. Kemudian di Desa Loru, dan Desa Pombewe.

Sampai saat ini korban gempa dan likuifaksi masih tidur dibawah tenda-tenda di lokasi pengungsian. Sebagian dari korban memilih balik ke rumah, sekalipun rumah mereka rusak berat, ada yang ratah dengan tanah.

Mereka membangun tempat tinggal di halaman rumah disamping puing-puing reruntuhan bangunan mereka.

"Nampak, sumber penerangan yang dimanfaatkan ?sebagai alat penerangan disetiap tenda dan mushollah darurat hanya dari genset," kata Masykur.

Menurut dia, tidak memadai lagi jika menggunakan genset. Beda halnya jika masih dalam kondisi darurat bencana. Genset menjadi alat bantu utama penerangan. ?

Gubernur Sulawesi Tengah menetapkan status transisi darurat ke pemulihan gempa bumi, tsunami dan likuifaksi selama 60 hari terhitung mulai 27 Oktober hingga 25 Desember 2018.

Penetapan status transisi darurat ke pemulihan bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Sulteng ditetapkan berdasar Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah No.466/425/BPBD/2018 pada 25/10/2018.

Karena itu, menurut Masykur, alangkah tidak elok jika warga di pusat pengungsian dibiarkan terus menerus hidup dalam suasana yang tidak ditopang sarana penerangan layak. 

"Sudahi kesusahan warga secara bertahap di tenda pengungsian. Pemerintah Daerah dan PT PLN Cabang Palu diminta menjadi pelayan yang baik untuk dan atas nama ?pemenuhan hak warga, temasuk hak atas penerangan," kata Masykur yang juga Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulteng.

Ia mengemukakan warga sudah susah dan menderita akibat bencana gempa ?dan likuifaksi rumah hancur dan bahkan sebagian tidak memiliki rumah. Dan makin dibuat susah karena setiap hari harus mengumpulkan uang untuk kebutuhan bahan bakar genset. Sementara sumber penghasilan belum ada, terutama yang nelayan karena ?alat tangkap semua hilang disapu tsunami. ?

Karena itu, sebut dia, alangkah jauh lebih manusiawi jika beban tersebut dapat dikurangi jika PT. PLN juga dapat hadir berbagi beban bersama warga korban.