Iran mengancam akan keluar dari kesepakatan nuklir

id iran

Iran mengancam akan keluar dari kesepakatan nuklir

Sebuah layar yang menampilkan rudal dan potret Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei terlihat di Lapangan Baharestan di Teheran, REUTERS Iran (REUTERS / Reuters Photographer)

Negara Uni Eropa dan negara lain yang berkomitmen pada kesepakatan nuklir mengetahui bahwa Iran takkan diam saja jika kebutuhan ekonomial tidak dipenuhi dalam kerangka kerja kesepakatan
Istanbul, Turki,  (Antaranews Sulteng) - Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif pada Selasa mengancam bahwa negaranya akan keluar dari kesepakatan nuklir 2015 jika kebutuhan negaranya tidak dipenuhi.

"Negara Uni Eropa dan negara lain yang berkomitmen pada kesepakatan nuklir mengetahui bahwa Iran takkan diam saja jika kebutuhan ekonomial tidak dipenuhi dalam kerangka kerja kesepakatan," kata Zarif kepada Islamic Consultative Assemby News Agency (ICANA).

Zarif mengatakan negara Uni Eropa telah menghadapi kesulitan untuk menemukan negara yang menampung sistem Special Purpose Vehicle (SPV), yang dikembangkan sebagai mekanisme konversi keuangan yang tidak tercakup oleh sanksi AS.

Diplomat senior Iran tersebut menekankan bahwa semua negara memiliki hak untuk mencari cara lain guna melindungi kepentingan nasional mereka, demikian laporan Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam.

Pada Senin (19/11), Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan AS mengancam semua negara yang mempertimbangkan untuk beralih ke sistem SPV.

Meskipun menghadapi kesaman dunia sehubungan dengan tindakan anti-Iran oleh Washington, Presiden AS Donald Trump secara sepihak menjatuhkan kembali sanksi atas Teheran pada 5 November dan memberlakukan apa yang katakan sebagai "tingkat paling tinggi" larangan ekonomi atas Republik Islam Iran.

Pada Agustus, AS menjatuhkan sanksi ekonomi baru atas Iran, yang terutama ditujukan kepada sektor perbankan negeri itu, beberapa bulan setelah Washington keluar dari kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran.

Gelombang kedua sanksi baru AS terhadap pengekspor terbesar ketiga OPEC secara resmi dimulai pada 5 November, dengan sasaran sektor keuangan, pelayaran, pembuatan kapal dan negeri Iran.

Sebagian besar pengamat percaya bahwa menjatuhkan sanksi atas sektor perminyakan Iran untuk waktu lama akan menaikkan harga minyak dan membuat lemah dolas AS di kancah internasional, yang akhirnya akan mengarah kepada kekalahan AS dan penarikan dirinya dari keputusan sepihaknya.