Satu lagi kades ditahan jaksa di Banggai

id kades,jaksa banggai,korupsi,dana desa

Satu lagi kades ditahan jaksa di Banggai

Seorang kades saat sedang diperiksa jaksa Kejari Banggai di Luwuk, Rabu (5/11) (Antaranews Sulteng/Stevan Pontoh)

Luwuk (Antaranews Sulteng) - Kejaksaan Negeri Banggai kembali menahan seorang oknuk kepala desa berinisial SY dari Kecamatan Batui Selatan atas dugaan tindak pidana korupsi, Rabu.

Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Rusly T. SH, mengemukakan proses penyelidikan dan penyidikan perkara itu sudah dilakukan jaksa penyidik dari unit Intel Kejari Banggai sebelum akhirnya ditingkatkan ke pidana khusus pada Oktober 2018.

"Ini merupakan proyek dari APBDes Suka Maju Satu yang tidak dipertanggungjawabkan oleh kepala desa. Kasus ini ditingkatkan berdasarkan rekomendasi dari APIP," kata Rusly.

Rusly memaparkan setidaknya ada 5 temuan yang membuat penyidik menaikkan kasus dengan kerugian negara sekira Rp25 juta tersebut. Temuan-temuan itu antara lain; penggunaan dana BUMDes, peningkatan jalan desa, mobiler posyandu, pengadaan bibit ternak hingga penjualan aset desa.

"Jadi menurut tersangka, anggaran BUMDes yang dialokasikan pada APBDes 2017 telah digunakan untuk membiayai kegiatan peringatan hari ulang tahun desa. Jadi ada penyalahgunaan anggaran. Kemudian beberapa kegiatan juga tidak jelas pertanggungjawabannya sehingga terjadi pergolakan di masyarakat," terangnya.

Sementara itu, SY selaku kades aktif di Desa Suka Maju 1 tidak mengelak saat coba diwawancarai. Ia mengakui bahwa anggaran BUMDes tersebut tidak digunakan untuk pribadi, melainkan untuk pembelian kebutuhan pada perayaan HUT desa.

"Anggaran itu saya tidak gunakan untuk kepentingan pribadi. Tapi untuk pembelian alat-alat untuk kebutuhan kegiatan desa," jelasnya sebelum digiring ke Lapas Kelas II B Luwuk.

Saat ini, penyidik tengah mengembangkan kasus tersebut untuk dapat mengetahui apakah masih ada kemungkinan tersangka lain atau tidak. Termasuk, penyelidikan atas penambahan aset pribadi oknum kades.

Mengenai tim pelaksana kegiatan (TPK) yang hanya dijadikan saksi, Rusly menjelaskan bahwa berdasarkan pengakuan saksi dan diamini oleh tersangka, setiap penarikan uang tidak diserahkan ke TPK melainkan langsung dipegang kades.

"Jadi setiap ada penarikan, dana itu langsung diambil tersangka. Kemudian LPJnya juga tidak ada sehingga muncul pergolakan di desa," tutupnya.