Bawaslu Sulteng: Dalam politik uang, pemberi dan penerima dapat dipidana

id Bawaslu Sulteng,politik uang,pemilu

Bawaslu Sulteng: Dalam politik uang, pemberi dan penerima dapat dipidana

Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah Ruslan Husen (kiri) (sulteng.bawaslu.go.id) (sulteng.bawaslu.go.id/)

Palu (Antaranews Sulteng) - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Tengah Ruslan Husein menegaskan bahwa praktek polik uang atau money politics pada proses pemilihan umum, pemberi dan penerima keduanya dapat disanksi pidana.

"Aturannya sangat tegas, kepada pemberi maupun penerima diancam dengan sanksi pidana," ucap Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husein, di Palu, Minggu.

Namun demikian, sebut Ruslan, Bawaslu dan Sentral Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) memilah, melihat dan membedakan terkait pelanggaran politik uang, dengan melakukan pendalaman lebih jauh kepada pihak yang terlibat.

Misalkan penerima uang, sebut dia, akan dilakukan pendalaman apakah yang menerima juga merupakan orang yang melakukan, membantu melakukan atau turut serta atau hanya sebagai korban.

Pendalaman itu bagi Bawaslu penting dilakukan. Olehnya, butuh pengawasan partisipatif dari masyarakat jelang pelaksanaan pemilu 2019.

"Pengawasan partisipatif, masyarakat secara aktif melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran. Bisa juga memberi informasi awal jika ada potensi pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran. Bisa juga memberi informasi atau laporan secara tertulis kepada Bawaslu, dan jajarannya," ucap Ruslan Husein.

Sebelumnya Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah, Dr Irwan Waris mengemukakan praktek politik uang 'money politik) merupakan tindak yang dilakukan seperti 'hantu'.

"Bahaya politik uang. Politik uang ini seperti hantu, bahkan bisa lebih hebat dari hantu. Saya tidak pernah melihat hantu, cuman mendengarnya. Tidak sering kali melihat praktek politik uang, cuman mendengarnya dan sulit dibuktikan," ucap Irwan Waris di Palu, Sabtu.

Pakar Ilmu Politik Untad Palu itu mengaku bahwa dirinya telah melakukan penelitian terhadap praktek dan bahaya politik uang selama dua tahun.

Penelitian itu dilakukan di tahun 2016 dan tahun 2017. Irwan menjadikan tiga daerah sebagai sampel dalam penelitiannya yaitu Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Parigi Moutong.

Masyarakat kita, sebut dia, memahami dan mengetahui tentang bahaya politik uang termasuk melakukan hal itu.

Anehnya, tegas dia, hingga saat ini tidak ada satu-pun pihak yang melakukan praktek politik uang dapat diseret ke ranah hukum.

"Tapi tidak ada satu-pun yang bisa diseret, menjadi pelanggaran pemilu," sebut Irwan Waris.

Direktur Pusat Studi Pemilu dan Partai Politik Untad Palu itu mengemukakan, berdasarkan hasil penelitiannya bahwa masyarakat cenderung bersikap 'permisif' terhadap kegiatan atau praktek uang dalam pemilu yakni ada anggapan bahwa praktek politik uang merupakan sesuatu yang lumrah.

"Ada kebiasaan di masyarakat bahwa, ketika ada politisi yang datang terus tidak membawa atau memberi sesuatu, maka dianggap tidak biasa, bahkan dianggap pelit oleh masyarakat," urai Irwan Waris.