Jepang siap bantu pemulihan pascabencana di Sulteng (vidio)

id jepang,sulteng,bencana,likuifaksi,gubernur,longki

Jepang siap bantu pemulihan pascabencana di Sulteng (vidio)

Gubernur Sulteng Longki Djanggola, saat menerima kunjungan anggota parlemen Jepang Teru Fukui dan Tadahiko Ito di rumah jabatan Gubernur Sulteng, Minggu (9/12). (Antaranews Sulteng/Fauzi Lamboka)

JICA: perkiraan sementara terjadinya likuifakasi disebabkan oleh gempa, struktur pasir yang tidak kompak dan air di bawah tanah yang dangkal.
Palu (Antaranews Sulteng) – Pemerintah Jepang melalui anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal menyatakan kesiapan untuk membantu pemulihan pascabencana di Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi.

Gubernur Sulteng Longki Djanggola, Minggu, menerima kunjungan anggota parlemen Jepang Teru Fukui dan Tadahiko Ito bersama tim Japan International Cooperation Agency (JICA) di rumah jabatan Gubernur Sulteng.

Gubernur Longki berharap kunjungan itu dapat membantu pemerintah Sulteng memberikan masukan dan bantuan dalam hal pengkajian pembangunan kembali Sulteng yang lebih baik dan lebih kuat lagi.

"Terimakasih atas kunjungan dan dukungan untuk Sulteng,” kata Gubernur Longki.

Gubernur mengatakan Indonesia dan Jepang telah bekerjasama melalui JICA, khususnya pembuatan master plan Kota Palu.
JICA merupakan badan kerjasama internasional Jepang yakni sebuah lembaga yang didirikan pemerintah Jepang untuk membantu pembangunan negara-negara berkembang.

Kata gubernur, persoalan gempa bumi, semua Negara mengalami hal yang sama, baik Indonesia maupun Jepang. Tetapi, yang berbeda di Sulteng yakni dampak bencana akibat gempa tersebut.

Di Palu dan Sigi, ada likuifakasi atau pencairan tanah, yang perlu harus ada penelitian dari para ahli. Karena kata gubernur, mitigasi bencana baik gempa dan tsunami, telah memiliki system mitigasi bencana, sementara likuifaksi belum ada.

Gubernur berharap hasil kajian nantinya akan dijadikan bahan penetapan rencana aksi dalam percepatan pemulihan.Sulawesi Tengah dan memberikan perlindungan kepada masyarakat melalui mitigasi bencana alam.

“Semoga dokumen kajian kelayakan tempat relokasi pemukiman yang sudah disiapkan pemerintah, seperti Lokasi Tondo, Duyu dan Talise dapat dipercepat, sehingga dapat mempercepat penetapan lokasi dan master plan pembangunan hunian tetap masyarakat,” harap gubernur.

Sementara itu, anggota Parlemen Jepang Teru Fukui mengatakan kedatangan mereka bersama tim untuk mendapatkan informasi dari masyarakat, baik adanya cerita dari nenek moyang masyarakat sekitar lokasi bencana, untuk bahan kajian dan survey dalam pembuatan master plan.

"Kami telah membuat kajian dan penelitian untuk membangun kota ini lebih kuat dari sebelumnya. Selain telah memberikan bantuan untuk pembangunan khususnya hunian sementara," katanya.
 
Pertemuan antara Gubernur Sulteng Longki Djanggola dan tim parlemen Jepang di rumah jabatan Gubernur Sulteng, Minggu (9/12). (Antaranews Sulteng/Fauzi Lamboka)


Kemudian anggota parlemen lainnya, Tadahiko Ito, menyampaikan ucapan belasungkawa atas bencana yang menimbulkan korban jiwa begitu besar.

Kata Tadahiko, selain anggota parlemen yang hadir, pihaknya juga datang bersama kementerian luar negeri, duta besar hingga sejumlah perusahaan swasta.

Tiba di Palu, pihaknya telah mengunjungi beberapa lokasi bencana, seperti Petobo, Jono Oge dan Balaroa dan menemukan bahwa likuifakaksi atau pencairan tanah itu, merupakan kejadian yang paling besar di seluruh dunia.

"Kami harus menganalisa dan meneliti dengan saksama, sehingga kejadian tersebut tidak terulang lagi di masa depan,” ujarnya.

Parlemen Jepang juga berjanji akan bekerja keras untuk membantu Indonesia, khususnya pemerintah Sulteng untuk melakukan pemulihan yang lebih cepat. 

Dalam pertemuan itu Gubernur Sulteng Longki Djanggola bersama anggota parlemen Jepang juga mendengarkan pemaparan singkat dari ketua tim peneliti JICA, Naoto Tada, yang mengatakan perkiraan sementara terjadinya likuifakasi disebabkan oleh gempa, struktur pasir yang tidak kompak dan air di bawah tanah yang dangkal.

"Perkiraan saya, tidak hanya air di bawah tanah dangkal, tetapi adanya tekanan air yang luar biasa ke atas, yang biasanya berhenti dalam satu menit. Tetapi ini tidak terjadi, sehingga airnya mengalir terus dan membuat tanah bergeser," jelas Naoto.

Naoto menyatakan saat ini sedang dilakukan penelitian dan kajian, untuk menemukan penyebab pasti fenomena itu dan bagaiman cara mengatasinya, sehingga bencana serupa tidak terjadi di masa depan.