Menakar kinerja tim seleksi komisioner KPU Donggala

id Ahmad Sinala

Menakar kinerja tim seleksi komisioner KPU Donggala

Ketua Tim Seleksi KPU Donggala-Sigi, Ahmad Sinala (youtube.com)

Palu, (Antaranews Sulteng) - Kualitas komisioner Komisi Pemilihan Umum seyogiyanya ditentukan dari hasil ramuan tim seleksi dengan anggota dari berbagai latar belakang profesi, yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Tim seleksi KPU kabupate/kota dalam Pasal 31 Ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017, berjumlah lima orang dengan keterwakilan akademisi, profesional, dan tokoh masyarakat yang memiliki integritas.

Pasal 23 juga menegaskan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi bekerja secara terbuka, dengan melibatlan partisipasi masyarakat.

Bahkan, dalam Pasal 21 Ayat 2, khusus seorang calon komisioner petahana, tim seleksi wajib memperhatikan rekam jejak dan kinerja selama menjadi anggota KPU.

Di Provinsi Sulawesi Tengah, lima orang anggota tim seleksi calon komisioner KPU Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi sedang bertugas, menyeleksi siapa saja mereka yang layak mengawal jalannya proses demokrasi di daerah itu untuk periode 2018-2023.

Tim seleksi yang dipimpin Ahmad Sinala, akademisi Universitas Tadulako (Untad) Palu itu, telah mengumumkan 10 calon komisioner untuk dua daerah, yakni KPU Donggala dan Sigi.

Khusus KPU Donggala, tim seleksi pada Senin (10/12), mengumumkan 10 besar calon komisioner, berdasarkan surat keputusan Nomor 06/Timsel-KPU Donggala.Sigi/XII/2018

Mereka adalah Abdul Fajran, Alfian, Andi Kasmin, Idham Petalolo, M. Unggul, Mahfud A.R. Kambay, Moh Rizal, Saadin Saleh, Wawan Ilham, dan Yudhi Riandy P.K, Lamarauna.

Untuk 10 nama itu, tidak tercantum lima nama petahana komisioner KPU Donggala periode 2013-2018, yakni Mohamad Saleh, Tazkir Sulaeman, Ilyas, Nawir B Pagessa, dan As'ad Marjudo, yang juga ikut berkompetisi untuk periode selanjutnya.

Bahkan, tim seleksi diduga telah meloloskan dua nama yang terindikasi memiliki keterlibatan dalam proses politik, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, untuk calon komisioner KPU Donggala.

Ketua Tim Seleksi KPU Donggala-Sigi, Ahmad Sinala menegaskan dalam peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2018 tentang seleksi anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota, di mana disyaratkan tidak terlibat paling cepat lima tahun dalam proses politik sebagai anggota partai politik.

"Mereka di partai politik bukan di proses politik," tegasnya.

Oleh karena itu, kata Ahmad, tim seleksi tidak mempertimbangkan siapa saja yang terlibat dalam proses politik, walaupun dua nama masuk dalam tim pemenangan pasangan bupati/wakil bupati, karena itu proses politik.

Dua nama yang diduga terlibat dalam bidang politik, yakni Abdul Fajran sebagai sekretaris tim koalisi pada kampanye pasangan Calon Bupati/Wakil Bupati Donggala periode 2018-2023.?

Selain itu, Idham Petalolo, tercatat sebagai pengubung pasangan Calon Bupati/Wakil Bupati Donggala periode 2018-2023.

Menurut Ahmad, dari keseluruhan tahapan itu, masing-masing memiliki nilai dan dilakukan akumulasi untuk menentukan nilai akhir masing-masing calon komisioner.

"Dari nilai itu dilakukan perangkingan dalam bentuk 10 besar," ungkapnya.

Menurut dia, tidak ada standar nilai yang diberikan, akan tetapi yang ada hanya akumulasi dari seluruh penilaian tahapan.

Terkait dengan tidak lolosnya lima komisioner petahana, Ahmad menjelaska ada tahapan dan penilaian yang dilakukan, sejak pendaftaran hingga tes psikologi dan wawancara yang dilakukan tim seleksi.?

Untuk rekam jejak para calon komisioner, juga menjadi dasar penilaian objektif dalam tahapan, tetapi juga tidak menjadi pertimbangan untuk lolos atau tidaknya.

"Tetapi ketika terjadi nilai yang sama, kita akan jadikan bahan pertimbangan. Namun, karena proses penilaian yang objektif, maka kita tetap mengunakan angka-angka yang ada dalam proses tersebut," jelasnya.

Penilaian yang dilakukan berdasarkan objektivitas dari hasil perangkingan, bukan subjektivitas apakah dia komisioner petahana.

Tidak Memengaruhi

Pemerhati penyelenggara Pemilu Sulawesi Tengah Doktor Nisbah mengatakan sanksi atas putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI terkait dengan kode etik penyelenggara pemilu, tidak memengaruhi keterpilihan kembali, khususnya para komisioner petahana.

Pernyataan itu disampaikan Nisbah terkait dengan tanggapan masyarakat atas tahapan seleksi calon komisioner KPU Kabupaten Donggala dan Sigi sebelum pengumuman 10 besar calon komisoner.

Mantan komisioner KPU Sulteng periode 2013-2018 itu, mencontohkan pada 22 Desember 2015, DKPP RI menjatuhkan sanksi peringatan kepada ketua KPU Sahran Raden dan anggota KPU Nisbah, karena dinilai tidak profesional dalam penyelenggaraan debat publik Pemilihan Gubernur Sulteng.

Dua komisioner KPU itu, kembali mengikuti tahapan seleksi KPU Sulteng untuk periode 2018-2023. Namun, keputusan sanksi DKPP RI tidak menimbulkan implikasi apapun dalam tahapan seleksi.

Walaupun, kata dia, masukan dan tanggapan masyarakat yang disampaikan terkait dengan hal itu, tidak menjadi alasan untuk menggugurkan status kepesertaan mereka.

Dalam tahapan seleksi hingga lolos mencapai lima besar, nama Sahran Raden masih tetap terpilih sebagai komisioner KPU Sulteng periode 2018-2023.

Akademisi Universitas Tadulako itu, memberikan contoh lain, di mana kasus yang menimpa Irman Budahu, Ketua KPU Banggai periode 2013-2018, yang juga mendapat sanksi dari DKPP berupa teguran keras dan pemberhentian sebagai ketua, bukan sebagai komisioner KPU.

Irman kembali maju berkompetisi sebagai calon komisioner periode 2018-2023 yang kala itu terganjal rekomendasi pimpinan dan bukan karena keputusan DKPP RI.

Bahkan setelah itu, Irman kembali berkompetisi menjadi calon komisioner Bawaslu Banggai periode 2018-2023 dan akhirnya terpilih.

"Gambaran dua kasus tersebut sudah jelas, keputusan DKPP berupa sanksi teguran keras dan pemberhentian sebagai ketua, sama sekali tidak memengaruhi terhadap proses keikutsertaan calon peserta seleksi KPU yang berstatus sebagai petahana," jelas Nisbah.

Terkait dengan proses seleksi komisioner KPU Donggala dan Sigi yang sementara berlangsung, Nisbah menaruh harapan kepada tim seleksi, agar dapat bekerja dengan baik, mengedepankan objektivitas, memenuhi rasa keadilan, menggunakan nilai-nilai integritas, dan standar penilaian kepribadian yang baik.

"Karena berdasarkan pengalaman penilaian, yang dilakukan relatif abai dengan laporan masyarakat dan terkadang tidak menggunakan fakta pembanding yang ada," ungkap dia.

Menyayangkan

Setelah penetapan 10 besar calon komisioner KPU Donggala, Nisbah kembali menyayangkan putusan hasil itu, karena dianggap mengakibatkan berbagai sikap kontroversial di masyarakat.?

Sebagai hal yang wajar jika putusan itu menjadi polemik di masyarakat, mengingat dalam tahapan seleksi ada ruang pemberian tanggapan yang disampaikan oleh masyarakat, sebagai bahan untuk melihat rekam jejak calon komisioner.

"Itu sebagai pertimbangan yang digunakan untuk menilai integritas dan kemampuan kerja calon komisioner," jelasnya.

Untuk pertimbangan calon KPU petahana yang tidak lolos, khususnya di Kabupaten Donggala, keputusan tim seleksi tentu mengganggu kesinambungan tahapan yang sementara berjalan.

Oleh karena, kata dia, Pemilu 2019 adalah pemilu yang harus dikelola dengan cara-cara berkualitas, selain fakta wilayah Sigi dan Donggala adalah wilayah yang terdampak bencana alam.

"Tentu tidaklah mudah menghadapi situasi dan kondisi wilayah dengan realitas sosial masyarakatnya yang baru saja dilanda bencana," katanya.?

Terkait dengan tidak adanya calon komisioner petahana, yang dimungkinkan dapat mengganggu tahapan Pemilu 2019 yang sudah berjalan, Ketua Tim Seleksi Ahmad kembali menegaskan bahwa pihaknya sudah memperingatkan hal itu.

Mereka yang lolos harus sudah siap dan tidak ada lagi kata-kata untuk belajar.

"Itu merupakan risiko yang harus mereka hadapi," ujarnya.

Dalam tahapan seleksi, pihaknya tidak membedakan mana petahana atau bukan, karena standar yang diberikan adalah objektivits penilaian dan tidak ada diskriminasi.

Apapun nantinya polemik di masyarakat, terkait dengan keputusan hasil 10 besar tersebut, merupakan konsekuensi dari hasil penilaian yang berdasarkan aturan PKPU Nomor 7 Tahun 2018 tentang Seleksi Anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota.

"Saya meyakini semua orang punya potensi, walaupun ada yang pintar, tetapi tidak punya tanggung jawab, sama saja dengan bohong," tegas Ahmad.

Untuk sanksi atas putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bagi lima petahana itu, Ahmad kembali menegaskan sanksi merupakan bahan pertimbangan.

Akan tetapi, tidak menentukan mereka lolos atau tidak lolos dalam tahapan seleksi. Penilaian tetap menggunakan skala angka.

"Tidak ada menggunakan sanksi, tetapi kita menggunakan rangking," ujarnya.

Untuk rekam jejak para calon komisioner, juga menjadi dasar penilaian objektif dalam tahapan, tetapi juga tidak menjadi pertimbangan untuk lolos atau tidaknya mereka.

"Tetapi ketika terjadi nilai yang sama, kita akan jadikan bahan pertimbangan. Namun, karena proses penilaian yang objektif, maka kita tetap mengunakan angka-angka yang ada dalam proses tersebut," jelas Ahmad.

Nisbah menjelaskan secara objektif harus diakui terdapat beberapa orang yang lolos di 10 besar, dengan rekam jejak yang kurang baik dan mendapat banyak tanggapan negatif masyarakat.

Idealnya, hasil itu haruslah benar-benar menjadi masukan yang bernilai bagi tim seleksi untuk penguatan KPU ke depan.

Apalagi, jika tanggapan masyarakat yang disampaikan itu disertai bukti-bukti yang cukup.

Kesan dari tanggapan masyarakat dalam proses wawancara, tidak sekadar menjadi bahan klarifikasi, untuk mempertanyakan benar atau tidaknya ?informasi yang disampaikan mereka, kemudian sesudahnya seluruh proses klarifikasi dianggap selesai.

Hal itu sebagai pertimbangan untuk menilai integritas dan kemampuan kerja calon komisioner.