Ratusan warga Balaroa tuntut keadilan pascabencana

id balaroa

Ratusan warga Balaroa tuntut keadilan pascabencana

Warga Kelurahan Balaroa korban likuefaksi menyampaikan aspirasi di depan Kantor Wali Kota Palu meminta agar kawasan sekitar sport center Kelurahan Balaroa dijadikan sebagai salah satu lokasi relokasi sebab mereka tidak ingin pindah di luar Kelurahan Balaroa, Senin (14/1). (Antaranews Sulteng/Muh. Arsyandi)

Kami ingin menuntut pertanggungjawaban pemerintah dan negara. Bencana likuifaksi sudah 100 hari berlalu, tapi hak-hak korban belum juga di penuhi
Palu,  (Antaranews Sulteng) - Ratusan warga korban likuifaksi di Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Senin, menggelar unjuk rasa menuntut keadilan dari pemerintah pascabencana yang menimpa mereka, 28 September 2018.

Ketua Forum Korban Likuifaksi Kelurahan Balaroa, Abdurrahman M Kasim mengatakan aksi demonstrasi itu sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan negara yang tidak memiliki kepekaan atas bencana yang menimpa warga Kelurahan Balaroa.

"Kami ingin menuntut pertanggungjawaban pemerintah dan negara. Bencana likuifaksi sudah 100 hari berlalu, tapi hak-hak korban belum juga di penuhi. Apakah kami sebagai korban akan terus menetap di tenda-tenda dan selter serta di tempat pengungsian lain, jelasnya dalam unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Palu, Senin.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulteng Bartolomeus Tandigala (tengah) bersama warga korban likuifaksi Balaroa dan sejumlah anggota DPRD Sulteng dan DPRD Kota Palu berfoto bersama warga usai menggelar rapat dengar pendapat di Ruang Sidang Gabungan DPRD Sulteng , Senin siang (14/1). (Antaranews Sulteng/Muh. Arsyandi)

Aksi itu dimulai dari kantor DPRD Kota Palu dengan menjemput beberapa legislator, kemudian membawa mereka dalam pertemuan di Kantor Wali Kota Palu.

Di kantor Wali Kota Palu, masa aksi diterima Sekretaris Kota Palu Asri dan beberapa kepala organisasi perangkat daerah (OPD) serta dihadiri Kapolres Palu AKBP Mujianto.

Sementara itu, Sekretaris forum, Agus Manggona mengatakan para korban bencana menuntut hak dan keadilan dari pemerintah, karena sudah 100 hari pascabencana, masyarakat masih tinggal di tenda-tanda pengusian dan belum ada kepastian terhadap warga.

Indikatornya, lanjutnya sangat jelas, pembangunan hunian sementara (Huntara) terhadap ribuan kepala keluarga (KK) ?warga Kelurahan Balaroa, di lokasi Sport Center, belum juga direalisasikan.?

Kalaupun ada yang dibangun di wilayah Kelurahan Duyu, sebutnya dikhawatirkan akan menimbulkan gesekan di kalangan warga. Karena diketahui banyak pula warga Duyu yang menjadi korban, sehingga pantas saja, jika mereka yang mendiami hunian sementara tersebut. 

"Kami akan berusaha semaksimal mungkin, supaya cepat terealisasi. Kalau itu menjadi kewenangan pemerintah Kota Palu dengan sepengetahuan DPRD, saya kira akan segera kita tindak lanjuti," ujar Sekretaris Kota Palu Asri.

Sementara jika persoalan itu menjadi kewenangan pemerintah pemerintah pusat baik itu Kementerian PUPR atau pun Kementerian Sosial dan BNPB, maka tentunya kami hanya sebatas koordinasi melalui Gubernur Sulteng, karena sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah.

Terkait dengan belum lengkapnya data, sehingga munculnya tahap pertama, karena jika ada perbaikan kembali, dapat dimasukan untuk tahap selanjutnya, dengan dilaporkan kembali kepada lurah di lingkungan masing-masing.

"Karena data itu diambil dari kelurahan dan OPD dan kami umumkan melalui Bappeda, sehingga kami berharap ada masukan dan tanggapan dari masyarakat," tambahnya.

Baca juga: Relawan Parigi Moutong lanjutkan pembangunan huntara di Petobo dan Balaroa
Baca juga: TNI dan Kementerian ESDM bersihkan daerah terdampak likuifaksi (vidio)
Baca juga: Jepang bantu percepatan rekonsutruksi hunian di Sulteng