Harga minyak naik sekitar tiga persen didukung harapan stabilitas ekonomi

id minyak

Harga minyak naik sekitar tiga persen didukung harapan stabilitas ekonomi

Ilustrasi, (Foto Antara

Beberapa kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi pada 2019 tampaknya telah surut

New York,  (Antaranews Sulteng) - Harga minyak naik sekitar tiga persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), bersama dengan pasar saham dunia, didukung oleh rencana China untuk memperkenalkan kebijakan menstabilkan ekonomi yang melambat, membalikkan kerugian sesi sebelumnya akibat data suram di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, berakhir 1,60 dolar AS atau 3,2 persen lebih tinggi menjadi menetap di 52,11 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Maret, menguat 1,65 dolar AS atau 2,8 persen menjadi ditutup pada 58,99 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

"Beberapa kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi pada 2019 tampaknya telah surut," kata Gene McGillian, direktur riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut. "Pasar sedang menempel pada berita yang menunjukkan bahwa ekonomi mungkin lebih baik daripada yang diperkirakan."

Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional China menawarkan beberapa dukungan pada Selasa (15/1), menandakan bahwa ia mungkin akan meluncurkan lebih banyak stimulus fiskal. Ini melawan sentimen negatif dari Senin (14/1) ketika harga minyak mentah turun lebih dari dua persen setelah data menunjukkan impor dan ekspor melemah di China.

Namun, kedua harga acuan minyak itu memangkas sedikit keuntungan mereka dalam perdagangan pasca-penyelesaian, setelah anggota parlemen Inggris mengalahkan Perdana Menteri Theresa May, tentang kesepakatan Brexit dengan margin yang menghancurkan, memicu pergolakan politik yang dapat menyebabkan keluarnya Inggris dari Uni Eropa secara tidak teratur atau bahkan pembalikan dari keputusan untuk meninggalkan UE pada 2016.

Parlemen Inggris memilih 432-202 menentang kesepakatan Brexit, meningkatkan ketidakpastian ekonomi yang membebani pasar.

Pada dasarnya, pengurangan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen lain, termasuk Rusia, telah mulai mengurangi kekhawatiran kelebihan pasokan. Kelompok itu, yang dikenal sebagai OPEC, sepakat pada akhir 2018 untuk memotong pasokan mulai bulan ini, berusaha mengendalikan kelebihan global.

OPEC telah menetapkan pertemuan 17-18 Maret untuk memantau implementasi pakta mereka, sumber mengatakan kepada Reuters, dan pertemuan lain pada 17-18 April untuk memutuskan apakah akan memperpanjang pemotongan di luar enam bulan yang disepakati.

Dukungan lebih lanjut datang dari data yang menunjukkan jumlah rig pengeboran AS untuk minyak baru sedikit menurun sejauh tahun ini. Juga, para analis dalam jajak pendapat Reuters, menjelang data industri mingguan pada Selasa (15/1) dan laporan pemerintah pada Rabu waktu setempat, memperkirakan stok minyak mentah AS telah jatuh untuk minggu kedua berturut-turut.

Data rig bisa menandakan perlambatan kenaikan cepat dalam produksi dari Amerika Serikat, yang menjadi produsen minyak utama dunia pada 2018.

Dalam jangka panjang, produksi minyak mentah AS diperkirakan akan naik ke rekor baru lebih dari 12 juta barel per hari (bph) tahun ini dan naik menjadi hampir 13 juta bph pada tahun depan, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam proyeksi 2020 pertamanya.

Pasar juga menemukan dukungan dari berita bahwa AS tidak akan memberikan keringanan lebih lanjut untuk sanksi-sanksi terhadap Iran.

Perwakilan Khusus AS untuk Iran, Brian Hook, mengatakan pada Sabtu (12/1) bahwa Washington tidak akan memberikan keringanan lagi untuk minyak Iran setelah penerapan kembali sanksi-sanksi AS. Langkah ini dapat membatasi minyak Iran datang ke pasar dalam beberapa bulan mendatang.

Sinyal positif dan harapan terhadap pembicaraan baru AS-China untuk menyelesaikan ketegangan perdagangan telah mendorong pasar saham dunia dan harga minyak, tetapi kekhawatiran tentang pertumbuhan global sangat membebani.

"Tampaknya pasar mengalami kesulitan untuk memutuskan cerita mana yang harus dipercaya," kata konsultan JBC Energy.