Gubernur usulkan Balaroa dan Petobo jadi lokasi relokasi korban bencana

id Balaroa,Petobo,Huntara,Huntap,Palu,Kota Palu

Gubernur usulkan Balaroa dan Petobo jadi lokasi relokasi korban bencana

Beberapa warga terdampak likuifaksi di Perumnas Kelurahan Balaroa tampak duduk di atas puing-puing bangunan sambil menunggu TIM SAR mengevakuasi korban yang tertimbun, Kamis (11/10). (Antaranews Sulteng/Muh Arsyandi) (Antaranews Sulteng/Muh Arsyandi/)

Palu (Antaranews Sulteng) - Gubernur  Sulawesi Tengah Longki Djanggola menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengusulan Kelurahan Balaroa dan Petobo sebagai lokasi relokasi di Kota Palu.



SK usulan penambahan lokasi relokasi dari sebelumnya hanya di Kelurahan Duyu, Talise dan Tondo itu dibuat menyusul tuntutan warga korban likuefaksi di dua kelurahan itu yang tidak ingin  direlokasi ke tiga titik tersebut.



"Alhamdulillah pak Gubernur sudah menandatangani semalam (21/1) dan sudah diberikan ke Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Oleh Bappenas dua usulan lokasi relokasi itu akan dikaji," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu Arfan, Selasa.



Pengkajian yang dimaksud Arfan dalam dialog publik rencana aksi rekonstruksi dan rehabilitasi pasca bencana di Sulteng yang dihadiri Longki Djanggola,  Bupati Donggala Kasman Lassa, Bupati Sigi Moh. Irwan dan Wakil Bupati Parimo Badrun Nggai itu yakni terkait masalah kemanan dari ancaman likuefaksi.



"Meskipun dalam peta ZRB (Zona Rawan Bencana) kawasan sekitar lokasi likuefaksi Balaroa itu aman, namun tetap akan dikaji oleh Bappenas untuk memastikan kemanan lokasi relokasi tersebut," jelas Arfan.



Ia mengatakan dalam SK usulan Gubernur Sulteng yang diterbitkan setelah berkomunikasi dengan Pemkot Palu, lokasi relokasi di Kelurahan Balaroa diusulkan seluas 34 hektara sementara di Kelurahan Petobo seluas 117 hektara.



"Lokasi 117 hektar di Petobo itu adalah tanah yang dulu diserahkan Bupati Sigi ke Kota Palu karena berada di Desa Ngatabaru dan berbatasan dengan Kota Palu. Karena alasan kemanusiaan, maka pak bupati menyerahkan kepada kami," kata Arfan.



Padahal sebelum bencana, pembahasan soal penetapan tapal  batas lahan seluas 117 hektarae di Desa Ngatabaru itu masih diperdebatkan antarwarga yang bermukim di sana maupun antara pemerintah daerah setempat.



Arfan menjelaskan, jika Bappenas menyetujui usul penambahan lahan relokasi di Balaroa dan Petobo itu, maka untuk pembebasan lahan pemkot Palu tidak akan sanggup membiayainya sementara Bappenas juga tidak bisa menganggarkan dana pembebasan lahan dalam APBN.



"Sehingga kami hanya meminta kerelaan dan kemurah hati pemilik tanah di lokasi calon relokasi itu agar bersedia memberikan separuh tanahnya untuk dibanguni hunian tetap bagi warga korban likuefaksi di sana.