DKP Sulteng - Seameo Biotrop kerja sama kembangkan industrialisasi rumput laut

id RUMPUT LAUT,DKP SULTENG,SEAMEO BITROP

DKP Sulteng - Seameo Biotrop kerja sama kembangkan industrialisasi rumput laut

Kepala Dinas KP Sulteng Dr Hasanuddin Atjo (kiri) memberikan keterangan pers bersama Direktur Seameo Biotrop Dr Irdika Mansur di Gedung Seameo Bitrop Pakuan Bogor, Kamis (14/2) (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)

Bogor (Antaranews Sulteng) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tengah menggandeng Seameo Biotrop, sebuah lembaga penelitian biologi tropika di bawah menteri-menteri pendidikan se-Asia Tenggara, untuk mengembangkan budidaya rumput laut dengan teknologi kultur jaringan dan industrialisasinya.

Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Direktur Seameo Biotrop Dr Irdika Mansur dan Kepala DKP Sulteng Dr Hasanuddin Atjo di Gedung Pertemuan Seameo Biotrop Pakuan Bogor, Kamis, dilanjutkan workshop pengembangan teknologi budidaya rumput laut yang menghadirkan pembicara kunci Dr Erina Sulistiani, pakar kultur jaringan Seameo Biotrop.

Seameo Biotrop juga menandatangani kerja sama dengan Universitas Tadulako (Untad) Palu yang diwakili Dr Muh Nur Sangaji dimana Seameo Biotrop akan membantu peningkatan kapasitas laboratorium kultur jaringan Untad Palu serta pemberdayaan sekolah-sekolah kejuruan agar siswanya lebih trampil dalam melakukan pendampingan saat bibit rumput laut kultur jaringan dikembangkan di masyarakat.

Hadir dalam workshop tersebut Dr Irdika Mansur serta para pakar dari disiplin ilmu terkait, Wakil Ketua Kadin Sulteng Jemmy Hosan, Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Situbondo, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Morowali, serta sejumlah pejabat DKP Sulteng dan kabupaten/kota, dengan peserta sekitar 100 orang.

Kepala DKP Sulteng Hasanuddin Atjo mengatakan pihaknya memilih Seameo Biotrop untuk bekerja sama dalam mengembangkan industrialisasi rumput laut di Sulteng karena lembaga internasional ini memiliki prestasi dalam pengembangan teknologi kultur jaringan.

Menurut dia, Indonesia merupakan penghasil rumput laut terbesar di dunia, namun kontribusinya dalam ekspor baru sekitar empat persen dari total devisa yang dihasilkan sektor perikanan dan kelautan setiap tahun.

Salah satu sebabnya adalah rumput laut belum diproduksi dalam skala industri karena sistem budidayanya masih konvensional dan belum menjadi usaha pokok masyarakat.

"Kami bertekad untuk menjadi penghasil rumput laut terbesar di Indonesia dengan menerapkan teknologi kultur jaringan sehingga skala produksinya bisa memenuhi standar industrialisasi," ujarnya dan menyebutkan bahwa wilayah laut Sulteng berpotensi menghasilkan 10 juta ton rumput laut basah tiap tahun.

Atjo menambahkan bahwa dalam tiga tahun mendatang, pihaknya akan mengembangkan tiga titik sentra pengembanyan budidaya rumput laut dengan teknologi kultur jaringan yang dilengkapi dengan laboratorium yang dikembangkan bersama Seameo Biotrop dengan harapan hasilnya bisa menjadikan Sulteng memproduksi sedikitnya enam juta ton rumput laut basah atau 60 persen dari potensi yang dimiliki.

Sementara itu Direktur Seameo Biotrop Indika Mansur memberikan apresiasi atas kerja sama ini dan berharap akan memberikan dampak yang signifikan bagi pengembangan rumput laut untuk kemajuan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam kerja sama yang akan berlangsung selama tiga thaun ke depan, Seameo Biotrop yang mengembangkan bibit rumput laut kultur jaringan yang unggul sesuai dengan kondisi daerah setempat serta melakukan pendampingan yang intensif di tingkat pembudidaya agar replikasi teknologi ini bisa tetap efektif.

Sedangkan Dr Erina Sulistiani menyebutkan bahwa teknologi kultur jaringan memiliki beberapa keunggulan antara lain tumbuh lebih cepat yakni tiga sampai empat kali lipat dari bibit biasa sehingga bibit kultur jaringan bisa dipanen dalam tempo 45 hari. Selain itu kandungan keragenannya lebih tinggi, yakni 40-44 persen sedangkan bibit biasa 30-32 persen.