Rasio Utang Luar Negeri Swasta Sudah Mengkhawatirkan

id utang, luar negeri, bi

Rasio Utang Luar Negeri Swasta Sudah Mengkhawatirkan

Pengamat ekonomi Tony Prasetyantono (ANTARA/Eric Ireng)

Jakarta (antarasulteng.com) - Pengamat ekonomi Tony Prasetyantono menyatakan rasio utang luar negeri swasta dibanding produk domestik bruto (PDB) yang sampai Oktober 2012 telah mencapai 27,3 persen, sudah berada di posisi yang membahayakan.

"Para pengamat menghitung angka yang tidak aman untuk rasio utang luar negeri dibanding PDB adalah 30 persen. Jika sekarang sudah 27 persen itu harus membuat kita lebih peduli, jangan sampai kejadian krisis tahun 1998 terulang kembali," kata Tony di Jakarta, Rabu.

Dijelaskannya, pada krisis 1998 tingginya rasio utang luar negeri swasta menjadi salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia selain tekanan krisis dari eksternal dan kondisi infrastruktur perbankan yang sangat lemah.

"Tingginya utang luar negeri swasta bisa menjadi `silent killer` karena angkanya terus meningkat, untuk itu Pemerintah, BI dan OJK harus mewaspadai ini, karena utang luar negeri swasta ini lebih berjangka pendek dibanding utang luar negeri Pemerintah," kata Komisaris Independen Permatabank ini.

Rasio utang luar negeri swasta/PDB sampai Oktober meningkat menjadi 27,3 persen dibanding posisi 2011 sebesar 26,4 persen. Sementara rasio utang luar negeri Pemerintah bertahan di posisi 25 - 26 persen.

Menurut Tony, Bank Indonesia harus mulai menanyakan kepada para debitur swasta utang luar negeri untuk mendapatkan gambaran, alasan dan kebutuhan debitur memilih utang luar negeri dibanding di dalam negeri.

"Harus diketahui mengapa mereka memilih berutang dari luar negeri, apakah karena urgensinya, kesepakatan dengan mitra di luar negeri, karena suku bunga atau karena stabilitas rupiah," kata Tony.

Untuk itu, Pemerintah, BI dan OJK menurut Tony sebaiknya melakukan diskusi untuk memberikan himbauan kepada pengusaha swasta ataupun BUMN untuk mau memanfaatkan jasa perbankan nasiobal, karena secara produk, bank nasional memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan bank di luar negeri.

Sementara untuk pertumbuhan kredit perbankan pada 2013, Tony memperkirakan masih di kisaran 23 - 24 persen mengingat stabilnya pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan mencapai 6,5 persen pada 2013.

"Kinerja industri perbankan yang sangat baik akan terus berlanjut di 2013. Meski BI mencoba mengerem pertumbuhan kredit tetapi saya perkirakan masih akan tumbuh di kisaran 23 - 24 persen, dengan NPL 2 - 3 persen dan CAR di 17 persen," katanya.(D012/B012/SKD)