Bappenas diminta tinjau ulang rencana JICA bangun tanggul di Teluk Palu
Palu (Antaranews Sulteng) - Pasigala Centre meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) mempertimbangkan kembali rencana Japan International Cooperation Agency (JICA) membangun tanggul sepanjang 7 kilometer dan tinggi 3 meter di Teluk Palu, pascabencana gempa dan tsunami mengahantam wilayah itu 28 September 2018 lalu.
“Rencana tanggul 7 kilometer dan tinggi 3 meter untuk mencegah tsunami di Teluk Palu, harus ditinjau kembali. Selain terlalu mahal, alasan potensi gagal tekhnis juga besar sekali,” ucap Andika, Sekretaris Jenderal Pasigala Centre, Palu, Senin.
Dalam keterangan tertulisnya, Andhika menyebut, data hasil penelitian mandiri yang dilakukan Akademisi Untad, menunjukan, bahwa terdapat sekitar 40 hektare lokasi dampak downlift dan Uplift di Teluk Palu pada kejadian gempa tanggal 28 September 2018.
“Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi tanah di Teluk Palu sangat labil, dan mudah bergerak dan longsor. Jika tanggul dipaksakan, kami khawatir justru ini akan berbahaya dan potensi gagal tekhnisnya sangat besar, seperti kejadian tumbangnya jembatan 4. Dan tentu, itu akan jadi malapetaka bagi penduduk Kota Palu karena teluk akan jadi seperti kolam renang raksasa,” sebut Andika.
Dia berharap Bappenas bisa mencari alternatif lain dalam konteks mitigasi tsunami dengan mengambil unsur-unsur dan potensi lokal yang lebih murah, minim resiko.
"Banyak potensi dan unsur lokal yang jauh lebih murah untuk mitigasi tsunami seperti hutan mangrove. Kasus Kabonga besar di Donggala yang mampu menahan tsunami adalah best practice," terang Andika.
Kata dia, agar penggunaan dana hutang yang amat besar justru akan menjadi pemicu malapetaka di masa depan. Sehingga ia berharap, rencana JICA itu dipertimbangkan, dan ditinjau ulang oleh Bappenas.
Pasigala Centre adalah Koalisi Masyarakat Sipil, Warga Korban, dan Akademisi untuk Pasca Bencana Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong.
“Rencana tanggul 7 kilometer dan tinggi 3 meter untuk mencegah tsunami di Teluk Palu, harus ditinjau kembali. Selain terlalu mahal, alasan potensi gagal tekhnis juga besar sekali,” ucap Andika, Sekretaris Jenderal Pasigala Centre, Palu, Senin.
Dalam keterangan tertulisnya, Andhika menyebut, data hasil penelitian mandiri yang dilakukan Akademisi Untad, menunjukan, bahwa terdapat sekitar 40 hektare lokasi dampak downlift dan Uplift di Teluk Palu pada kejadian gempa tanggal 28 September 2018.
“Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi tanah di Teluk Palu sangat labil, dan mudah bergerak dan longsor. Jika tanggul dipaksakan, kami khawatir justru ini akan berbahaya dan potensi gagal tekhnisnya sangat besar, seperti kejadian tumbangnya jembatan 4. Dan tentu, itu akan jadi malapetaka bagi penduduk Kota Palu karena teluk akan jadi seperti kolam renang raksasa,” sebut Andika.
Dia berharap Bappenas bisa mencari alternatif lain dalam konteks mitigasi tsunami dengan mengambil unsur-unsur dan potensi lokal yang lebih murah, minim resiko.
"Banyak potensi dan unsur lokal yang jauh lebih murah untuk mitigasi tsunami seperti hutan mangrove. Kasus Kabonga besar di Donggala yang mampu menahan tsunami adalah best practice," terang Andika.
Kata dia, agar penggunaan dana hutang yang amat besar justru akan menjadi pemicu malapetaka di masa depan. Sehingga ia berharap, rencana JICA itu dipertimbangkan, dan ditinjau ulang oleh Bappenas.
Pasigala Centre adalah Koalisi Masyarakat Sipil, Warga Korban, dan Akademisi untuk Pasca Bencana Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong.