Minyak jatuh 3,11 persen setelah Trump salahkan OPEC untuk harga "Terlalu Tinggi"

id minyak

Minyak jatuh 3,11 persen setelah Trump salahkan OPEC untuk harga "Terlalu Tinggi"

Ilustrasi: Kapal tanker bersandar pengilangan minyak, Bayonne, New Jersey, Amerika Serikat (REUTERS/Lucas Jackson) (REUTERS/Lucas Jackson/)

Harga minyak terlalu tinggi. OPEC, tolong santai dan pelan-pelan saja. Dunia tidak bisa menerima kenaikan harga - rapuh!

New York, (Antaranews Sulteng) - Minyak berjangka jatuh lebih dari tiga persen pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), merupakan persentase penurunan harian terbesar tahun ini, setelah Presiden AS Donald Trump meminta OPEC mengurangi upaya-upayanya untuk meningkatkan harga minyak, yang katanya "terlalu tinggi".

Patokan global, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April merosot 2,36 dolar AS atau 3,5 persen, menjadi menetap pada 64,76 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara itu, minyak mentah berjangkan AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman April turun 1,78 dolar AS atau 3,1 persen, menjadi berakhir pada 55,48 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

"Harga minyak terlalu tinggi. OPEC, tolong santai dan pelan-pelan saja. Dunia tidak bisa menerima kenaikan harga - rapuh!", Trump menulis, dalam serangkaian tweet terbaru tentang harga minyak sejak April 2018.

Komentar Trump memicu aksi jual yang menghentikan momentum dari sesi Jumat (22/2), ketika kedua harga acuan mencapai tingkat tertinggi dalam lebih dari tiga bulan karena ekspektasi pengetatan pasokan dan meningkatnya harapan untuk kesepakatan perdagangan AS-China.

"Saya pikir tweet itu menyebabkan banyak penurunan momentum di awal hari, dan kami belum pulih," kata Michael O'Donnell, ahli strategi pasar senior di RJO Futures di Chicago.

Harga minyak mentah telah meningkat sekitar 20 persen sejak awal tahun ketika Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen-produsen non-anggota, seperti Rusia, memangkas produksi untuk mengurangi kelebihan pasokan global.

"Trump tampaknya berusaha untuk mengelola mikro minyak ... untuk mempertahankan produksi yang cukup kuat guna menjaga pasokan global dalam surplus," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, dalam catatan kliennya.

"Tapi sejauh menyangkut Saudi, tweet hari ini bahkan bisa memberanikan upaya mereka untuk menahan diri."

Arab Saudi baru-baru ini memperkirakan produksinya akan jatuh pada Maret lebih dari yang diantisipasi berdasarkan perjanjian pengurangan pasokan, menjadi 9,8 juta barel per hari.

Selain itu, sanksi-sanksi AS terhadap ekspor dari Iran dan Venezuela telah memperketat pasar sekalipun ketika produksi di Amerika Serikat melonjak.

"Jika Anda membaca (komentar Trump), saya kira ada spekulasi akan ada, pada kenyataannya, akan ada putaran pengabaian lain yang diberikan kepada negara-negara dan perusahaan untuk membeli minyak Iran," kata John Kilduff, seorang mitra di Again Capital Management, mengatakan tentang tweet Trump. "Itu juga mengapa Anda melihat reaksi negatif."

Washington mengejutkan pasar setelah memberikan keringanan kepada delapan pembeli minyak Iran ketika sanksi atas impor minyak dimulai pada November. Brent berjangka turun 22 persen bulan itu dan menguarangi pengaruh keputusan OPEC Desember untuk memotong pasokan mulai tahun 2019.

Analis Goldman Sachs mengatakan "prospek jangka pendek untuk minyak sedikit naik selama dua sampai tiga bulan ke depan", tetapi menambahkan bahwa prospek untuk selanjutnya pada tahun 2019 lebih lemah karena melonjaknya ekspor AS dan "ekonomi yang semakin tidak menentu, kebijakan dan latar belakang geopolitik".