Gereja sementara jemaat Bethel Indonesia Jl. Banteng Palu akhirnya dibongkar (vidio)

id GBI Karunia Allah,gereja dibongkar

Gereja sementara jemaat Bethel Indonesia Jl. Banteng Palu akhirnya dibongkar (vidio)

Sejumlah jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Karunia Allah Jl. Banteng V Kota Palu, yang dibantu anggota TNI dan Polri membongkar sendiri tempat sementara mereka untuk beribadah pascabencana alam 2018 setelah warga sekitar keberatan karena pendiriannya tidak melalui prosedur pembangunan rumah ibadah yang diatur oleh SKB Menag-Mendagri Tahun 2016. (Antaranews Sulteng/Sulapto Sali)

Ketua FKUB Palu: "setiap pembangunan rumah ibadah apapun, agama apapun, harus mengikuti prosedur itu, karena itu aturan"
Palu (ANTARA) - Bangunan yang digunakan sebagai tempat beribadah sementara pascabencana alam 28 September 2018 oleh jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Karunia Allah di Jalan Banteng V, Kelurahan Birobuli Selatan, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, akhirnya dibongkar oleh jemaatnnya sendiri, menyusul adanya protes dari warga sekitar tempat itu.

Pembongkaran ini berlangsung Rabu mulai sekitar pukul 09.00 Wita, disaksikan langsung pimpinan GBI Karunia Allah Pendeta Oktovianus Mapada, camat, lurah, anggota Polres Palu, TNI, warga, Ketua RT, Perwakilan Kementrian Agama, Forum Komunikasi Umat Beragama Kota Palu, pejabat Kesbangpol dan tokoh-tokoh masyarakat.

Keterangan yang dihimpun di lokasi pembongkaran menyebutkan bahwa jemaat diberi kesempatan selama satu minggu untuk membongkar bangunan itu dengan alasan agar dilakukan secara berhati-hati supaya bahan-bahan bangunannya masih bisa digunakan lagi.

"Sesuai dengan pertemuan kami dengan pemerintah kecamatan, Polsek, Polres, FKUB, pak RT, Babinsa dan beberapa pihak terkait, maka kami sudah sepakat bahwa hari ini akan dimulai pembongkaran gereja sementara (getara)," kata Pendeta Oktavianus di sela-sela kegiatan pembongkaran.

Tempat ibadah sementara ini berukuran 8x12 meter ini bertkonstruksi besi baja ringan, berdinding papan lesplang dan beratap seng.

"Pembongkaran ini tidak ada paksaaan dari pihak manapun, kami dengan rela dan hati iklas. Saya sebagai gembala jemaat GBI Karunia Allah, nama saya Pendeta Oktovianus Mapada, tidak ada tekanan atau paksaan dari pihak manapun, jadi kami akan dengan senang hati melakukan pembongkaran ini," katanya.

Pendeta Oktovianus Mapada menjelaskan bahwa tempat ibadah sementara ini baru digunakan sekitar satu setengah bulan lalu. Tempat ini didrikan lantaran tempat beribadah sebelumnya rusak berat akibat gempa 28 September 2018.

Pascabencana besar itu, katanya, ia bersama jemaat terpaksa beribadah dari rumah ke rumah jemaat sampai bangunan sementara itu selesai dikerjakan.
Tempat beribadah sementara jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Karunia Allah Jl. Banteng V Kota Palu, mulai dibongkar oleh jemaatnya sendiri, Rabu (20/3) setelah warga sekitar keberatan karena pendiriannya tidak melalui prosedur pembangunan rumah ibadah yang diatur oleh ketentuan yang berlaku. (Antaranews Sulteng/Sulapto Sali)

Sebelumnya, Jumat (15/3/2019), bangunan yang dijadikan tempat ibadah ini diprotes warga karena diketahui bangunan itu belum memenuhi persyaratan pendirian rumah ibadah, seperti tidak memiliki izin mendirikan bangunan, tanah tempat pembangunan masih bermasalah maupun persyaratan tidak sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah.

Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama Kota Palu, Ismail Pangeran mengatakan pendirian rumah ibadah harus berdasarkan aturan yang berlaku, yaitu peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006.

"Setiap pembangunan rumah ibadah apapun, agama apapun harus mengikuti prosedur itu, karena itu aturan," katanya.

Dalam peraturan tersebut, kata salah satu dosen IAIN Palu ini, pertama lahan harus jelas, milik pribadi yang dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan.

"Kedua, sebelum dibangun harus melakukan langkah untuk meminta persetujuan warga sekitar menimal 60 orang dan pengguna 90 orang, yang diketahui oleh RT, Lurah setempat, lalu dibuat surat permohonaan untuk mendapatkan rekomendasi ke Kementrian Agama dan ke FKUB," jelasnya.

Peran FKUB, kata dia, adalah membaca, melihat kembali syarat-syarat yang dipenuhi, setelah itu melakukan peninjauan apakah layak atau tidak. 

"Dari segi prosedurnya ya demikian. Kemudian bermohon ke Kementrian Agama dan FKUB untuk mendapatkan rekomendasi, dan rekomendasi yang diberikan itu belum final, karena yang menentukan terakhir boleh dan tidaknya dibangun rumah ibadah, tergantung dari hasil investigasi pemerintah daerah, apakah layak," tandasnya.