Peneliti: rencana pembangunan tanggul tsunami Teluk Palu perlu kajian ulang

id Tanggul tsunami,Teluk palu,Palu,Dikaji

Peneliti: rencana pembangunan tanggul tsunami Teluk Palu perlu kajian ulang

Sejumlah pemerhati kebencanaan mencari titik koordinat untuk penandaan jejak rendaman tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (23/2/2019). Kegiatan yang diinisiasi oleh Forum Sudut Pandang itu menandai sedikitnya enam titik kulminasi tsunami yang terjadi di Palu pada 28 September 2018 dan menewaskan ribuan jiwa sebagai pengingat persitiwa bencana sekaligus literasi kebencanaan kepada warga. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.

Di lokasi tsunami Teluk Palu  memiliki karakteristik yang jauh berbeda dengan tsunami di Jepang yang  tidak ada patahan di bawahnya, sehingga layak dibangunkan tanggul tsunami di sana. Sementara di Teluk Palu di bawahnya itu ada patahan
Palu (ANTARA) - Kalangan akademisi dan peneliti menyarankan perlunya kajian ulang terhadap rencana Pemerintah Pusat dan Pemprov Sulawesi Tengah untuk membangun tanggul tsunami sepanjang 7,2 kilometer dengan ketinggian enam meter di  kawasan Teluk Palu bersama lembaga dari Jepang yaitu "Japan International Coorporation Agency (JICA)".

Saran perlunya mengkaji ulang rencana pembangunan tanggul tsunami di Teluk Palu disampaikan peneliti dan akademisi Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Prof. Dr. H. Amar Akbar Ali, S.T., M.T. dalam diskusi Libun Todea yang dilaksanakan Pemerintah Kota Palu di salah satu warkop di Palu, Sabtu hingga Minggu (26/5) dinihari.

Bentuk tanggul tsunami yang direncanakan tidak jauh berbeda dengan tanggul tsunami yang dibangun oleh Pemerintah Jepang seperti di antaranya di Kota Sinday, Onagawa dan Matsusima pasca tsunami 2011 yang meluluhlantahkan wilayah tersebut.

"Di lokasi tsunami Teluk Palu  memiliki karakteristik yang jauh berbeda dengan tsunami di Jepang yang  tidak ada patahan di bawahnya, sehingga layak dibangunkan tanggul tsunami di sana. Sementara di Teluk Palu di bawahnya itu ada patahan," ucap Prof Amar Akbar.

Jika pemerintah memutuskan membangun tanggul tsunami yang sifatnya masih itu di sepanjang kawasan Teluk Palu, maka  upaya tersebut percuma dan biaya pembangunan tanggul tsunami dalam bentuk utang yang ditaksir senilai Rp668 miliar itu akan sia-sia, katanya.

"Kalau gempa pasti patahan di bawah itu bergerak. Kita ambil contoh patahan di bawah jalan Diponegoro yang di depan PGM (Palu Grand Mall). Saat gempa magnitudo 7,4 ruas jalan di sana bergeser sekitar 1,5 meter dari posisi semula. Kalau suatu saat terjadi gempa dan tanggul itu sudah dibangun, pasti tanggul yang sifatnya masih (padat) itu bergerak juga," jelasnya.

Selain itu karakteristik kawasan Teluk Palu yang berbeda-beda di tiap titiknya juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi seluruh pihak yang terkait.

Oleh karena itu langkah yang diambil untuk memitigasi bencana di setiap zona di kawasan Teluk Palu yang memilki sejumlah karakteristik itu tidak bisa sama.

"Kita bisa lihat di kawasan garis pantai Teluk Palu itu karakteristinya beda-beda. Misal kita mulai dari Kelurahan Pantoloan sampai ke Mamboro memiliki karakteristik tersendiri. Dari Mamboro keTondo, Tondo ke Talise, Talise terus sampai ke Kelurahan Watusampu itu berbeda karakteristiknya. Sebenarnya kalau pengkajiannya kita harus membuat zona-zona tersendiri," jelasnya seraya menyebutkan beberapa akademisi teknik dari Untad tengah membuat suatu penelitian.

"Di kawasan Taman Ria kami mencoba memodelkan karakteristik zona di sana karena ini berdampak dengan model patahan yang ada . Jadi tsunami juga terjadi patahan. Kalau tsunami di Jepang terjadi masif . Ini penelitian yang kita buat agar dapat menghidupkan kembali kawasan-kawasan tersebut,"katanya.

Para pemangku kebijakan mulai dari daerah hingga pusat agar mengkaji dan meninjau kembali rencana pembangunan tanggul tsunami tersebut.

Dia juga setuju jika upaya mitigasi bencana juga menyertakan pembangunan pohon mangrove yang dipadupadankan dengan tanggul tsunami jika rencana itu tetap dijalankan.

"Maka perlu menjadi kajian kita semua bagaimana model tanggul tsunami yang akan dibuat mengingat ada patahan di bawah Teluk Palu ini. Hasil-hasil kajian ini nantinya harus menjadi renungan dan pertimbangan kita semua,"ucapnya dalam forum yang dihadiri aktivis dari berbagai komunitas peduli lingkungan dan sejumlah akademisi teknik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.

Sementara itu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu, Arfan yang hadir dalam dialog itu menyebut jika rencana pembanguan tanggul tsunami belum final.

Saat ini Wali Kota Palu Hidayat bersama sejumlah pihak yang terkait memenuhi undangan JICA ke Jepang, rencana pembanguan tanggul tsunami yang ditawarkan oleh JICA telah disetujui oleh Wali Kota Palu.

"Disetujui untuk dikaji dan dibiayai. Jadi bukan setuju untuk langsung dibangun," katanya.