Butuh pengakuan negara terhadap Guru Tua sebagai pahlawan nasional

id Guru Tua,Pahlawan Nasional,Alkhairaat,MUI

Butuh pengakuan negara terhadap Guru Tua sebagai pahlawan nasional

KH. Ma'ruf Amin hadir dalam Haul Guru Tua ke-51 Tahun, berdampingan dengan Cucu Guru Tua, Habib Sayyid Saggaf Bin Muhammad Aljufri, di Kompleks Alkhairaat di Jalan Sis Aljufri Palu, Sabtu. (Antaranews/Muhammad Hajiji/Abde Mari)

Pada akhirnya Sayyid Idrus berkesimpulan bahwa Pancasila adalah harga mati yang harus dipertahankan.
Palu (ANTARA) - Habib Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri (Guru Tua),  adadalag ulama besar yang menghibahkan perjalanan hidupnya untuk kepentingan masa depan pembangunan bangsa di bidang pendidikan dan dakwah Islam.

Pada tahun 1925, saat beliau berusia 36 tahun, Sayyid Idrus tiba di Batavia. Dari Batavia ia pindah ke Pekalongan, kemudian ke Jombang selama 2 tahun, di sini beliau bertemu dengan pimpinan pondok pesantren Tebu Ireng dan Pendiri Nahdatul Ulama KH Hasyim As’ary dan kiai – kiai lainnya.

Kemudian beliau berpindah lagi ke Solo atas permintaan para alawiyin di Solo, Guru Tua diangkat menjadi Kepala Madrasah Rabitha Al-alawiyah yang sekarang telah berubah nama Yayasan Di Ponegoro.

Sayied idrus kemudian mendapatkan saran dari para habaib dan ulama di jawa untuk mengembangkan pendidikan ke Pulau Sulawesi dan bagian timur Indonesia yang masih sangat membutuhkan. Berangkat dari saran dan isyarat itu Guru Tua menuju bagian Timur Indonesia.  

Dari Jawa, beliau singgah ke Maluku dan kemudian ke Sulawesi Utara, berlanjut ke Wani dan Donggala Sulawesi Tengah.

Kedatangan Guru Tua disambut hangat oleh tokoh-tokoh masyarakat dan orang-orang terpandang. Keinginannya mendirikan madrasah disambut antusias, dipelopori oleh Mahmud Alrifa’i segala sesuatu telah disiapkan.

Namun pada saat itu rombongan Abdurrahman Bin Syech Aljufri beserta beberapa tokoh masyarakat lainnya menjumpai Guru Tua, mereka memohon dan mendesak agar pembukaan madrasah di alihkan ke Kota Palu.

Perpindahan ke Kota Palu pun mendapat sambutan baik dari Raja Palu. Selain itu, menurut Raja Palu, proses pendirian madrasah di Palu, telah mendapat izin dari pemerintah Hindia Belanda.

Setelah mendapat persetujuan dari semua pihak, maka dipindahkanlah semua bangku - bangku kebutuhan madrasah dan muridnya ke Palu. Ruangan belajar yang pertama kali digunakan Guru Tua adalah ruangan Toko H Quraisy di Kampung Ujuna Palu. Kemudian pindah di Rumah Daeng Marotja.

Pada tanggal 14 Muharram 1349 H atau 30 juni 1930 di buka-lah dengan resmi Madrasah Alkhairaat. Peresmian dihadiri wakil Pemerintah Belanda, raja Palu Djanggola, tokoh – tokoh Agama, tokoh Masyarakat dan masyarakat sekitar Kota Palu. Starting point dari perjuangan Alkhairaat dimulai sejak tahun 1928.

Sejarah mencatat antusiasme masyarakat lembah Palu akan pentingnya pendidikan keagamaan, Alkhairaat kemudian menjadi cahaya yang terang menderang menyinari para penduduk Kota Palu dan sekitanya, mengikis kepercayaan tradisional dinamisme (mistik) dan animisme. 

Hari demi hari pun berlalu nama Alkhairaat begitu cepat tersebar luas, sejak 6 bulan berdirinya Madrasah Alkhairaat saat itu tak lagi bisa menampung seluruh pelajar dan akhirnya Guru Tua membangun kelas yang mampu menampung 200 pelajar dari kantongnya sendiri.

Dan dalam masa perjuangan dakwahnya, Guru Tua telah berhasil membangun 420 madrasah yang telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia bagian timur,  Sulawesi, Maluku, Kalimantan dan Papua semuanya adalah saksi yang benar nyata akan dakwah beliau yang tak mengenal lelah. Yang kini telah mencapai lebih dari 1.700 madrasah.

Alkhairaat memiliki jenjang pendidikan mulai dari tingkatan anak usia dini hingga SLTA tersebar di seluruh Indonesia utamanya di Kawasan Timur. Selain itu, Alkhairaat juga memiliki perguruan tinggi yang bernama Universitas Alkhairaat di Kota Palu.

Menerima Pancasila

Pemahaman Guru Tua tentang Pancasila dilatarbelakangi sikap nasionalismenya terhadap bangsa Indonesia.

Di Indonesia ada dua corak nasionalis yaitu nasiaonalis sekuler dan religious (agama). Sayyid Idrus memiliki corak Nasionalis, Religius. Dia adalah seorang Sunni Tradisional, tapi progresif dalam merespon problematika sosial politik keagamaan dan kebangsaan. 

Guru Tua memahami Islam di Indonesia telah berakulturasi dengan budaya di Indonesia. Guru Tua pula memahami bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan intisari nilai yang terdapat dalam suku, budaya, golongan, ras bahkan semua agama yang ada di Indonesia. Dengan kata lain, Pancasila telah mewakili nilai-nilai agama, budaya, golongan yang ada di Indonesia. Sehingga jika ada yang menolak Pancasila, itu sama artinya menolak kemajemukan masyarakat Indonesia.

Pada akhirnya Sayyid Idrus berkesimpulan bahwa Pancasila adalah harga mati yang harus dipertahankan. 

Semangat juang Guru Tua untuk menentang Imprialisme, telah terpupuk kuat sejak Guru Tua di Hadramaut melawan kolonial Inggris.

Masuknya Guru Tua di Sulawesi Tengah, daerah ini telah mengalami 4 rezim. Yaitu Belanda, Jepang, Sekutu dan pemerintah Indonesia. 3 rezim imprialisme ini tidak hanya menjajah secara fisik, tapi juga merusak mentalitas dan moralitas masyarakat secara keseluruhan.

Melihat kezaliman 3 imprialisme  terhadap umat Islam dan bangsa Indonesia, Guru Tua kemudian mendirikan Madrasah Alkhairaat pada tahun 1930, setelah menyadari kebodohanlah yang menyebabkan bangsa ini ditindas oleh penjajah. Sejak itupula perlawanan Guru Tua terhapat penjajah lebih nyata dan kongkrit.

Alkhairaat dijadikan basis perlawanan intelektual, basis perjuangan kemerdekaan terhadap Belanda dan Jepang. Pada puncaknya, kegembiraan yang dinanti Bangsa Indonesia dari sabang sampai marauke terjadi pada hari jumat 9 Ramadhan 17 Agustus 1945. Demikian pula halnya yang dirasakan oleh Sayyied Idrus bin Salim Aljufri. Kegembiraan yang sangat, kebanggaan kepada Sangsaka Merah Putih dan Negara Kesatuan Republik Indonesia Guru Tua abadikan dalam gubahan syairnya dan syair ini telah banyak beredar dimedia social. yang artinya: Bendera kemuliaan berkibar di angkasa, hijau daratan dan gunung-gunungnya, Sungguh hari kebangkitannya ialah hari kebanggaan, orang-orang tua dan anak-anak memuliakannya.

Tiap tahun hari itu menjadi peringatan muncul rasa syukur dan pujian-pujian padanya, tiap bangsa memiliki simbol kemuliaan  dan simbol kemuliaan kami adalah merah dan putih.

Dorongan sebagai pahlawan nasional

Atas perjuangan Guru Tua, dan eksistensi serta peran Alkhairaat yang hingga kini masih aktif, berbagai pihak mulai dari organisas masyarakat, organisasi keagamaan, pemerintah, setuju dan mendorong Guru Tua untuk ditetapkan oleh negara sebagai pahlawan nasional.

Calon Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin ikut mendorong Guru Tua menjadi pahlawan nasional. 

"Beliau pantas diberi gelar pahlawan nasional. Nanti ada panitia di pusat. Kami akan memberi masukan-masukan agar Beliau bisa ditetapkan sebagai pahlawan nasional," katanya.

Dorongan juga disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. 

"GuruTua ini figur yang dimasa awal kemerdekaan, menjadi penentu posisi Sulawesi di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia," ucap Anies Baswedan, di Palu, Jumat malam.

Mantan Menteri Pendidikan RI itu menyebut Guru Tua berjuang di saat itu kondisi negara masih minim informasi termasuk informasi tentang kemerdekaan.

Posisi dan sikap Guru Tua saat itu, menurut Anies, sangat menentukan terhadap NKRI yang waktu itu baru saja merdeka.

"Posisi dan sikap Guru Tua saat itu memiliki dampak yang sangat besar, terjadinya Indonesia seperti saat ini," kata Anies.

Selanjutnya, kata Anies, sepanjang hidupnya, Guru Tua menghibahkan hidupnya untuk memajukan kegiatan dakwah dan pendidikan di Kawasan Timur Indonesia. 

"Ratusan madrasyah didirikan sepanjang hidupnya yang tersebar di Kawasan Timur Indonesia," ujar Mantan Rektor Universitas Paramadina itu.

Selain Anies, Gubernur Sulteng Longki Djanggola menyatakan mendukung penuh usulan Guru Tua menjadi pahlawan nasional.

"Saya harap semua kelengkapan data, dokumentasi dan rekam jejak Guru Tua telah di persiapkan dengan baik dan lengkap", ujarnya.

Gubernur juga berharap para tokoh nasional untuk membantu mendorong usulan Guru Tua sebagai pahlawan nasional.

Tidak hanya Longki Djanggola, Sekreatris Daerah Pemprov Sulteng Hidayat Lamakarate turut serta akan memperjuangkan Guru Tua sebagai pahlawan nasional.

"Saya melibatkan para pihak termasuk di Pemerintahan Pusat, tentu untuk mendorong dan memperjuangkan Guru Tua sebagai pahlawan nasional," ucap Hidayat Lamakarate di Palu, Jumat.

Guru Tua pernah mendapat penghargaan Bintang Maha Putera dari negara, atas perjuangan dan pengabdiannya terhadap bangsa dan negara.

"Nah, apakah ada peluang setelah mendapat penghargaan Bintang Maha Putera itu ?, atau ada hal-hal yang harus di tambahkan atau di lengkapi untuk memenuhi syarat sebagai Pahlawan Nasional," ujarnya.

Hidayat mengatakan akan mencari semua berkas-berkas tersebut. Jika semua dokumen telah ia temukan, maka akan ia serahkan kepada Kementerian Sosial.

Gubernur Maluku Utara Gani Kasuba, turut serta mendukung dan akan bekerjasama dengan Pemprov Sulteng untuk mendorong Guru Tua sebagai pahlawan nasional.