New York (ANTARA) - Harga minyak dunia turun lebih dari satu persen pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), setelah angka-angka ekonomi China yang lebih buruk memicu kekhawatiran tentang permintaan minyak dunia lebih rendah.
Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli turun 0,58 dolar AS atau 1,10 persen, menjadi menetap pada 51,93 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus turun 1,07 dolar AS atau 1,73 persen, menjadi ditutup pada 60,94 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Harga minyak telah turun sekitar 20 persen dari tingkat tertinggi 2019 yang dicapai pada April, sebagian karena kekhawatiran tentang perang perdagangan Amerika Serikat dan China serta data ekonomi yang mengecewakan.
Pertumbuhan output industri China secara tak terduga melambat ke level terendah dalam lebih dari 17 tahun, data dari Biro Statistik Nasional menunjukkan pada Jumat (14/6/2019). Output industri China tumbuh 5,0 persen pada Mei dari setahun sebelumnya, gagal memenuhi ekspektasi analis untuk pertumbuhan 5,5 persen dan jauh di bawah 5,4 persen pada April.
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping dapat bertemu di KTT G20 di Jepang akhir bulan ini. Trump mengatakan dia akan bertemu dengan Xi di KTT, meskipun China belum mengkonfirmasi pertemuan itu.
"Semua agen-agen pelaporan utama melaporkan bahwa permintaan akan lebih lemah," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago. “Itu telah menyebabkan kelesuan pasar. Hal-hal yang biasanya mendorong reli, tidak akan terjadi."
Bank of America Merrill Lynch menurunkan perkiraan harga Brent menjadi 63 dolar AS per barel dari 68 dolar AS per barel untuk paruh kedua 2019, di tengah permintaan yang goyah.
Kekhawatiran tetap tentang meningkatnya ketegangan di Timur Tengah setelah serangan minggu lalu terhadap dua kapal tanker minyak di Teluk Oman. Amerika Serikat menyalahkan serangan tersebut terhadap Iran, tetapi Teheran membantah terlibat.
Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan pada Senin (17/6/2019) bahwa negara-negara perlu bekerja sama untuk menjaga jalur pelayaran terbuka untuk minyak dan pasokan energi lainnya, guna memastikan pasokan yang stabil.
Pelaku pasar juga menunggu pertemuan antara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen lain termasuk Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, untuk memutuskan apakah akan memperpanjang perjanjian pemangkasan produksi yang berakhir bulan ini.
Kelompok ini telah mempertimbangkan sejak bulan lalu memindahkan tanggal pertemuan kebijakan mereka di Wina menjadi 3-4 Juli dari 25-26 Juni. Setelah pertemuan pada Senin (17/6/2019), menteri perminyakan Iran mengatakan kepada rekannya dari Rusia bahwa dia masih tidak setuju dengan tanggal awal Juli, tetapi dapat hadir jika tanggalnya bergeser menjadi 10-12 Juli, kantor berita kementerian minyak Iran SHANA melaporkan.
OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari mulai 1 Januari.
Di Amerika Serikat, produksi minyak AS dari tujuh formasi serpih utama diperkirakan akan meningkat sekitar 70.000 barel per hari (bph) pada Juli ke rekor 8,52 juta barel per hari, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam laporan produktivitas pengeboran bulanan pada Senin (17/6/2019).
Berita Terkait
Pasar murah sembako di Palu
Senin, 1 April 2024 21:20 Wib
Ahlis Djirimu, industri sawit mainkan peran sentral ekonomi daerah
Jumat, 22 Maret 2024 15:52 Wib
Menkop UKM Teten yakin minyak makan merah laku di pasaran
Rabu, 20 Maret 2024 8:21 Wib
Pasar murah sembako di Palu
Selasa, 19 Maret 2024 19:53 Wib
Jokowi kunjungi pabrik percontohan minyak makan merah Sumatera Utara
Kamis, 14 Maret 2024 10:37 Wib
Gerakan pangan murah di Palu
Rabu, 6 Maret 2024 20:35 Wib
Minyak sawit paling memungkinkan diolah jadi energi
Minggu, 3 Maret 2024 5:03 Wib
PHE catat temuan sumber daya migas 1,4 miliar barel setara minyak
Sabtu, 10 Februari 2024 15:04 Wib