Ekonom proyeksikan defisit anggaran 2,21 persen dari PDB akhir

id Ekonom,Defisit anggaran

Ekonom proyeksikan defisit anggaran 2,21 persen dari PDB akhir

Ilustrasi - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pemaparan saat konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (21/6/2019). Realisasi defisit APBN hingga Mei 2019 mencapai Rp127,45 triliun atau sekitar 0,79 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

Defisit anggaran pada akhir 2019 bisa mencapai Rp356,19 triliun atau 2,21 persen terhadap PDB,"
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro memproyeksikan defisit anggaran pada akhir 2019 bisa mencapai 2,21 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau melebar dari target dalam APBN 1,84 persen terhadap PDB.

"Defisit anggaran pada akhir 2019 bisa mencapai Rp356,19 triliun atau 2,21 persen terhadap PDB," kata Satria dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Satria mengatakan prediksi ini dengan asumsi pola penerimaan pajak serta realisasi belanja yang terjadi pada periode Januari-Mei 2019 terus berlanjut hingga akhir tahun.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit anggaran pada akhir Mei 2019 tercatat 0,79 persen terhadap PDB atau sekitar Rp127,5 triliun.

Realisasi ini lebih tinggi dari periode yang sama 2018 yang tercatat sebesar Rp93,5 triliun atau 0,63 persen terhadap PDB.

Realisasi defisit anggaran Januari-Mei 2019 itu berasal dari pendapatan negara sebesar Rp728,5 triliun dan belanja negara sebanyak Rp855,9 triliun.

Dalam periode ini, pendapatan negara kurang terakselerasi karena ada pertumbuhan penerimaan perpajakan yang melambat dibandingkan periode akhir Mei 2018.

Padahal, kegiatan belanja pemerintah sedang tumbuh pesat terutama untuk Kementerian Lembaga seiring dengan tingginya belanja pegawai dan barang.

"Defisit anggaran yang lebih tinggi dari perkiraan dapat menyebabkan pemerintah harus mengkalibrasi ulang rencana fiskal, termasuk pemberian insentif pajak yang telah direncanakan," kata Satria.

Dalam kondisi ini, Satria memperkirakan defisit anggaran, yang diasumsikan dalam pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro 2020 sebesar 1,52 persen-1,75 persen terhadap PDB, berada dalam batas atas.

Proyeksi batas atas itu terjadi karena target pertumbuhan pada 2020 sebesar 5,3 persen-5,6 persen memerlukan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif.

Selain itu, pemerintahan terpilih diperkirakan akan memberikan potongan pajak dan berbagai insentif fiskal lainnya untuk mengundang masuknya arus modal atau investasi pada 2020.

Salah satu potongan pajak yang berpotensi diberikan sebagai insentif adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Menurut dia, penurunan tarif PPh Pasal 25 dari 25 persen ke 20 persen, berpotensi memperlebar defisit anggaran Rp71,45 triliun per tahun.

Baca juga: Menkeu miliki beberapa "resep" untuk JKN berkelanjutan-berkesinambungan

"Terdapat juga berbagai keringanan pajak yang sedang disiapkan termasuk untuk sektor infrastruktur, properti maupun industri penerbangan," ujar Satria.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengupayakan target defisit anggaran pada akhir 2019 bisa terjaga sesuai asumsi APBN sebesar Rp296 triliun atau 1,84 persen terhadap PDB.

Dalam lingkungan yang dinamis seperti ini, menurut dia, pengelolaan defisit anggaran harus dilakukan secara hati-hati, terukur dan transparan agar kredibilitas APBN tetap terjaga.

Pengelolaan ini penting supaya realisasi pembiayaan tidak makin melebar tinggi dan APBN bisa menjadi stimulus untuk menggairahkan kembali kinerja perekonomian.

"Kalau ekonomi melemah, defisit pasti terpengaruh. Namun defisit bukan harga mati tapi dinamis, karena APBN merupakan instrumen kebijakan bukan tujuan," ujarnya.