Indonesia-FAO akan susun regulasi pengelolaan alat tangkap jaring hantu

id Sampah laut, jaring hantu, ghost gear, aldfg, kemenko maritim, fao

Indonesia-FAO akan susun regulasi pengelolaan alat tangkap jaring hantu

Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Basilio Dias Araujo. (Dokumentasi Kemenko Maritim)

Penanganan sampah laut yang berasal dari ALDFG perlu dilakukan secara sistematis, terukur dan terintegrasi

Jakarta (ANTARA) - Indonesia melalui Kemenko Bidang Kemaritiman bekerja sama dengan Badan Pangan Dunia (FAO) akan menyusun regulasi pengelolaan alat tangkap jaring hantu (ghost gear) atau Abandoned, Lost or Otherwise Discarded Fishing Gear (ALDFG) sejalan dengan komitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut.



Rencana tersebut akan diimplementasikan setelah Workshop on the Best Practices to Prevent and Reduce Abandoned, Lost or Otherwise Discarded Fishing Gear (ALDFG) yang digelar di Kuta, Bali, 8-11 Juli 2019 atas kerja sama Kemenko Bidang Kemaritiman, FAO, Global Ghost Gear Initiative (GGGI), European Union, Ocean Concervancy, dan World Animal Protection.



“Penanganan sampah laut yang berasal dari ALDFG perlu dilakukan secara sistematis, terukur dan terintegrasi,” kata Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Basilio Dias Araujo dalam siaran pers di Jakarta, Senin.



ALDFG disebut juga sebagai “ghost gear” atau jaring hantu adalah alat penangkap ikan yang telah ditinggalkan nelayan atau hilang di tengah laut.



Bahan utama ALDFG berasal dari plastik merupakan komponen sampah laut yang jumlahnya cukup signifikan. Alat ini memberikan dampak yang sangat luas kepada ekosistem laut, sumber daya perikanan, dan masyarakat pesisir karena dapat menjerat spesies target maupun non-target (“ghost-fishing”)dan membunuh hewan-hewan laut, termasuk ke dalamnya adalah spesies yang dilindungi, dan spesies ikan yang bernilai komersial tinggi.



ALDFG yang jatuh hingga ke dasar laut juga dapat membahayakan terumbu karang dan merusak kawasan dasar laut, sementara ALDFG yang mengambang di permukaan laut juga dapat membahayakan manusia ataupun kapal-kapal yang berlayar. ALDFG yang terbawa arus juga dapat mengotori kawasan pesisir dengan material sampah plastik.



Secara teknis, pemerintah RI yang berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta perwakilan FAO dan lembaga swadaya masyarakat akan menyusun draft petunjuk penanganan ALDFG berdasarkan pengalaman yang sudah dilakukan oleh berbagai negara.



Hasil tersebut menurut Asdep Basilio akan dijadikan bahan masukan ke FAO atau sumber rujukan bagi negara peserta workshop.



Kasubdit Restorasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sapta Putra Ginting menjelaskan pemerintah melalui KKP sebelumnya telah membuat proyek percontohan bekerja sama dengan Global Gear Inisiative untuk menangani ALDFG.



"Sejak 2017, kita sudah membuat proyek bersama dengan NGO Global Gear di Sadang Jawa Tengah untuk meneliti pemanfaatan ALDFG melalui skema ‘circular economy’,” bebernya.



Menurut Sapta, hasil dari studi tim yang dipimpin oleh Fayakun Satria ini akan dipaparkan ke dalam workshop dan dijadikan draft bagi FAO.



“Lalu acuan FAO ini secara sukarela dapat diadopsi sesuai kondisi perikanan Indonesia untuk dijadikan bahan petunjuk teknis atau bahan peraturan menteri karena regulasi formal yang mengatur mengenai pengelolaan alat tangkap yang masuk ke dalam klasifikasi ALDFG selama ini belum ada," pungkasnya.