Memaknai arti pertemuan Jokowi-Prabowo

id jokowi-prabowo, jokowi, prabowo subianto,pilpres 2019,pertemuan jokowi prabowo

Memaknai arti pertemuan Jokowi-Prabowo

Joko Widodo dan Prabowo Subianto berbincang di Moda Rya Terpadu (MRT) Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7). ((Foto: Desca Lidya Natalia))

Jakarta (ANTARA) - Kereta api Moda Raya Transportasi alias MRT Jakarta pada Sabtu, 13 Juli 2019, menjadi saksi bisu bagi terselenggaranya pertemuan bersejarah dua tokoh ini yang pernah melakukan persaingan yang amat ketat dalam Pemilihan Presiden pada tanggal 17 April 2019.

Stasiun MRT di Lebak Bulus menjadi tempat bertemunya kedua tokoh ini, dengan Prabowo yang pertama kalinya tiba dan kemudian disusul oleh Joko Widodo. Pertemuan ini berlangsung pukul 10.05 WIB dan kedua anak bangsa ini sama- sama sepakat untuk mengenakan baju putih. Pada pukul 10.07 Prabowo dan Jokowi sama-sama memasuki MRT dan beberapa menit kemudian MRT meluncur dengan mulusnya.

Begitu bertemu, Prabowo dan Joko Widodo langsung berpelukan dan saling menepuk bahu. Ratusan penumpang MRT langsung bertepuk tangan. Dengan dikawal anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) kedua tokoh ini masuk ke ke gerbong MRT. Kedua tokoh ini kemudian langsung memberikan keterangan kepada para wartawan yang mengikuti perjalanan sekitar 15 menit itu.

Baca juga: Pertemuan Jokowi-Prabowo dinilai bawa dampak positif
Baca juga: Pengamat: spontanitas dan gaya kasual Prabowo tunjukkan sebuah ketulusan


Jokowi yang terpilih sebagai Presiden masa bakti 2019-204 mengatakan Pilpres ini diakui telah berlangsung amat keras dan karena sudah selesai maka bangsa Indonesia sudah harus bersatu kembali. Tidak ada lagi kelompok 01 (pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin) serta 02 yang merupakan pendukung Prabowo-Sandiaga Salahudin Uno. Karena itu, Jokowi minta bangsa Indonesia untuk bersatu alias merapatkan barisan.

Sementara itu, Prabowo mengungkapkan bahwa dia selama ini belum pernah menyampaikan ucapan selamat kepada Joko Widodo karena belum pernah bertemu langsung. Letnan Jenderal Purnawirawan TNI ini kemudian mengutip ucapan”ewuh pakewuh” alias sungkan karena belum menyampaikan ucapan selamat kepada saingannya itu.

Prabowo menegaskan bahwa dia siap membantu Joko Widodo dan pemerintahannya terutama kalau diminta.

Presiden didampingi antara lain oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung, serta Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan. Sementara itu, Prabowo didampingi Sekretaris Jenderal DPP Partai Ahmad Muzani.Kedua tokoh ini kemudian turun di Stasiun Senayan untuk makan siang bersama.

Bersejarah

Setelah pencoblosan pada 17 April 2019 yang kemudian diikuti pengumuman oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia bahwa Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pilpres maka kemudian di berbagai daerah di Tanah Air terjadi tindakan kekerasan alias anarkis sehingga di Jakarta saja sedikitnya sembilan orang meninggal dunia akibat munculnya kerusuhan.

Situasi panas atau amat tegang itulah yang kemudian menimbulkan gagasan atau wacana bahwa kedua calon presiden itu bagaimana pun juga harus bertemu. Dengan berlangsungnya pertemuan Jokowi dengan Prabowo maka para pendukung bisa melihat bahwa diantara para elit telah berlangsung pertemuan rujuk alias rekonsiliasi.

Dengan bertemunya Prabowo dengan Jokowi maka tentu amat diharapkan agar semua pendukungnya yang lazim disebut “akar rumput” (grass root) juga berbaikan alias melakukan pula rekonsiliasi.

Setelah pertemuan amat bersejarah di MRT ini maka tentu seluruh rakyat Indonesia tentu amat mendambakan bahwa situasi politik di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini akan benar-benar menjadi tenang.

Di masa mendatang, tugas seluruh bangsa Indonesia masih amat berat di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan keamanan. Jika saat ini jumlah rakyat Indonesia sudah sekitar 265 juta jiwa maka bia dibayangkan beberapa tahun mendatang akan muncul lagi jutaan bayi baru.

Selain itu, pertumbuhan angka ekonomi masih sekitar 5,1 persen sehingga lebih rendah dari harapan sekitar 5,3 persen per tahun. Belum lagi ada tantangan di bidang pertumbuhan jumlah penduduk yang masih cukup besar, masih banyaknya jumlah penganggur terbuka atau setengah terbuka. Belum lagi masih terjadi gangguan keamanan berbagai daerah seperti di Provinsi Papua dan Sulawesi Tengah.

Pertemuan Jokowi- Prabowo di MRT ini harus menjadi faktor pengingat bagi semua pejabat pemerintah di tingkat pusat dan daerah, para politisi, kemudian para ulama serta rohaniawan bahwa setumpuk tugas berat masih menanti di depan mata bangsa Indonesia sehingga harus terjadi keselarasan diantara semua pihak.

Karena kedua tokoh sentral ini sudah bersua, maka para pendukung atau pengikutnya juga harus melakukan pertemuan –pertemuan serupa sehingga semua persoalan alias keruwetan bakal sama- sama dipecahkan.

Joko Widodo dan calon Wakil Presiden Ma’ruf Amin tentulah harus menyiapkan para calon menterinya dan juga pimpinan lembaga kementerian nonpemerintah seperti BPPT, LIPI, serta Bakosurtanal dan lain sebagainya walaupun pelantikan pesiden dan wakil presiden baru akan berlangsung pada tanggal 20 Oktober 2019, tentu calon anggota kabinet harus sudah mulai disiapkan dan dipilih.

Baca juga: Pendukung Prabowo-Sandi ajak rekannya untuk tidak membenci
Baca juga: TKN: akan ada pertemuan lanjutan Jokowi-Prabowo


Joko Widodo sendiri sudah mengatakan bahwa perbandingan atau komposisi antara anggota partai politik dengan kaum profesional yang bisa masuk kabinet bisa mencapai 60:40 sataupun 50:50. Ia sudah mulai menyeleksi para pembantunya.

Karena Joko Widodo sudah bertemu dengan lawan politiknya yang juga disebut sebagai sahabatnya maka rakyat tentu boleh bertanya apakah mungkin ada orang- orang kepercayaan Prabowo bisa masuk ke dalam pemerintahan lima tahun mendatang. Mereka bisa masuk ke dalam berbagai posisi seperti staf ahli, komisaris badan usaha milik negara (BUMN) dan berbagai posisi lainnya.

Pertemuan di MRT ini tentu bisa benar- benar bisa diharapkan menjadi faktor perekat bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk bergandengan tangan membangun bangsa ini apalagi Republik Indonesia harus bersaing dengan begitu banyak bangsa lainnya yang banyak yang sudah lebih maju.


*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA tahun 1982-2018, pernah meliput acara-acara kepresidenan tahun 1987-2009.