Petani kakao di Sigi keluhkan hasil panen turun drastis

id kakao, petani, sigi

Petani kakao di Sigi keluhkan hasil panen turun drastis

Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil saat berkunjung ke kebun kakao warga di Desa Sibowi Kecamatan Sigi (Foto antara/chandara)

Sigi (ANTARA) - Beberapa petani kakao di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, mengeluh hasil panen komoditi primadona ekspor itu pada musim panen 2019 ini yang menurun drastis dari tahun-tahun sebelumnya.

Marlan, seorang petani asal Desa Berdikari, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Senin mengatakan rata-rata petani merugi sebab hasil panen buah kakao kali ini sangatlah kurang.

Bahkan, kata dia, ada petani yang enggan memanen buah kakao karena dalam satu pohon hanya ada dua-tiga buah. Mereka sepertinya malas untuk melakukan panen, sebab lebih biaya sewa buruh dari pada hasil yang akan diperoleh dari penjualan.

Dia mengatakan penghasilan dari penjualan kakao tidak bisa memenuhi biaya pemeliharaan, terutama beli pupuk dan obat-obatan. Rata-rata petani kakao di dataran Palolo musim panen kali ini lebih banyak rugi dari pada untung.

Padahal, harga biji kakao kering di pasaran saat ini terbilang cukup bagus berkisar Rp26.000/kg. "Itu harga pembelian langsung pedagang kepada petani," katanya.

Hal senada juga dibenarkan oleh Rendi, seorang pedagang pengumpul kakao di Kecamatan Kulawi Selatan. Rendi mengaku petani yang menjual hasil panen beberapa bulan terakhir ini sangatlah kurang.

Kalau sebelumnya, saban hari ada saja petani yang menjual hasil panen kakao, tetapi dalam sepekan ini justru sama sekali tidak ada yang datang menjual hasil panennya.

Memang, kata dia, produksi kakao di wilayah tersebut menurun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Rata-rata, kata Rendi, buah kakao kurang. Lebih banyak buah kakao yang gugur atau jatuh sebelum tiba masa panen.

Pohon kakao berbuah, tetapi tidak bisa bertahan lama sudah gugur. "Kami juga bigung apa yang menyebabkannya," kata Rendi.

Padahal, kebanyakan petani di Kecamatan Kulawi Selatan selama ini sangatlah bergantung ekonomi mereka dari hasil kebun kakao dan kopi.

Kecamatan Kulawi Selatan termasuk wilayah di Kabupaten Sigi yang sedang didorong oleh pemerintah Kabupaten Sigi sebagai sentra pengembangan berbagai komoditi pertanian dan perkebunan.

Selain kecamatan itu, juga kecamatan lain seperti Kecamatan Lindu, Pipikoro dan KUlawi. Bahkan setiap desa di empat kecamatan  tersebut menyiapkan lahan selusas 25 hektare untuk pengembangan komoditi jagung dan kedelai.

Kakao hingga kini masih merupakan komoditas perkebunan unggulan petani di Provinsi Sulawesi Tengah.

Kabupaten Sigi termasuk daerah yang memiliki luas areal tanaman kakao cukup besar di Sulteng sekitar 30.000 hektare. Sejak tahun 1984 sampai 2006, kakao tercatat sebagai komoditi ekspor terbesar penyumbang devisa tertinggi di Sulteng.

Namun sejak beberapa tahun ini tidak lagi dan telah digantikan oleh produk lainnya yakni sektor pertambangan (biji nikel).

Tetapi para petani di Sulteng tetap masih mengembangkan komoditi tersebut selain komoditi-komoditi bernilai ekonomi tinggi lainnya.