Opini: Daerah akan maju bila tata kelola 'up-date'

id Hasanuddin Atjo

Opini: Daerah akan maju bila tata kelola 'up-date'

Kepala Bappeda Sulteng Hasanuddin Atjo (kiri) bersalaman dengan Kadis Kelautan dan Perikanan Sulawesi Barat usai menandatangani perjanjian kerja sama nelayan andon penangkapan ikan di Palu, Selasa (23/7) (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)

Palu (ANTARA) - SEBUAH DAERAH akan maju bila tatakelola pemerintahannya update, artinya inovatif, adaptif, akuntabel serta transparan dalam memanfaatkan sumberdaya sosial dan ekonominya untuk kesejahteraan rakyat. 

Tantangan terberat dalam mewujudkan tatakelola itu berpulang kepada pemimpin daerah dan organisasi perangkat daerah yang direkrutnya. Bagi sebuah kemajuan, maka strategi kepemimpinan dan pemanfaatan sejumlah inovasi aplikasi berbasis digital dalam tatakelola pemerintahan menjadi sebuah keharusan. Karenanya pemimpin dan organisasi perangkatnya harus familiar dan melek dengan tuntutan perubahan itu. 

Pertanyaan besar selanjutnya adalah harus dimulai dari mana dan bagaimana cara mewujudkan daerah maju melalui tata kelola update.

Pemimpin Daerah

Pemimpin daerah yang update menjadi syarat mutlak bagi daerah yang ingin maju dan memiliki tatakelola yang baik. Proses melahirkan pemimpin di negeri ini telah diatur dalam undang-undang melalui mekanisme demokrasi, yaitu kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Karena itu, ada tiga pilar penentu lahirnya kepala daerah berkapasitas update yaitu: masyarakat pemilik hak suara, partai pengusung, dan penyelenggara pilkada. 

Pemilik hak suara dan partai pengusung memegang peran dominan atas terpilihnya kepala daerah update. Kedua pilar ini diharapkan memiliki frekuensi atau pengetahuan dan pemahaman yang sama terhadap kapasitas calon yang akan dipilih. Pemilik hak suara dan partai pengusung tidak boleh lagi mendudukan konteks dan konten itu hanya sebagai sebuah persyaratan, tetapi lebih kepada kualitas bahwa pasangan itu memiliki konteks dan konten yang dinilai oleh hampir semua orang mampu melahirkan sebuah kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. 

Karenanya pemilik hak suara dan partai pengusung saatnya berkomitmen untuk kepentingan yang lebih besar, dikarenakan pilkada 2020 dapat dikatakan 'kereta terakhir' sebagai pijakan untuk menuju perubahan. Bila tidak, maka harapan menjadi daerah maju hanya sekedar keinginan, kenangan dan catatan sejarah, karena belum berhasil melahirkan pemimpin upadate yang memiliki konteks dan konten sesuai kebutuhan.

Baca juga: Opini - Tol Tambu-Kasimbar bisa mengurai 'kebuntutan' Papua
Baca juga: OPINI - Air bersihpun bisa disuply ke ibu kota baru dari Sulteng

Ini dia teknologi budidaya udang supra intensif untuk UKM karya Hasanuddin Atjo


Konteks dan Konten

Konteks dan Konten atau biasa dikenal dengan istilah visi dan misi merupakan salah satu syarat yang harus disampaikan oleh pasangan calon yang akan ikut berlomba dalam pilkada. Hampir semua pasangan memiliki konteks dengan berbagai strategi atau konten yang baik dan akademik. Apalagi kalau konteks dan konten itu dominan dilahirkan oleh tim khusus yang dibentuk oleh pasangan calon. Pasti narasi maupun target-target yang akan dicapai semuanya menjanjikan dan memiliki 'daya hipnotis' yang tinggi. 

Menjadi persoalan kemudian bila pasangan calon tersebut kemudian terpilih karena pengaruh daya hipnotis tadi, maka jangan berharap banyak bahwa pasangan tersebut dapat mengimplementasikan konteks yang telah disusun dan disampaikan itu, karena hampir dipastikan kurang memahami roh dari konteks dan  kontennya. Pasangan calon yang ideal dan diharapkan mampu membuat perubahan adalah yang memiliki gagasan-gagasan orisinal dan memahami bagaimana skenario mengimplementasikannya. Tim yang dibentuk perannya tidak lagi dominan, mereka lebih fokus kepada melengkapi dan mengkademikan konteks dan konten itu. 

Disadari bahwa cost politik dalam sebuah pesta demokrasi saat ini masih menjadi salah satu faktor yang menentukan, dan belum bisa dihindari. Hanya saja negeri yang memiliki sumberdaya luar biasa ini harus dikelola sebaik-baiknya untuk kesejahteraan yang seluas-luasnya secara berkelanjutan. Karena itu saatnya pemilik hak suara dan partai pengusung harus mensejajarkan kedudukan kualitas pasangan calon dan cost politik. Bukan lagi cost politik yang lebih dominan tanpa mempertimbangkan kualitas. 

Bila kesejajaran ini terbangun di pilkada 2020 nanti, sangat diyakini hasilnya akan menjadi pijakan kuat untuk menjadi daerah yang maju dan keluar dari kemiskinan.

Baca juga: SDM unggul harus sesuai standar pasar kerja
Baca juga: OPINI - Tol Tambu-Kasimbar dan baterai lithium, magnit baru investasi Sulawesi Tengah


Aplikasi Digital dan Kereta Kuda

Visi merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh pasangan terpilih berdasarkan pesan yang tertuang dalam Rencana Jangka Panjang Daerah, RPJPD akhir 2020-2024 di setiap daerah, yang juga mengacu kepada RPJMN akhir 2020-2024 melalui rancangan teknokratik. Sedangkan misi adalah strategi atau skenario yang akan diimplementasikan oleh pasangan terpilih guna mencapai visi tersebut. 

Di era milenial dan industri 4,0 saat ini, ada dua point penting yang harus di implementasikan oleh pasangan terpilih yaitu : Pertama, tatakelola pemerintahan harus berbasis digital menyesuaikan dengan tuntutan perubahan, karena hampir semua aktifitas kehidupan di masyarakat telah berbasis aplikasi atau digitalisasi. 

Kedua tatakelola harus menggunakan filosofi kereta kuda. Seorang kepala daerah di tingkat provinsi harus menerapkan filosofi kereta kuda, bukan lokomotif kereta api. Dengan filosofi kereta kuda, maka provinsi akan ditarik oleh kabupaten/kota sehingga kerja provinsi menjadi lebih ringan. Provinsi mengambil peran merencanakan, mendampingi dan mengendalikan pelaksanaan pembangunan di kabupaten/kota. 

Konsekwensinya provinsi harus menghibahkan sebahagian anggaran APBDnya dan disesauikan dengan perencanaan yang telah disusun. Pendekatan seperti ini akan membangun harmonisasi dan frekuensi yang sama antara kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Akan terbangun rasa memiliki terhadap daerah, sehingga provinsi dan kabupaten/kota akan maju dan tumbuh bersama. Semoga. (Hasanuddin Atjo, Ketua Ispikani Sulawesi Tengah)
Kepala Bappeda Sulteng Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP saat memaparkan gagasannya mengenai posisi Sulteng sebagai jembatan penghubung bila Ibu Kota RI dipindahkan ke Kalimantan. Diskusi yang diikuti sejumalh ekonom Universitas Tadulako, politisi, pengusaha, birokrat, mahasiswa dan jurnalis ini berlangsung di Pinbuk Cafe Palu, Jumat (2/8) malam. (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)