Sejumlah korban gempa Palu jadi buruh pengupas bawang

id palu, korban, gempa

Sejumlah korban gempa Palu jadi buruh pengupas bawang

Untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup pasca bencana alam gempa bumi 7,4 SR, warga di Kota Palu jadi buruh pengumpas dan pengiris bawang goreng. (Antara/Anas Masa)

Untung ada pengusaha bawang goreng di desa kami yang memberikan pekerjaan sehingga banyak ibu rumah tangga yang tertolong ekonomi mereka
Palu (ANTARA) - Sejumlah ibu rumah tangga korban gempa dan tsunami di Kota Palu Sulawesi Tengah terpaksa bekerja sebagai buruh pengupas dan pengiris bawang goreng untuk menunjang kebutuhan ekonomi sehari-hari karena hingga kini belum mendapatkan jaminan hidup dari pemerintah.

"Untung ada pengusaha bawang goreng di desa kami yang memberikan pekerjaan sehingga banyak ibu rumah tangga yang tertolong ekonomi mereka," kata Ny Rosa, seorang korban gempa bumi 7,4 SR di Kelurahan Wombo Kalongo, Kecamatan Taweli, Kota Palu, Senin.

Kelurahan Wombo beberapa tahun lalu merupakan penghasil bawang goreng terbesar di Kota Palu dan terkenal sehingga laris di pasar lokal.

Tetapi sejak pascagempa, petani tidak lagi menanam bawang, karena lahan mereka sudah ditanami komoditas kemiri.

Bawang goreng di wilayah tersebut, semuanya didatangkan dari luar daerah seperti dari Kabupaten Parigi Moutong dan Sigi.

Baca juga : Setahun bencana Sulteng, Akademisi luncurkan buku 'semua di luar nalar'

Rosa mengatakan menjadi buruh pengupas bawang menjadi pilihan karena hingga kini jaminan hidup dari pemerintah belum turun dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka harus banting tulang mencari nafkah dengan bekerja menjadi buruh.

Suaminya, kata dia, selama beberapa bulan ini menjadi buruh bangunan di Kota Palu. 

Rosa menjadi buruh pengupas dan pengiris bawang gorang dengan upah per harinya berkisar Rp30.000. Sementara suaminya sehari bekerja mendapatkan upah sebesar Rp70.000.

Dengan penghasilan tersebut, sudah cukup untuk membeli berbagai jenis kebutuhan pokok dan keperluan lainnya.

Dia mengaku, rumahnya hancur diterjang gempa bumi terdasyat di Sulteng pada 28 September 2018 yang juga menimbulkan tsunami dan likuefaksi di beberapa wilayah di Kota Palu, Sigi, Donggala dan sebagian Kabupaten Parigi Moutong.

Baca juga : Setahun pascabencana, pengusaha optimistis ekonomi Kota Palu segera bangkit

Hingga saat ini, Rosa bersama beberapa warga lainnya masih bertahan di tenda-tenda darurat dengan kondisi tenda yang sudah bocor sehingga jika hujan turun airnya masuk dalam tenda.

Selama pascagempa bumi dan tsunami yang menghajar Kota Palu pada 28 September 2018, warga banyak kehilangan tempat tinggal dan terpaksa harus tinggal di lokasi penampungan pengungsi di wilayah itu. 

Bahkan hingga kini masih banyak warga tetap tinggal di tenda-tenda darurat bantuan dari berbagai lembaga kemanusiaan karena rumah mereka hancur dan belum dibangun kembali.

Sebagian dari korban bencana yang menewaskan lebih dari 4.000 ribu jiwa itu, mereka tidak mendapat hunian sementara sehingga, tetap bertahan di tenda meski dalam kondisi yang memprihatinkan.***