Polda Sulteng melibatkan FKUB tangkal radikalisme

id Polda Sulteng,Mui,Radikalisme,Fkub

Polda Sulteng melibatkan FKUB tangkal radikalisme

Ketua FKUB Sulteng, Prof Dr KH Zainal Abidin MAg menjadi pembicara dalam FGD tentang tangkal radikalisme Indonesia maju, yang digelar oleh Polda Sulteng, Palu, Rabu. (ANTARA/Muhammad Hajiji)

Palu (ANTARA) - Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai gerakan radikalisme, sebagai bentuk upaya derasikalisasi gerakan radikal, ektrimisme dan intoleran serta transnasional.

Polda Sulteng melibatkan langsung Ketua FKUB Sulteng, Prof Dr KH Zainal Abidin MAg dan Ketua Kafilah Perdamaian setempat Hasanuddin atau dikenal Ustad Hasan Amir, yang juga pimpinan Pondok Pesantren Alamanah Poso, sebagai narasumber dalam FGD tentang tangkal radikalisme menuju Indonesia maju, berlangsung di Polda Sulteng di Palu, Rabu.

Prof Dr KH Zainal Abidin mengemukakan radikalisme atas nama agama adalah suatu pilihan tindakan yang umumnya dilihat dengan mempertentangkan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok (aliran) agama tertentu.

"Paham radikalisme juga sering diartikan sebagai keberpihakan, kecondongan, mendukung pada satu ide saja," ujar Prof Zainal yang merupakan mantan deklarator perguruan tinggi melawan radikalisme di Bali tahun 2017.

Baca juga: Guru Besar: Fachrul Razi punya strategi dalam berantas radikalisme
Baca juga: FKUB: anggota DPR dapil Sulteng berkontribusi bangun kerukunan


Ketua MUI Kota Palu itu menyebut, ormas keagamaan sebagai wadah kelembagaan umat beragama, dituntut menjalin kemitraan dengan semua pihak untuk memberi pencerahan kepada umat terkait dalam memahami ciri radikalisme.

Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat ini menguraikan beberapa ciri radikalisme. Pertama, eksklusif yakni membedakan diri dari kebiasaan orang kebanyakan.

Kedua, fanatik yaitu menganggap diri paling benar atau selalu merasa benar sendiri, dan menganggap orang lain salah.

Ketiga, cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan, dan keempat yaitu tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain.

"Karena itu, upaya pencegahan harus dimulai dari fase fanatisme. Karena orang-orang yang mudah terindoktrinasi adalah mereka yang terlalu fanatik atau mereka yang terlalu bingung menentukan pilihan," ujar Rois Syuria NU Sulteng itu.

Dirinya menguraikan, perubahan sikap orang dengan gagasan radikal, tidak terjadi dalam satu malam. Melainkan ada proses panjang yang mereka lalui.

"Nah, usia remaja (kisaran 16 sampai 17 tahun), adalah fase yang rentan untuk disusupi dengan ide-ide radikal," katanya.

Karena itu perlu ada deteksi dini. Kemudian, mencegah radikalisme harus dilakukan dengan strategi menerima perbedaan, mengedepankan persamaan, saling percaya dan memahami, moderasi beragama dan membangun kesadaran global.

FGD yang digelar oleh Polda Sulteng juga melibatkan ormas keagamaan, pemuda, mahasiswa dan eks narapidana teroris.

Baca juga: Legislator: yakin TNI solid tangkal radikalisme
Baca juga: Pemkot Palu terus lakukan revitalisasi budaya tangkal radikalisme