Greenpeace kritik Korsel soal pendanaan pembangunan PLTU batubara

id Greenpeace,PLTU batubara,polusi batubara

Greenpeace kritik Korsel soal pendanaan pembangunan PLTU batubara

Campaigner Greenpeace East Asia Seoul Office Minwoo Son (kiri) bersama Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu (tengah) usai memberikan keterangan pers di Jakarta, Senin (25/11/2019). ANTARA/Virna P Setyorini

Jakarta (ANTARA) - Greenpeace mengkritik pendanaan Korea Selatan (Korsel) untuk pembangunan 10 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara di sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, yang polusi udaranya diproyeksikan mampu memicu kematian dini hingga 151.000 jiwa dalam 30 tahun ke depan.

Campaigner Greenpeace East Asia Seoul Office Minwoo Son kepada ANTARA usai memberikan keterangan pers bersama Greenpeace Indonesia di Jakarta, Senin, mengatakan saat pertemuan Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) di Incheon pada 2018, Pemerintah Korsel memang mengatakan akan berbuat lebih banyak untuk memitigasi dan melakukan aksi mengatasi dampak perubahan iklim.

Namun demikian, menurut Minwoo, apa yang mereka lakukan sebenarnya berlawanan, seperti contohnya masih melakukan investasi besar di luar negeri untuk proyek batubara, termasuk di Indonesia.

Pemerintah Korsel memang menyatakan akan meningkatkan hingga 35 persen penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di 2040. Bersamaan dengan itu mereka akan mengurangi jumlah PLTU batubara yang beroperasi di sana dari 45 persen total keseluruhan ke sekitar 20 persen saja.

Namun demikian mereka tidak pernah menyebutkan bagaimana kebijakan pengurangan emisi GRK itu untuk diterapkan di luar negeri.

Laporan baru yang dirilis oleh Greenpeace Asia Timur dari kantor Seoul menyebutkan pendanaan Korsel untuk pembangkit batubara di luar negeri yang sangat berpolusi diproyeksikan dapat menyebabkan 47.000 hingga 151.000 total kematian dini selama 30 tahun di negara-negara seperti Vietnam, Indonesia dan Bangladesh.

Melalui lembaga keuangan publik (PFA), malah membiayai pembangkit listrik tenaga batubara di luar negeri yang dapat melepaskan polusi udara hingga 33 kali lebih buruk daripada yang dibangun di Korea Selatan.
 

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Tata Mustasya mengatakan pembakaran batubara melepaskan partikel polutan yang menembus ke dalam sel darah manusia, merusak setiap organ dalam tubuh, menyebabkan mulai dari demensia hingga membahayakan anak-anak yang belum lahir. Batu bara juga merupakan kontributor terburuk tunggal untuk krisis iklim global.

Salah satu pembiayaan batubara Korea Selatan di Indonesia adalah PLTU Jawa 9 dan 10 dengan kapasitas 2 X 1.000 megawatt (MW), yang berlokasi di Suralaya, Banten. Berdasarkan pemodelan yang dilakukan oleh Greenpeace, jika rencana ekspansi ini tetap dibangun dan beroperasi, diprediksi akan mengakibatkan 4.700 kematian dini selama 30 tahun masa operasi pembangkit listrik tersebut.

Kematian dini tersebut disebabkan oleh berbagai penyakit pernapasan serius akibat debu batu bara yaitu, paru-paru obstruktif kronis, kanker paru, ISPA, diabetes, hingga stroke.