Kualitas demokrasi dan ICOR, tantangan Indonesia maju 2045

id Hasanuddin Atjo

Kualitas demokrasi dan ICOR, tantangan Indonesia maju 2045

Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP memaparkan visi-misi selaku bakal calon gubernur dalam pertemuan tertutup dengan Tim Penjaringan Bacagub DPD PDIP Sulteng di Palu, Selasa petang (26/11) (ANTARA/Rolex Malaha)

Pasangan terpilih harus memiliki tiga pilar kompetensi yaitu entepreuner, politik dan birokrat.
Palu (ANTARA) - KUALITAS berdemokrasi dan nilai ICOR (Incremental Capital Output Ratio) menjadi tantangan utama menuju Indonesia maju atau Indonesia Emas pada 2045. 

Diprediksi pada tahun itu pendapatan per kapita masyarakat Indonesia sekitar 23.000 dolar AS atau bertambah 19.000 dolar dari tahun 2018 sebesar 4.000 dolar AS.

Ini merupakan lompatan pendapatan yang luar biasa dan harus diperjuangkan bersama untuk diwujudkan melalui proses eliminasi tantangannya secara bersama-sama.

Prof. Budiono, Wakil Presiden Republik Indonesia 2009-2014 mengemukakan bahwa demokrasi akan berkualitas bila pendapatan perkapita sebuah negara minimal 6.000 dolar AS atau setara Rp84 juta rupiah per tahun (kurs Rp14.000 per dolar). Artinya untuk memenuhi syarat itu masih diperlukan tambahan pendapatan per kapita minimal 2000 dolar AS lagi. 

Pertanyaan kemudian yang patut didiskusikan dan disosialisasikan adalah (1) bagaimana skenario pembangunan menuju ke arah sana, (2) bagaimana skenario berdemokrasi yang harus dibangun agar pimpinan daerah yang terpilih dalam Pilkada lebih kepada standar kualitas. 

Selanjutnya politik transaksional ditingkat masyarakat yang semakin menjadi-jadi harus diminimalkan melalui sejumlah edukasi.

Baca juga: Opini: Nilai ICOR Indonesia tinggi tapi minat investor rendah
Baca juga: Tekad Jokowi wujudkan Indonesia Hebat 2045 dan peran Sulawesi Tengah


Skenario Jokowi-Ma’ruf

Presiden Joko Widodo dan wakilnya Ma’ruf Amin telah menetapkan visi-misi menuju Indonesia Maju, Indonesia Emas 2045, arahan pembangunan lima tahunan serta agenda Pembangunan tahun 2019-2024.

Ada sembilan visi-misi presiden yaitu Peningkatan kualitas manusia Indonesia; struktur ekonomi yang produktif, mandiri dan berdaya saing; pembangunan yang merata dan berkeadilan; mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan; kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa; penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga; pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya. Sinergi pemerintah daerah kerangka Negara Kesatuan.

Selain itu Presiden terpilih untuk lima tahun ke depan juga telah mengarahkan kepada lima fokus yaitu Pembangunan SDM; Pembangunan Infrastruktur; Penyederhanaan Regulasi; Penyederhanaan Birokrasi dan ; Transformasi Ekonomi. 

Selanjutnya ditetapkan tujuh agenda pembangunan yaitu ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan berkualitas dan berkeadilan; pengembangan wilayah untuk mengurangi kesenjangan; SDM berkualitas dan berdaya saing; revolusi mental dan pembangunan kebudayaan; infrastruktur untuk ekonomi dan pelayanan dasar; lingkungan hidup, ketahanan bencana dan perubahan iklim dan; stabilitas Polhukhankam dan transformasi pelayanan publik.

Baca juga: Opini - Kualitas data syarat bersaing di era industri 4.0 dan society 5.0

Pesta Demokrasi 2020 dan 2024

Pimpinan Daerah terpilih harus selaras dengan skenario yang dibangun oleh Presiden-Wapres menuju Indonesia Emas 2045. Karena itu pasangan pimpinan daerah dalam Pilkada di tahun 2020 dan 2024 lebih kepada standar kualitas dan saling melengkapi, agar terbangun landasan membangun ekonomi di daerah yang lebih inklusif. 

Pasangan terpilih harus memiliki tiga pilar kompetensi yaitu entepreuner, politik dan birokrat. Syaratnya pasangan terpilih harus berasal dari kalangan politik-entepreuner dan birokrat-entepreuner. Pasangan ini diyakini dapat membangun frekuensi yang sama dengan pimpinan nasional.

Investasi pada seluruh wilayah NKRI secara merata menjadi salah satu syarat terwujudnya Indonesia maju di tahun 2045. Sayangnya Indonesia saat ini memiliki nilai ICOR yang tinggi, sehingga bukan menjadi tujuan utama investasi asing. 

Tahun 2018 nilai ICOR Indonesia meningkat menjadi 6.6 yang bermakna untuk setiap pertambahan 1 (satu) unit output dibutuhkan tambahan 6.6 (enam koma enam) unit input. Sementara itu di Vietnam hanya sekitar 4.4, sehingga investor asing lebih tertarik berinvestasi di negara tersebut. 

Nilai ICOR antara lain dipengaruhi oleh tingkat suku bunga pinjaman, regulasi perizinan yang panjang dan berbelit, harga lahan yang mahal karena ulah spekulan, ketersediaan sumberdaya manusia belum sesuai standar, serta dukungan infrastruktur dasar yang lemah. 

Karena itu kepala daerah-kepala daerah terpilih harus mampu menekan nilai ICOR agar daerahnya menjadi tujuan investasi. Semua berpulang kepada sang pemilik hak suara dan hak usung. Semoga!! (* Hasanuddin Atjo, Ketua Ispikani Sulteng)

Baca juga: Kelor di tengah kemiskinan dan stunting, peluang dan tantangan pascabencana
Baca juga: Opini: Daerah akan maju bila tata kelola 'up-date'