Gerakan Memuliakan Tanah, tanda bakti kepada sang Ibu Pertiwi

id Gerakan memuliakan tanah, ibu pertiwi,polusi bumi ,pemanfaatan limbah bumi

Gerakan Memuliakan Tanah, tanda bakti kepada sang Ibu Pertiwi

Ilustrasi bentang alam di Danau Toba, Sumatera Utara. ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Jakarta (ANTARA) - Tanah atau bumi dalam pustaka kuno diidentikkan dengan perempuan atau ibu. Karena itu, ada istilah Ibu Pertiwi atau Motherland. Udara atau angkasa yang letaknya di atas diidentikkan dengan laki-laki atau bapak. Maka, doa orang purba dulu berbunyi: Ibu Pertiwi, Bapa Angkasa. Doa ini ternyata digunakan oleh orang-orang dulu di seluruh dunia. Dalam sebuah penerbitan di Amerika Serikat tertulis doa suku Indian sebagai berikut: Mother Land and Father Heaven.

Perempuan juga diidentikkan dengan kesabaran, kerelaan, kepasrahan dan atau ketidakberdayaan.

Persis seperti bumi kita: diinjak-injak, digali, dikencingi, digarap semaunya dan dipasangi paku-paku bumi untuk tiang pancang gedung-gedung pencakar langit. Tanah tidak mengeluh, menerima saja.

Tanah kita sudah lelah, over exploited, tanpa istirahat, dibanjiri pupuk dan obat kimia untuk kejar target produksi. Mari kembali ke alam, back to nature, mengolah tanah dengan penuh kasih melalui Pertanian Organik Terpadu (POT).

Terdorong oleh kesadaran untuk mencintai kelestarian bumi, warisan lintas generasi, DD (Dompet Dhuafa) bekerjasama dengan LKF (Lembah Kamuning Farm) menyelenggarakan serangkaian pelatihan POT untuk membuat POC (Pupuk Organik Cair) melalui pembiakan MOL (Mikro Organisme Lokal) dari bahan-bahan alami yang banyak tersedia di desa- desa.

Salah satu pelatihan itu dilakukan di Rumah Belajar DD di Desa Rejosari, Kabupaten Madiun dari tanggal 12-15 Desember 2019, diikuti oleh sekitar 20 petani, laki-laki dan perempuan.

Terlalu banyak zat kimia
Masalah terbesar di dunia pertanian saat ini adalah lelahnya tanah yang dibebani tanggung jawab, tetapi tidak dipelihara dengan baik. Di Desa Rejosari, Kab. Madiun, contohnya.

Nasibnya sama dengan yang dialami petani di desa-desa lain. Tanah sawah mereka mengalami degradasi (penurunan) kesuburan.

Hal ini ditandai dengan beberapa hal, antara lain sudah tidak ada lagi belut dan cacing di sawah. Petani sudah lama tidak menjumpai dan bisa merasakan lezatnya daging belut.

Ketiadaan cacing pertanda tanah sawah di Desa Rejosari menuju kerusakan ekologi. Alam bereaksi sesuai apa adanya bila ada yang mengganggu ekologi.

Untuk memahami ekologi, pada pelatihan pertanian sehat ini dipraktekkan dengan simulasi yang diperankan oleh para petani yang menjadi peserta. Dengan simulasi ini, diharapkan mereka bisa memahami dengan baik.

Dalam mempelajari ekologi, orang harus tahu apa saja yang menyebabkan hancurnya mikro organisme.

Penyebab hancurnya jasad renik (mikro organisme) karena pupuk sintetis yang digunakan tanpa pendampingan aturan yang jelas.

Ditambah lagi dengan ditumpahkannya insektisida dan herbisida ke tanah sawah tanpa pengawasan. Hal itulah yang menjadi sebab hancurnya kehidupan (biota) di tanah sawah dan putusnya rantai ekologi.

Pagi-pagi, 13 Desember 2019, di hari kedua pelatihan pertanian organik terpadu, para petani sudah antusias hadir. Mereka tak sabar ingin mengikuti pelatihan lanjutan yang membawa solusi bagi Desa Rejosari.

Dampak dan manfaat pelatihan dari LKF dan DD, di bawah bimbingan langsung ahlinya, Sudarmoko, sudah dirasakan.

Pada hari kedua pelatihan para peserta semakin antusias. Kali ini instruktur pelatih dari LKF mengajak peserta melihat langsung bagaimana kondisi tanah sawah asal Desa Rejosari.

Ada tiga tanah yang berbeda dimasukkan ke dalam media botol bekas air mineral. Di atas botol dipasang balon yang sudah ditiup. Selang beberapa menit, dua dari tiga balon mulai mengempis.

Udara masuk ke tanah yang berada di dalam botol. Sedangkan satu balon dari botol yang berisi tanah sawah Rejosari, balonnya tidak mengempis, karena tanahnya tidak mempunyai rongga.

Tanah-tanah di Indonesia tergolong tanah asam yang miskin bahan organik. Menurut penelitian World Bank, kandungan bahan organik tanah-tanah khususnya di Jawa semakin menipis karena penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dan kurang memasukkan bahan-bahan organik di lahan pertanian, pada dasarnya pupuk kimia memang diperlukan, namun harus seimbang.

Berapa lama rehabilitasi tanah diperlukan? Cukup dua minggu dengan material yang lengkap, yaitu: kompos, zeolite, dan MOL. Bahan baku untuk pembiakan MOL melimpah di desa.

Di hari ketiga pelatihan, para petani diajak untuk memahami materi isolasi bakteri yang akan digunakan untuk merehabilitasi tanah sawah.

Bahan baku untuk merehabilitasi tanah adalah: bonggol pisang, rebung bambu, keong emas, daun kelor, nasi yang belum matang, buah-buahan sisa yang dibuang di pasar, dan buah maja.

Pembuatan Pupuk Cair
Tanggal 14 Desember 2019, sejak pukul 08.00 setelah pengarahan cukup, terus mulai pelatihan untuk mengerjakan pembuatan MOL.

Buah maja yang hanya ada di kuburan, diambil dan dibuat MOL. Awalnya ada ketakutan, tetapi setelah diberi pengertian, sahabat-sahabat petani paham dan giat melakukan tugas.

Bahan-bahan tersebut dipotongi, lalu ditumbuk dan dicampur cairan pususan beras, air kelapa dan molases (tetes tebu).

Setelah itu akan berkumpul mikro organisme yang dapat membantu petani membuat makro hara: N, P, dan K, serta mikro hara: Fe, Br, Mg, Su, C, dan sebagainya.

Pupuk Organik Cair (POC) isinya bakteri yang kelak menolong petani membuat nutrisi tanaman N, P, K dan lain-lain. Ragi adalah jamur, jadi tidak digunakan. Bahan-bahan yang ditumbuk itu sudah penuh dengan bakteri.

Bila diberikan makanan yang berkarbohidrat, bakteri berkembang biak luar biasa. Ada istilah di perguruan tinggi probiotic dan prebiotic. Probiotic adalah bakterinya. Prebiotic adalah makanannya.

Bukti jika bakteri sudah banyak, pupuk cair dites elektro dan lampu menyala (lihat kolase foto). Ternyata cara untuk memuliakan Ibu Pertiwi tidak terlalu sudah dan murah. Mari kita mulai!

*) Parni Hadi adalah wartawan senior, mantan Pemimpin Umum LKBN ANTARA, dan Inisiator/Ketua Pembina Dompet Dhuafa