Perajin Sarung Tenun Minta Perhatian Pemerintah

id sarung tenun, Donggala, DPRD Sulteng

Perajin Sarung Tenun Minta Perhatian Pemerintah

Seorang penenun menggulung benang kain tenun Donggala di Watusampu, Ulujadi, Palu. Kamis (13/6). Industri kain tenun Donggala khas Sulawesi Tengah itu sulit berkembang karena kesulitan modal usaha. Akses ke perbankan tidak dimungkinkan karena sejumlah syarat administrasi yang tidak dapat dipenuhi se

"Sarung Donggala ini ciri khas sarung Sulawesi Tengah yang sudah turun temurun dikerjakan oleh masyarakat, sementara di sisi lain mereka masih kurang mendapat perhatian," kata Lusy Shanty.
Palu (antarasulteng.com) - Perajin sarung tenun Donggala di Kota Palu, Sulawesi Tengah, meminta perhatian serius pemerintah daerah setempat agar memperkuat usaha mereka baik dari sisi permodalan maupun akses pasar.

"Sarung Donggala ini ciri khas sarung Sulawesi Tengah yang sudah turun temurun dikerjakan oleh masyarakat, sementara di sisi lain mereka masih kurang mendapat perhatian," kata anggota Komisi II Bidang Ekonomi DPRD Sulawesi Tengah Lusy Shanti setelah rapat paripurna penyampaian hasil reses di Palu, Selasa.

Penyampaian hasil reses tersebut disampaikan berdasarkan daerah pemilihan masing-masing anggota DPRD.

Lusy Shanti mengatakan untuk daerah pemilihan Kota Palu, khususnya di Kelurahan Watusampu, salah satu yang menjadi keluhan masyarakat adalah pembinaan industri sarung tenun Donggala yang belum maksimal.

Politisi perempuan dari Partai Demokrat itu mengatakan masalah yang dihadapi penenun di Watusampu adalah akses permodalan dan pasar.

Dia mengatakan sejumlah kepala keluarga di Watusampu sudah menggantungkan ekonominya dari sarung tenun Donggala tersebut.

Lusy mengatakan dirinya khawatir jika sarung tenun ini tidak diperkuat akan semakin ditinggalkan masyarakat karena semakin sedikit pelaku usahanya.

Satu sarung tenun biasanya dikerjakan empat sampai lima hari, sementara harga jualnya berkisar Rp300 ribu sampai Rp400 ribu per lembar.

Dia mengatakan sarung tenun Donggala atau biasa dikenal masyarakat dengan `buya sabe` tidak hanya dilestarikan sebagai bagian dari peninggalan sejarah tetapi sudah harus dijadikan industri sehingga bisa menopang ekonomi para pelakunya.

Lusy mengatakan untuk menjadikan sarung tenun Donggala supaya bisa bersaing di pasar pakaian produksi pabrik perlu upaya serius dari pemerintah daerah baik di kabupaten maupun provinsi.

"Supaya bisa bersaing kualitasnya harus ditingkatkan. Ini sudah butuh sentuhan teknologi karena masih sulit dijangkau pengrajin. Di sinilah pentingnya peran pemerintah daerah," katanya.

Selain mengeluhkan minimya perbaikan mutu dan akses pasar sarung tenun, warga Watusampu juga meminta perhatian pemerintah untuk merenovasi gedung budaya di Watusampu.

Lusy mengatakan gedung tersebut selama ini merupakan salah satu pusat kegiatan masyarakat setempat. ***