Jakarta (ANTARA) - Pemerintah bisa melakukan analisis risiko COVID-19 dengan menghitung jumlah orang yang masuk ke Indonesia dari negara terdampak virus tersebut, kata ahli epidemiologi atau ilmu tentang penyebaran penyakit menular, Tri Yunis Miko Wahyono.
"Risiko itu tergantung pada jumlah orang yang masuk dari negara terdampak, yang ada kasusnya. Itu harus dihitung. Kalau Indonesia dibanding Singapura, risikonya lebih tinggi Indonesia karena jumlah orang yang masuk lebih tinggi tapi kasus di Singapura lebih banyak," kata akademisi Universitas Indonesia itu ketika ditemui dalam diskusi tentang COVID-19 di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, wabah penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru terjadi pada akhir 2019. COVID-19 pertama kali muncul di Wuhan, China dan sampai saat ini per Kamis (20/2) malam telah menginfeksi 75.752 orang di 26 negara dengan 74.579 kasus tercatat di daratan China.
Total 2.130 orang meninggal karena penyakit tersebut dan 16.882 orang dinyatakan sembuh dari COVID-19 setelah menjalani perawatan.
Indonesia sejauh ini sudah menutup penerbangan dari dan ke China sejak awal Februari untuk mengurangi risiko penularan wabah yang disebabkan virus corona itu. Tapi sejauh ini, belum ada peringatan untuk negara lain yang sudah terkonfirmasi memiliki kasus positif COVID-19.
Singapura sudah bisa melakukan tracking atau pelacakan karena sudah memiliki kasus, sementara Indonesia sejauh ini belum memiliki dugaan kasus yang terkonfirmasi sebagai COVID-19.
Sejauh ini sudah ada 112 sampel yang diperiksa oleh Kementerian Kesehatan dengan 110 sudah dinyatakan negatif dari COVID-19.
Indonesia sendiri sudah memiliki alat PCR untuk mendeteksi wabah itu dan sudah terakreditasi oleh World Health Organization (WHO).
Alat PCR itu dapat digunakan juga tidak hanya untuk mendeteksi COVID-19 tapi juga penyakit lain yang disebabkan oleh virus corona jenis lain seperti SARS dan MERS, yang sama-sama menyerang pernapasan.
"Artinya jika dinyatakan positif oleh PCR itu salah satu keluarganya corona virus terdeteksi, meskipun tidak spesifik COVID-19. Artinya jika dinyatakan negatif di PCR berarti semua keluarganya corona virus tidak ada," kata Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Faqih yang hadir dalam diskusi yang diselenggarakan Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) itu.
Berita Terkait
BRIN-APEC bahas adopsi kecerdasan buatan dalam penanganan COVID-19
Selasa, 9 Mei 2023 7:44 Wib
Ini dia varian baru virus corona Arcturus muncul di Rusia
Rabu, 19 April 2023 11:47 Wib
KKP Palu pastikan stok vaksin meningitis cukup hingga Desember2022
Jumat, 14 Oktober 2022 23:05 Wib
Presiden RI beri nama produk vaksin COVID-19 dalam negeri Indovac dan Inavec
Jumat, 26 Agustus 2022 16:23 Wib
Kemenkes: Sikapi kenaikan kasus di tengah pandemi sebagai waspada
Senin, 13 Juni 2022 22:12 Wib
Satgas: Sulut bertambah satu kasus baru COVID-19
Senin, 6 Juni 2022 7:10 Wib
Satgas Sulut: Vaksinasi turunkan kasus COVID-19 pascalibur Idul Fitri
Senin, 30 Mei 2022 8:28 Wib
Satgas COVID-19 Sulteng: Harkitnas 2022 momentum lawan pandemi corona
Jumat, 20 Mei 2022 17:36 Wib