Rumah itu belum direhabilitasi karena belum ada uangnya sama sekali. Kami sudah coba berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) karena proses validasi dan data sudah lengkap maka tinggal menunggu kabar dari kementerian Keuangan
Mataram (ANTARA) - Sore itu, matahari sudah condong ke barat. Jelang sore yang tenang, di sebuah rumah yang terbuat dari kayu di Desa Senayan Kecamatan Poto Tano, tepat setahun setelah gempa berkekuatan 6,9 SR mengguncang tanah Pariri Lema Bariri pada 19 Agustus 2018 lalu.

Dua orang anak duduk bersama seorang laki-laki paruh baya. Laki-laki itu tengah berbincang seakan memberi semangat kepada kedua anak tersebut.

Sekilas mereka tampak biasa saja, kalau saja orang-orang tidak melihat langsung ke arah mata mereka yang masih menyimpan luka akan peristiwa tragis.

Dua orang anak tersebut adalah Qiren Udiyah Amri (12) kelas VI di SD Negeri 2 Kecamatan Seteluk, dan Muammar Irsyad Mujaddid (10) duduk di kelas IV SD Negeri 2 Seteluk. Kedua anak tersebut adalah anak dari Sri Rahayu (35) korban bencana gempa yang meninggal dunia akibat ditimpa runtuhan bangunan rumahnya.

Kiren dan Muammar mempunyai kakak yang bernama Shofy Farha Aulia (16) yang saat ini masih duduk di kelas X di Pondok Al Aziziyah Gunung Sari Lombok Barat.

Gempa terjadi pada pukul 22.56 WITA, Saat itu Shofy bersama ke dua adiknya bermain di ruang keluarga, sedangkan ibunya tengah menonton TV. Ayah mereka saat itu tidak berada dirumah. "Tiba-tiba terasa getaran keras, saya ibu dan muammar panik, Kak Shofy duluan ke luar," tutur Qiren menceritakan kisah pilunya.

Ketika Qiren dan Muammar bersama ibunya hendak menggapai pintu depan, saat itulah reruntuhan bangunan jatuh menimpa ibunya. "Ibu terkena runtuhan tembok itu, Muamar juga hampir kena dan saya kena sedikit," ungkap Qiren yang ditemani bibinya sambil memperlihatkan bekas luka setahun yang lalu.

Tetapi takdir berkata lain, nyawa ibunya tidak dapat tertolong dan meninggal dunia beberapa saat setelah berada di Puskesmas dengan luka di bagian kepala yang parah.

Baca juga: Kepala BNPB puji penanganan pascabencana gempa di NTB

Baca juga: LSM: Progres rehabilitasi rekonstruksi pascagempa NTB berjalan lambat

 

Jusuf Kalla resmikan sekolah dan masjid ramah gempa




Validasi data

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mencatat gempa yang terpusat di 8.28 LS 116.71 BT, 30 Km Timur Laut Lombok Timur Nusa Tenggara Barat tersebut mengakibatkan sebanyak 18.430 unit rumah rusak akibat bencana tersebut.

Angka tersebut dibagi ke dalam tiga jenis kerusakan, Rusak Berat (RB) 1.286 rumah, Rusak Sedang (RS) sebanyak 3.835 unit, sementara yang paling banyak yaitu Rusak Ringan (RR) sebanyak 13.395 rumah.

Menurut Kepala BPBD KSB, Lalu Muhammad Azhar, satu-satunya kabupaten di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang memiliki data valid jumlah kerusakan adalah KSB.

“Kita sudah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap rumah terdampak gempa dibantu oleh ratusan Fasilitator gempa dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan petugas rekompak dari Kementerian PUPR,” kata Lalu Azhar.

Dari total 18.430 unit rumah rusak, pemerintah KSB telah melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap rumah RB sebanyak 796 rumah atau 86 persen, sisanya 490 rumah RB yang belum direhabilitasi. Kemudian untuk rumah RS 1.926 rumah, telah direhabilitasi atau sekitar 78 persen dari 3.835 unit.

Sedangkan untuk rumah RR baru direhabilitasi sebanyak 3.450 rumah dari 13.395 rumah, artinya sekitar 10.155 rumah RR yang belum direhabilitasi.

“Rumah itu belum direhabilitasi karena belum ada uangnya sama sekali. Kami sudah coba berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) karena proses validasi dan data sudah lengkap maka tinggal menunggu kabar dari kementerian Keuangan untuk pengiriman sisa uangnya,” tutur Lalu Azhar.

Sementara total kerugian yang dialami KSB akibat gempa tersebut yaitu sebanyak Rp294 miliar dan dana yang baru ditransfer oleh pemerintah pusat adalah Rp169,5 miliar. Sehingga masih tersisa Rp123 miliar yang belum ditransfer untuk merehabilitasi sekitar 12.258 rumah yang belum direhabilitasi.

Baca juga: Polisi NTB siap pidanakan "pemain nakal" program rumah tahan gempa

Baca juga: Hadapi bencana NTB susun rencana kontingensi



Rekrut fasilitator

Kebijakan dari pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mempercepat rehabilitasi dan rekonstruksi rumah terdampak gempa dengan merekrut fasilitator sebanyak 200 orang untuk membantu pemerintah daerah membangun kembali rumah warga dirasa tepat, karena dengan adanya fasilitator proses validasi dan rekonstruksi berjalan sangat cepat.

Ini juga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat yang berkompeten dalam bidang rekonstruksi bahkan masyarakat sipil. Oleh BPBD KSB para fasilitator tersebut diberikan bimbingan teknis tentang rekonstruksi bangunan tahan gempa agar proses pembangunan dan hasilnya maksimal.

Selain fasilitator yang juga memiliki peran signifikan pasca Gempa tersebut adalah anggota TNI dan Polri.

Kapolres Sumbawa Barat, AKBP Mustofa langsung menerjunkan ratusan anggota untuk membantu warga di lokasi bencana, menjaga keamanan warga serta memberikan bantuan moril dan meteri.

Polres juga rutin mendistribusikan air bersih kepada warga. Dua unit mobil tangki milik polres KSB ditambah mobil tangki Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) membantu puluhan ribu korban.

Hal yang sama dilakukan oleh Dandim 1628/Sumbawa Barat, Letkol CZI Eddy Oswaronto. Puluhan personil dikerahkan untuk membantu pembersihan puing-puing bangunan pada saat itu, dan memberikan rasa aman kepada warga terdampak.

Anggota Kodim 1628/SB juga terbantu oleh kehadiran 175 orang personil TNI dari Batalyon Zeni Tempur 9/Kostrad Bandung.

Anggota tersebut mendukung Kodim 1628/SB dan memberikan bantuan alat berat (excavator dan dozer).

Anggota Batalyon Zeni Tempur 9/Kostrad membantu warga terdampak dari tanggal 1 September hingga 19 November 2018 dengan rincian kegiatan seperti perobohan bangunan Rusak Berat dengan menggunakan alat berat di tujuh kecamatan di KSB, pembangunan rumah instan sederhana sehat (risha), pembangunan rumah tradisional, pembangunan masjid di Kecamatan Poto Tano, dan pabrikasi risha di Balai Latihan Kerja Poto Tano.

Melalui kerja gotong royong itu, mimpi horor musibah bencana alam itu dapat teratasi dan masyarakat pun bangkit kembali untuk mengejar masa depan yang lebih baik.*

Baca juga: Gubernur NTB serahkan 60.299 rumah tahan gempa

Baca juga: Kasad : TNI AD siap bantu Pemprov NTB menuntaskan Rehab Rekon

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019