Ekonomi dunia itu kan terintegrasi seperti halnya ada penyakit pasti akan menular dan punya efek, misalnya kaki kita terluka ya pasti otomatis bagian tubuh lain juga akan merasakan, maksudnya terintegrasi seperti itu.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan bahwa resesi ekonomi yang terjadi di Turki secara tidak langsung memiliki potensi memperlambat kinerja ekspor Indonesia karena perekonomian dunia bersifat terintegrasi.

“Ekonomi dunia itu kan terintegrasi seperti halnya ada penyakit pasti akan menular dan punya efek, misalnya kaki kita terluka ya pasti otomatis bagian tubuh lain juga akan merasakan, maksudnya terintegrasi seperti itu,” katanya saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.

Enny menjelaskan, perlambatan ekonomi di Turki berkontribusi terhadap perlambatan ekonomi dunia sehingga akan menyebabkan penurunan permintaan dunia yang menjadi salah satu faktor penurunan harga-harga komoditas.

“Kalau harga komoditas turun otomatis kinerja ekspor Indonesia juga melambat,” ujarnya.

Senada dengan Enny, Peneliti (Indef) Ahmad Heri Firdaus juga menyebutkan bahwa resesi ekonomi Turki akan berpotensi membuat kinerja ekspor di Indonesia semakin melambat selain ada perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

“Pasti, Turki tidak resesi saja ekonomi kita turun karena dua langganan kita yaitu China dan Amerika Serikat sedang berseteru sehingga membuat peta perdagangan berubah,” katanya.

Baca juga: Pengamat: pasar Asia jadi potensi tujuan ekspor Indonesia

Namun, menurut Heri, hal tersebut tidak secara langsung berdampak terhadap Indonesia karena hubungan ekonomi dengan Turki relatif kecil dibandingkan dengan China, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan India yang merupakan mitra utama Indonesia.

“Kalau negara-negara mitra utama kita mengalami perlambatan maka itu akan mengganggu perekonomian kita,” ujarnya.

Selain itu, Heri menyebutkan bahwa sebenarnya kondisi ekonomi Indonesia masih diuntungkan dengan dominasi dari sisi faktor domestik yaitu konsumsi rumah tangga yang mencapai sekitar 80 persen, sedangkan faktor seperti ekspor, impor, dan investasi hanya berkontribusi sebanyak 20 persen.

Hal tersebut berbeda dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia karena ketergantungan pada keterbukaan perdagangannya yaitu volume ekspor dan impor yang mencapai dua kali lipat dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Kalau ekonomi kita tidak terlalu tergantung pada ekspor karena masih banyak konsumsi dalam negeri yang bisa dioptimalkan,” katanya. Sebelumnya, Turki resmi masuk masa resesi karena pada kuartal II periode April hingga Juni 2019 mengalami pertumbuhan ekonomi negatif 1,5 persen year-on-year (YoY) dan kuartal sebelumnya juga mengalami negatif 2,4 persen YoY.
Baca juga: Ekonom sebut ekspor bisa digenjot bila manufaktur dibenahi

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019