Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menilai kondisi kegentingan yang dibutuhkan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) adalah hak subjektif Presiden Joko Widodo.

"(Kegentingan) itu gampang, kan memang sudah agak genting sekarang, itu hak subjektif presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu. Presiden menyatakan keadaan masyarakat dan negara seperti ini dan saya harus ambil tindakan (menerbitkan perppu) itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu," kata Mahfud MD di Istana Merdeka Jakarta, Kamis.

Baca juga: Ribuan mahasiswa Bali berunjuk rasa tolak RKUHP dan Revisi UU KPK

Baca juga: Bima Arya desak Jokowi keluarkan perpu batalkan revisi UU KPK

Baca juga: Presiden Jokowi pertimbangkan terbitkan Perppu KPK

Baca juga: Presiden persilakan masyarakat sampaikan masukan kepada DPR


Mahfud MD menyampaikan hal tersebut seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo bersama dengan para tokoh nasional.

Dalam pertemuan itu dibahas opsi untuk menerbitkan perppu atas UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.

"Khusus untuk KPK tadi mendiskusikan beberapa opsi. UU KPK sudah disahkan melalui prosedur konstitusi yang sah tapi masih bermasalah ternyata, tidak cocok atau tidak bersesuaian dengan kehendak masyarakat pada umumnya. Oleh ribuan dosen, ratusan guru besar, puluhan ribu mahasiswa, gerakan 'civil society' dan sebagainya menyatakan itu belum bisa diterima dan diterapkan masyarakat jadi kita pertimbangkan opsi-opsi menyelesaikan itu," tambah Mahfud.

Menurut Mahfdu, opsi pertama adalah melakukan "legislative review".

"Artinya ya nanti UU itu disahkan kemudian dibahas pada berikutnya biasa terjadi revisi UU," ungkap Mahfud.

Kedua adalah "judicial review" (uji materi) melalui Mahkamah Konsitusi.

"Lalu ada opsi lain yang tadi cukup kuat disuarakan yaitu lebih bagus mengeluarkan perppu agar (UU) itu ditunda dulu sampai ada suasana yang baik untuk membicarakan isinya, substansinya. Karena ini kewenangan presiden, kami hampir sepakat menyampaikan usul itu, Presiden sudah menampung dan pada saatnya yang memutuskan istana dan kami akan menunggu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," jelas Mahfud.

Namun Mahfud tidak dapat memastikan kapan Presiden akan mengeluarkan perppu UU KPK tersebut.

Baca juga: KPK pastikan lima pimpinan tetap jalankan tugas

"Nanti biar diolah lagi, ada tim hukumnya istana," ungkap Mahfud.

Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi menyampaikan akan mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu UU KPK.

"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan-masukan juga yang diberikan kepada kita utamanya memang masukan itu berupa penerbitan perppu, tentu saja ini akan kita segera hitung, kalkulasi," kata Presiden Jokowi.

Dalam Pasal 22 UUD RI 1945 menyebutkan perppu mempunyai fungsi dan muatan yang sama dengan undang-undang dan hanya berbeda dari segi pembentukannya saja karena dibentuk oleh Presiden namun tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat karena ada suatu hal yang sangat genting.

KPK menyebutkan setidaknya ada 26 masalah dari revisi UU no 30 tahun 2002 tentang KPK.

Baca juga: KPK mengidentifikasi 26 persoalan dalam revisi UU KPK

Baca juga: Saut Situmorang ungkap alasan kembali bertugas di KPK

Baca juga: KPK sebut hambatan investasi Indonesia adalah korupsi

Baca juga: Semester I 2019 KPK selamatkan keuangan daerah Rp28,7 triliun


Sejumlah tokoh yang hadir menemui presiden antara lain budayawan Goenawan Mohamad, praktisi hukum Nono Makarim, budayawan Butet Kartaradjasa, advokat Albert Hasibuan, Omi Kamaria Nurcholis Madjid, Heny Supolo, peneliti LIPI Mochtar Pabottinggi, rohaniwan Franz Magnis Suseno, Abdillah Toha, Zumrotin K. Susilo, Sudamek, Teddy Rachmat.

Selanjutnya Erry Riana Hadjapamekas, artis senior Christine Hakim, cendekiawan muslim Quraish Shihab, penulis Toety Heraty, Alissa Wahid, Saparinah Sadli, Slamet Raharjo, pakar hukum tata negara Mahfud MD, Natalia Subagyo, pengusaha Arifin Panigoro, ekonom Emil Salim, Harry Tjan Silalahi, akademisi muslim Azyumardi Azra, budayawan Nyoman Nuarta.

Kemudian Kuntoro Mangkusubroto, Ismid Hadad, mantan jaksa agung Marsilam Simanjuntak, budayawan Jajang C. Noer, putri Gusdur Alisa Wahid, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, Clara Yuwono, Munir Mulkhan, Tri Mumpuni, Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari, mantan menteri luar negeri Hassan Wirayudha, Manuel Kasiepo dan Bachtiar Aly.

Sedangkan Presiden Jokowi didampingi oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, staf khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019