Jakarta (ANTARA) - Selain upaya pencegahan dan pemadaman api,  kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyegel 62 lahan perusahaan yang terbakar sebagai bentuk proses penegakan hukum.

Hingga 25 September 2019, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK telah menyegel 56 lahan yang terbakar milik perusahaan. Selanjutnya, data terbaru pada 28 September 2019, bertambah menjadi 62 lahan perusahaan yang telah disegel sebagai hasil kerja tim penegakan hukum di lapangan.

Baca juga: KLHK segel lahan perusahaan sawit Malaysia yang diduga dibakar di Riau

Baca juga: KLHK segel 10 lahan konsesi yang terbakar di Kalimantan Barat


Berdasarkan cuitan akun resmi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (@KementerianLHK), Minggu, Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani kembali menyegel lahan konsesi yang terbakar di Provinsi Jambi.

Tertulis lahan tersebut milik PT Kaswari Unggul yang dalam cuitan tersebut disebutkan sebelumnya juga sudah digugat karena kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2015.

Sementara itu, satelit Modis yang digunakan BMKG yang menjadi standar kondisi cuaca di ASEAN menunjukkan pada 23 September 2019 jumlah titik panas atau hotspots seluruh Indonesia berjumlah 1.374, di mana di Riau terdapat 134 titik, di Jambi 324 titik, di Sumatera Selatan 337 titik, di Kalimantan Barat 20 titik, di Kalimantan Tengah 279 titik, dan di Kalimantan Selatan 49 titik, serta di Kalimantan Timur 11 titik.

Untuk 25 September 2019, di Riau dan enam wilayah prioritas penanganan karhutla nasional lainnya, semuanya mengalami penurunan. Secara nasional jumlah titik api pada 25 September 2019, mencapai 554, dengan sebaran di Riau 68 titik, di Jambi 15 titik, di Sumatera Selatan 13 titik, di Kalimantan Barat 9 titik, di Kalimantan Tengah 268 titik, di Kalimantan Selatan 39 titik, di Kalimantan Timur 60 titik.

Baca juga: KLHK sebut titik api berkurang karena TMC

Pada 26 September, satelit Modis menangkap kenaikan jumlah titik panas, di mana pada pukul 18.55 WIB, satelit mencatat ada 915 titik panas di seluruh Indonesia, dengan Riau tanpa titik panas, di Jambi 33 titik panas, di Sumatera Selatan 18 titik api, di Kalimantan Barat 59 titik panas, di Kalimantan Tengah 674 titik panas, di Kalimantan Selatan 28 titik panas, di Kalimantan Timur 38 titik panas.

Selanjutnya penurunan kembali terjadi pada Jumat (27/9), pukul 22.12 WIB, satelit Modis mencatat ada 223 titik panas di seluruh Indonesia, di mana Riau hanya terdeteksi memiliki sembilan titik panas, di Jambi 96 titik, terdapat delapan titik panas di Sumatera Selatan, di Kalimantan Barat satu titik, di Kalimantan Tengah satu titik panas, di Kalimantan Selatan satu titik panas, di Kalimantan Timur 33 titik panas.

Baca juga: KLHK tangani karhutla dengan pendekatan titik panas

Pada Sabtu, 28 September 2019, pukul 06.02. WIB, tren penurunan titik panas kembali terjadi. Terdapat 136 titik panas di seluruh Indonesia di mana khusus di wilayah rawan karhutla seperti di Riau terdapat dua titik, di Jambi 17 titik, di Sumatera Selatan tiga titik, di Kalimantan Barat tidak ditemukan titik panas, di Kalimantan Tengah terdapat empat titik, di Kalimantan Selatan satu titik, dan Kalimantan Timur terdapat 27 titik panas.

Sementara itu, pantauan pada Minggu (29/9), sebagian wilayah mengalami kenaikan jumlah hotspots, yaitu Jambi 34 titik, Sumatera Selatan ada 50 titik, Kalimantan Barat ada dua titik panas, Kalimantan Tengah 48 titik panas, dan Kalimantan Selatan 31 titik. Beberapa daerah rawan karhutla juga ada yang mengalami penurunan hotspot yaitu Riau satu titik dan Kalimantan Timur ada 14 titik.

Sehingga pantauan hotspots seluruh Indonesia per hari ini pukul 08.15 WIB tercatat 263 titik. Terhadap wilayah yang mengalami kenaikan hotspots, Menteri LHK Siti Nurbaya sudah meminta perhatian para gubernur, sekaligus terus memantau serta memberi arahan untuk Satgas dan tim lapangan.

Sementara BPPT, BMKG, BNPB, TNI dan Polri serta kementerian terkait terus melakukan kegiatan sesuai bidang tugasnya.

Baca juga: Presiden Jokowi tegaskan pentingnya upaya pencegahan Karhutla

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019