Sistem pertanian digital ini dapat dikontrol melalui smartphone yang merupakan iklim mikro tanaman, mulai dari kelembaban dan temperatur sekitar tanaman, kebutuhan air, hingga intensitas cahaya
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Inovasi bidang pertanian berbasis digital temuan mahasiswa Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (FPP UMM) meraih medali emas di ajang Advanced Innovation Global Competition (AIGC) yang dilangsungkan di Nanyang Tecnological University, Singapura, akhir pekan lalu.

"Prospek pengembangan pertanian semakin terbuka lebar seiring meningkatnya kebutuhan pangan dunia. Namun, di sisi lain, terjadi pengurangan ketersediaan pangan berkualitas dan bersih dari bahan kimia sebagai bahan pangan yang baik bagi kesehatan," kata seorang anggota tim FPP UMM yang berlaga di ajang AIGC di Singapura Faza Abdurrahman Fiddin di Malang, Jawa Timur, Sabtu.

Ia menjelaskan penerapan inovasi pertanian digital menjadi salah satu solusi, sebab dapat digunakan dalam pertanian skala besar maupun kecil, sehingga harapannya dengan ide ini, pertanian Indonesia mampu menyediakan bahan pangan sehat dan dapat menjaga ketahanan pangan.

Faza menjelaskan prototipe inovasi alat pertanian digital yang dibuat menggunakan media tanam "cocopeat" dan sebuah alat yang terbuat dari akrilik untuk menambah kesan futuristik dalam ruangan atau rumah. Sistem pengairannya menggunakan metode irigasi tetes.

"Sistem pertanian digital ini dapat dikontrol melalui smartphone yang merupakan iklim mikro tanaman, mulai dari kelembaban dan temperatur sekitar tanaman, kebutuhan air, hingga intensitas cahaya," katanya.

Faza meyakini teknik ini akan menjadi gaya hidup baru masyarakat urban, setelah sebelumnya banyak yang mulai bertanam tanpa tanah dengan cara hidroponik.

Melalui inovasi itu, kata Faza, bercocok tanam akan lebih mudah, menyenangkan, efisien waktu, tidak memerlukan pekarangan, serta akan mendapatkan pangan organik yang sehat, karena bebas hama, pestisida, dan pupuk kimia.

"Meski sedang bepergian, kita dapat tetap memantau pertumbuhan tanaman dari jarak jauh melalui gawai di tangan. Ke depan alat ini dapat membantu masyarakat urban untuk menyediakan makanan organik di rumahnya. Dengan aktivitas tinggi masyarakat urban, mereka tetap dapat bertani hanya dengan mengontrol menggunakan smartphone," katanya.

Bahkan, katanya, alat ini juga mampu mempercepat pertumbuhan tanaman menggunakan medan elektromagnetik dan bakteri sebagai pupuk penyedia nutrisi tanaman. Inovasi inilah yang pada akhirnya banyak dilirik sejumlah kalangan.

Mahasiswa Program Studi Agroteknologi semester tujuh ini mengatakan dibuatnya teknologi ini untuk membuktikan bahwa pertanian dapat diterapkan dengan berbasis teknologi industri 4.0 yang menuntut untuk digitalisasi semua bidang sekaligus untuk menyediakan bahan pangan segar organik dengan pertumbuhan yang cepat.

Sebab, kata Faza, jika pertanian manual, menanam sayur, misalnya, akan memerlukan waktu sekitar 21 hari untuk panen. Hanya dengan alat ini, panen bisa dilakukan pada 12-14 hari.

Ditanya lebih jauh soal kemungkinan bakal diproduksi massal alat inovatif temuan mereka tersebut, Faza mengaku optimistis. "Produksi massal tentu bisa. Kendalanya ada di pemasaran, sebab akan bersaing dengan produk pertanian tradisional dan pemahaman keunggulan dari alat ini serta hasil dari produknya," katanya.

Menyinggung biaya yang diperlukan untuk membuat alat inovatif tersebut, Faza mengatakan sekitar Rp500 ribu untuk satu alat.

Sementara itu, pembimbing tim, Erfan Dani mengemukakan persiapan yang dilakukan tim mencakup perancangan alat, pembuatan desain, pembuatan power point untuk presentasi, serta poster dan brosur exhibition. Selain itu, juga koordinasi tim, pembagian tugas kerja, dan pembagian manajerial yang baik dalam satu tim ini merupakan kunci keberhasilan tim.

"Tidak hanya itu, mahasiswa UMM tidak perlu takut untuk mengembangkan diri dengan mengikuti perlombaan internasional dan bersaing dengan perguruan tinggi ternama di dunia," katanya.

Selain Faza, anggota tim FPP yang meraih medali emas di Singapura tersebut, Siti Agus Tina, Zellin Maylinda Rizky Islami, Anisa Nur Utami, dan Nikmatul Rizky Isroikha. Mereka dibimbing oleh dosen Erfan Dani.

Tim FPP meraih medali emas setelah menyisihkan ratusan peserta dari berbagai negara untuk menciptakan Integrated Electrical Accelerator Plant Growth With Led Cultivation And Indigenous Microbial Fertilizers Controlled Irrigation System on Smart Farming Technology.

Mereka juga mengungguli ratusan universitas di dunia, seperti dari Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang.


Baca juga: Smart Tyrender karya mahasiswa UMM sabet medali perunggu di Jerman

Baca juga: Ikut "summer program", mahasiswa UMM dikirim ke Taiwan

Baca juga: Mahasiswa UMM juara kontes robot internasional dibebaskan dari skripsi



 

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019