Jambi (ANTARA) - Koalisi Pemantau Independen Gakkum Karhutla Jambi mendukung penuh upaya pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kejahatan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara terorganisasi.

"Pengusutan kasus karhutla dengan tetap mengutamakan pedoman Perkap Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisiaan," kata Koordinator Koalisi Pemantaun Independen Gakkum Karhutla Jambi Datuk Usman di Jambi, Minggu.

Berdasarkan peninjauan dan pemantauan terhadap penegakan hukum dalam kasus karhutla dan deforestasi hutan mendukung penuh kepolisian atau pihak keamanan untuk mengusut tuntas dan menindak tegas pelaku karhutla tanpa tebang pilih kasus.

Baca juga: PN Jakarta Selatan kabulkan gugatan karhutla KLHK terhadap PT KU

Baca juga: Walhi Jambi sebut bencana karhula 2019 masuk kategori parah


Ia mengatakan bahawa pihaknya juga mendorong semua pihak untuk melakukan upaya penguatan hak, peran, dan nilai-nilai yang hidup (living low) dalam masyarakat adat sebagai garda depan dalam melindungi, menjaga, dan merawat kawasan hutan yang menjadi sumber kehidupan.

"Koalisi ini juga akan memperkuat peran masyarakat adat dalam restorasi hutan dan pencegahan karhutla yang setiap tahunnya bisa saja mengancam kembali deforestasi dan degradasi hutan," kata Datuk Usman.

Dari luas kawasan hutan di Provinsi Jambi yang mencapai 2,1 juta hektare, terdapat 44,31 persen atau 934.000 hektare kawasan mengalami deforestasi.

Datuk Usman menyebutkan sebanyak 86 persen atau setara 883.000 hektare hutan yang berubah hutan primer menjadi hutan sekunder.

Hutan primer tersisa hanya 684.000 hektare dan degradasi hutan ini juga terjadi pada kawasan hutan suaka alam dan kawasan hutan sekitar 136.000 hektare.

Menurut dia, lahan kritis bertambah akibat kebakaran hutan dan lahan. Tercatat hingga per September 2019 sebanyak 18.584 hektare lahan terbakar.

Transparansi Internasional (TT) menyebutkan untuk merehabilitasi 934.000 ha hutan yang dalam status kritis tersebut diperlukan biaya sebesar Rp15,8 triliun. Artinya, dengan dana reboisasi per tahun hanya sebesar Rp21 miliar per tahun untuk merestorasi kembali hutan Jambi maka diperlukan waktu selama 752 tahun.

Baca juga: Ribuan masker dibagikan untuk warga Jambi yang terpapar asap karhutla

Baca juga: Kabut asap masih selimuti Kota Jambi meski sempat diguyur hujan

Baca juga: Pemkot Jambi kembali liburkan sekolah


Datuk Usman mengemukakan bahwa faktor utama penyebab tingginya deforestasi dan degradasi hutan disebabkan oleh penentuan fungsi kawasan hutan semata-mata atas faktor biofisik dan mengabaikan aspek sosial dan ekonomi.

Meski telah ada hutan adat dan skema perhutanan sosial, menurut dia, tata kelola hutan belum sepenuhnya memperhatikan nilai yang hidup dalam masyarakat (living low).

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat adat setempat ini penting diterapkan di seluruh wilayah Provinsi Jambi karena mampu berperan sebagai garda pelindung dalam mencegah praktik perusakan dan perambahan hutan.

Datuk Usman menegaskan bahwa penguatan peran masyarakat adat ini penting dalam rangka memberikan ruang keadilan dan pencegahan kejahatan lingkungan.

Ia menyebut salah satu potret kasus kejahatan lingkungan dan karhutla yang terjadi pada wilayah Hutan Harapan atau pada landscape masyarakat adat Batin Sembilan di Sungai Jerat, Desa Bungku, Bajubang, dan Batanghari.

Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019