Jangan sampai mengekspose identitas pasien dan jangan pula mengeksploitasi lingkungan serta warga sekitar penderita karena bisa berdampak ke hak privasi dan psikologis mereka
Jakarta (ANTARA) - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan surat edaran tentang penyiaran wabah COVID-19 yang isinya meminta media berlaku proporsional atau tidak berlebihan dalam memberitakan terkait wabah tersebut.

Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, surat edaran yang ditujukan kepada KPI daerah serta seluruh lembaga penyiaran nasional dan lokal itu untuk menyikapi perkembangan pemberitaan dan penyampaian informasi di beberapa media penyiaran yang bila tidak diingatkan berpotensi menimbulkan kepanikan di masyarakat.

"Kita berharap presenter, reporter dan host menggunakan diksi secara tepat dan tidak terkesan mendramatisir atau menakut-nakuti karena bisa menimbulkan persepsi publik yang memicu kepanikan," ujar Yuliandre dalam keterangan yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.

Apabila media penyiaran senantiasa berlaku profesional dan proporsional berpegang pada kode etik dan mengedepankan edukasi dalam pemberitaannya, Yuliandre yakin masyarakat justru merasa tercerahkan, tidak panik, tidak sampai memborong masker, apalagi sembako.

"Ingat, kode etik jurnalistik harus terus dipegang dalam setiap pemberitaan. Misalnya dalam memilih nara sumber, saya kira teman-teman media tentu paham betul bahwa mereka harus selektif. Narasumber mesti kredibel atau sesuai kepakarannya sehingga tidak membuat informasi jadi terdistrosi," kata mantan Presiden Komisi Penyiaran Dunia itu.

Selain itu, lanjutntya, informasi yang disajikan harus bisa dipertanggungjawabkan dan terkonfirmasi. Lalu, tidak menyiarkan informasi dari media sosial, kecuali informasi tersebut telah terkonfirmasi kebenarannya.

"Jangan sampai mengekspose identitas pasien dan jangan pula mengeksploitasi lingkungan serta warga sekitar penderita karena bisa berdampak ke hak privasi dan psikologis mereka," katanya.

Kemudian, dalam menyampaikan data-data tentang wabah COVID-19, media juga mesti berimbang dan dari sumber yang kredibel.

"Jika hendak menyampaikan angka kematian, harus pula diikuti persentase kesembuhan," ujar Andre, panggilan akrabnya.

Mantan Duta Muda Unesco itu juga mendorong media menayangkan iklan layanan masyarakat tentang COVID-19 yang berisikan cara persebaran, gejala, langkah pencegahan dan penanganan dini, hotline service pemerintah dan di daerah, serta rumah sakit yang ditunjuk untuk penanganan.

Agar tidak ada pihak memanfaatkan situasi terkait COVID-19 ini, Andre juga mendorong media menginformasikan sanksi bagi pelaku seperti spekulan masker dan hand sanitizer yang bisa diancam penjara 6 tahun dan maksimal denda Rp4 miliar, sebagaimana diatur UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

"Informasi tersebut bisa membantu penegak hukum untuk menindak para pelaku yang memanfaatkan situasi wabah virus yang tengah dihadapi masyarakat global ini," tegasnya.



Baca juga: Soal COVID-19, Dewan Pers imbau media patuhi kode etik jurnalistik
Baca juga: Beritakan Corona, PWI: Media jangan ciptakan kepanikan
Baca juga: AJI Jakarta imbau media perhatikan keselamatan jurnalis liput Corona

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020