Purwokerto (ANTARA) - Setiap orang pasti ingin selalu sehat dan tidak mau sakit, sehingga mereka akan melakukan apa pun agar kesehatannya tetap terjaga.

Demikian pula bagi yang sudah terlanjur sakit, akan melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan kesembuhan dan kesehatannya kembali.

Bagi mereka yang taraf ekonominya berkecukupan, bahkan tergolong kaya, mungkin tidak merasa keberatan kalau harus merogoh kocek hingga lebih dalam lagi agar kesehatannya tetap terjaga atau bisa sembuh dari sakitnya.

Akan tetapi bagi orang yang ekonominya pas-pasan, bahkan dapat dikatakan sebagai warga miskin, terasa sangat berat jika harus mengeluarkan banyak biaya demi kesehatannya.

Oleh karena itu, pemerintah menghadirkan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan prinsip dasar gotong royong, khususnya dalam pembayaran iuran di mana iuran tersebut akan digunakan bagi peserta yang harus mendapatkan pelayanan kesehatan, yang sehat membantu yang sakit.

Kehadiran program JKN-KIS tersebut telah banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat peserta BPJS Kesehatan.

Salah satunya Eko Parmono (56), warga Desa Pliken RT 05 RW 02, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang menderita penyakit diabetes dan ginjal sehingga harus menjalani cuci darah dua kali dalam seminggu.

"Saya ketahuan menderita diabetes tahun 2007 karena luka, waktu itu belum ada BPJS Kesehatan. Saya 'opname' (rawat inap) di rumah sakit selama 21 hari, pakai biaya sendiri, dan kebetulan sudah tidak bekerja. Kalau masih kerja, bisa pakai Jamsostek," katanya.

Bahkan, penyakit diabetes yang dideritanya mengakibatkan tiga jari kaki kiri mantan karyawan salah satu hotel di kawasan wisata Baturraden, Kabupaten Banyumas, itu harus diamputasi.

Oleh karena butuh biaya cukup banyak, Pemerintah Desa Pliken mengusulkan keringanan biaya rumah sakit dengan menerbitkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) untuk membantu Eko.

Setelah 10 tahun berlalu, dia kembali diserang diabetes pada tahun 2017 sehingga harus kembali menjalani pengobatan di rumah sakit.

"Saat itu, saya belum mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, jadi masih biaya sendiri. Karena harus menjalani pengobatan secara rutin, saya akhirnya ikut BPJS Kesehatan. Saat itu ikut yang kelas 2 dengan iuran sebesar Rp51.000 per bulan," katanya.

Baca juga: Cuci darah delapan tahun, Gatot berterima kasih ke peserta JKN-KIS​​​​​​

Sejak saat itulah, Eko mulai merasakan manfaat program JKN-KIS yang dikelola BPJS Kesehatan. "Kalau pengobatan rutinnya pakai biaya sendiri, butuh biaya yang luar biasa," jelasnya.

Penyakit diabetes yang diderita Eko pun merambat ke bagian tubuh lainnya, salah satunya mata sehingga mengalami gangguan penglihatan akibat adanya penggumpalan darah di retina.

Berkat menjadi peserta BPJS Kesehatan pula, dia dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, untuk menjalani pengobatan terhadap gangguan penglihatan yang dideritanya dengan dibiayai program JKN-KIS.

"Saya memang tidak keluar biaya untuk pengobatan di RSUP Dr. Sardjito, namun saya kesulitan biaya akomodasi dan transportasi ke Yogyakarta, sehingga saya memutuskan untuk tidak melanjutkan pengobatan itu," katanya.

Kendati tidak melanjutkan pengobatan di RSUP Dr. Sardjito, Eko tetap berupaya agar gangguan penglihatan yang dideritanya tidak makin parah, yakni dengan memperbanyak makan wortel.

Derita yang dirasakan bapak tiga anak itu tidak berhenti sampai di situ saja karena pada bulan November 2019, dokter memvonis Eko untuk menjalani cuci darah rutin dua kali dalam seminggu.

"Beruntung saat itu saya sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan sehingga biaya cuci darah ditanggung program JKN-KIS. Kalau saya belum menjadi peserta BPJS, pasti butuh biaya banyak karena berdasarkan informasi yang saya terima, untuk satu kali cuci darah butuh biaya sekitar Rp1,2 juta, uang dari mana untuk membayarnya," kata dia yang saat sekarang mengandalkan penghasilan dari kerja sama usaha air minum isi ulang.

Baca juga: Maria puji pelayanan hemodialisa JKN-KIS sangat baik

Sementara pada tahun 2019, kata dia, beredar kabar rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku mulai bulan Januari 2020 di mana untuk kelas 2 yang semula sebesar Rp51.000 naik menjadi Rp110 ribu.

Rencana kenaikan iuran tersebut terasa sangat memberatkan Eko karena saat sekarang, satu akun peserta BPJS Kesehatan berlaku untuk seluruh anggota keluarga dalam satu kartu keluarga (KK).

"Padahal, keluaga saya terdiri atas lima orang, yakni saya, istri, dan tiga anak, sehingga rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu sangat memberatkan saya. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk turun kelas, dari kelas 2 menjadi kelas 3 yang iurannya setelah ada kenaikan hanya sebesar Rp42.000," katanya.

Ia pun tidak menyangka jika pelayanan medis yang diterimanya setelah turun kelas tetap sama seperti saat masih menjadi peserta BPJS Kesehatan kelas 2.

"Obat-obatan yang saya terima maupun pelayanan lainnya tetap sama. Yang membedakan hanya ruang rawat inapnya saja karena kalau kelas 2 biasanya berisi maksimum empat orang dalam satu kamar, sedangkan kamar kelas 3 diisi ramai-ramai seperti di barak, namun tidak masalah yang penting kan pelayanan lainnya tetap sama," katanya.

Terkait dengan hal itu, dia mengaku akan tetap menjadi peserta BPJS Kesehatan meskipun kelak telah dinyatakan sembuh dari penyakit yang dideritanya karena program JKN-KIS yang mengusung prinsip gotong royong itu telah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat.

"Meskipun menjadi peserta BPJS Kesehatan, saya sebenarnya tidak ingin menggunakan kartu ini untuk berobat karena saya ingin tetap sehat. Saya juga berharap istri dan anak-anak saya tidak sampai menggunakan kartu ini untuk pengobatan penyakit kronis yang mereka alami," katanya.

Dia pun bersyukur karena per tanggal 1 Mei 2020, iuran BPJS Kesehatan kembali seperti semula, yakni dari Rp42.000 menjadi Rp25.500 untuk kelas 3, sehingga makin meringankan beban warga miskin.

Prinsip gotong royong dalam pembayaran iuran itulah yang memberi banyak manfaat karena orang yang sehat membantu yang sakit. 

Baca juga: Masyarakat respon positif manfaat JKN meski iuran kembali disesuaikan
Baca juga: Nurhasanah rasakan manfaat JKN-KIS dalam persalinan anaknya

 

Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020