Kalau menyembunyikan, kan banyak orang yang melihat di pengadilan negeri ini
Jakarta (ANTARA) - Pengacara Andi Putra Kusuma selaku kuasa hukum Djoko Sugiarto Tjandra membantah tuduhan jika dirinya telah menyembunyikan kliennya sebagaimana yang dilaporkan oleh Tim Advokasi Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI).

"Pada dasarnya kita menghormati laporan KAKI, tapi kalau tuduhannya Pasal 221 melindungi dan menyembunyikan buronan, ada beberapa hal yang perlu saja klarifikasi," kata Andi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

Sedikitnya ada tiga poin yang dijelaskan Andi terkait tuduhan tersebut. Andi menyebutkan dirinya tidak pernah menyembunyikan Djoko Tjandra, karena timnya membawa kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan permohonan PK.

Menurut dia, pengadilan merupakan tempat umum yang bisa diakses semua orang, dan semua orang bisa melihat dan bertemu satu dengan yang lainnya.

"Kalau menyembunyikan, kan banyak orang yang melihat di pengadilan negeri ini," katanya.

Yang kedua, lanjut Andi, sejak 2012 Djoko Tjandra sudah tidak tercatat sebagai DPO (daftar pencarian orang) berdasarkan keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM.

Status DPO kembali disematkan kepada Djoko oleh Imigrasi pada tanggal 27 Juni 2020, begitu juga dengan daftar merah pemberitahuan (red notice) Interpol dan pencekalan.

"Sebelumnya dari 2014 enggak ada (status). Karena permohonan jaksa kan dari berlaku enam bulan. Permohonan terakhir dari jaksa itu diajukan pada tanggal 29 Maret 2012," kata Andi.

Baca juga: Panja Gakkum Komisi III DPR temui Jaksa Agung bahas Djoko Tjandra

Yang ketiga, lanjut Andi, terkait permohonan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung RI hanya berlaku enam bulan. Artinya, enam bulan setelah tanggal tersebut tidak ada lagi pencegahan baik keluar ataupun masuk.

Karena jaksa tidak memohon lagi berdasarkan informasi dari Kemenkum HAM sejak tahun 2012 sudah tidak ada lagi permintaan dari Kejaksaan Agung.

Baca juga: Sidang Djoko Tjandra kembali ditunda karena alasan sakit

Setelah itu, Menkum Ham menindaklanjuti hal itu dan menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada Mei 2020.

"Artinya, kalau Pak Joko masuk ke Indonesia tanggal 8 Juni tidak ada pencegahan. Jadi dari mana saya menyeludupkan sedangkan untuk bisa ke pengadilan ini kan baris depannya pemerintah banyak banget, ada imigrasi dari kepolisian itu semua dilewati sebelum sampai di sini," kata Andi.

Djoko Tjandra pada 8 Juni 2020 telah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Djoko Tjandra telah kabur dari Indonesia sejak 2009 dan telah berpindah kewarganegaraan Papuan Nugini.

Sebelumnya Djoko pada Agustus tahun 2000 didakwa oleh JPU Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.

Baca juga: PN Jaksel gelar sidang Ruslan Buton jilid II dan Djoko Tjandra

Namun, Majelis hakim memutuskan Djoko Lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana melainkan perdata.

Kejaksaan Agung pada Oktover 2008 kemudian mengajukan Peninjauan Kembali kasus tersebut.

Pada Juni 2009 Mahkamah Agung menerima Peninjauan Kembali yang diajukan dan menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada Djoko, selain denda Rp15 juta.

Namun, Djoko mangkir dari pengadilan Kejaksaan untuk dieksekusi, sehingga kemudian yang bersangkutan dinyatakan sebagai buron dan diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020