Jakarta (ANTARA) -
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan pentingnya koordinasi antara Kementerian dan Lembaga dalam penanganan pesawat udara yang dipaksa mendarat (force down).
 
Oleh karena itu, kata Mahfud, dalam siaran persnya, di Jakarta, Jumat, Kemenko Polhukam menginiasi pembuatan Kesepakatan Bersama Penanganan Pesawat Udara Asing Setelah Pemaksaan Mendarat (Force Down).
 
"Force down yang dilakukan TNI AU kepada Ethiopian Airlines pada 14 Januari 2019 yang lalu, telah memberikan peringatan kepada kita semua, terhadap pentingnya koordinasi antara kementerian dan lembaga, khususnya dalam penanganan pesawat udara yang telah di force down,’" kata Mahfud dalam sambutannya pada kegiatan Latihan Bersama Penanganan Pesawat Udara Asing Setelah Pemaksaan Mendarat (Force Down) di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat.
 
Acara Latihan Bersama ini adalah kerjasama Kemenko Polhukam, Mabes TNI, Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Perum LPPNPI, Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.

Baca juga: "Force down" pesawat asing, Mahfud: TNI AU sudah sesuai aturan
 
Latihan Bersama ini sendiri adalah tindaklanjut dari kegiatan penandatanganan Kesepakatan Bersama yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2020 yang lalu.
 
"Dengan latihan bersama tadi, dapat kita lihat adanya koordinasi antar unit kerja kementerian lembaga di lapangan, dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, sehingga bukan hanya sebatas aturan dan tata cara tertulis, tetapi bisa dimanfaatkan maksimal dan sebagai uji fungsi, pemahaman pada prakteknya di lapangan," ujarnya.
 
Kesepakatan 10 lembaga tentang mekanisme pemaksaan pendaratan ini dipicu insiden pesawat Ethiopian Airlines pada 14 Januari 2019 lalu. Saat itu, dua jet tempur F16 TNI AU memaksa turun (force down) pesawat itu, karena tak punya izin melintasi wilayah udara Indonesia.
 
Namun penanganan pesawat Ethiopia itu berlangsung lama dan maskapai tersebut mengajukan keberatan dan gugatan karena tidak ditangani secara cepat dan merugikan maskapai tersebut.
 
Sementara itu, Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen TNI Joni Surpiyanto yang juga meninjau latihan itu mengatakan, mengemban tugas menegakkan hukum dan mengamankan wilayah udara yurisdiksi nasional yang telah diamanatkan dalam aturan perundang-undangan bukanlah pekerjaan yang mudah.
 
Terlebih lagi dihadapkan pada luasnya wilayah udara nasional yang harus dijaga, serta keterbatasan sarana dan prasarana maupun aturan perundang-undangan.
 
"Namun hal tersebut bukan kendala atau alasan bagi Kohanudnas untuk selalu berupaya melaksanakan tugas selaku penegak kedaulatan wilayah udara yurisdiksi nasional secara optimal," kata Joni.

Baca juga: TNI paksa turun pesawat asing di Tarakan
 
Mencermati realita yang ada saat ini, khususnya yang terkait dengan maraknya pelanggaran pesawat udara asing tidak terjadwal di wilayah udara yurisdiksi nasional, menunjukkan bahwa konsep ruang udara nasional Indonesia masih relatif terbuka juga tidak eksklusif.
 
"Pelanggaran wilayah udara nasional berbeda dengan kriminal biasa, dimana pelanggaran wilayah udara dapat berdampak pada aspek pertahanan dan kedaulatan negara," tuturnya.
 
Kasum TNI menambahkan bahwa penanganan terhadap pesawat udara asing yang melanggar wilayah udara nasional dalam rangka pengamanan wilayah udara untuk kepentingan pertahanan negara dan keselamatan penerbangan.

Hal ini mempunyai arti penting dalam menjaga kedaulatan negara di ruang udara dan menjadi tugas dan tanggung jawab bersama dari Kementerian/Lembaga serta instansi terkait.
 
"Penanganan terpadu dilakukan terhadap pesawat udara asing yang tidak memiliki izin dan dipaksa mendarat di Pangkalan Udara oleh pesawat udara TNI AU," katanya.
 
Menurut dia, dilatihkannya tahapan prosedur terpadu penanganan pesawat setelah pemaksaan mendarat adalah sebagai implementasi kesepakatan bersama sekaligus melihat efektivitas, efisiensi serta sinergitas Kementerian/Lembaga dan instansi terkait.dalam percepatan penanganan dan antisipasi kemungkinan terjadinya hambatan yang dapat menggagalkan tugas-tugas penegakan hukum oleh para pemangku kepentingan demi terciptanya pertahanan dan keamanan negara serta keselamatan penerbangan.
 
Oleh karena itu, Joni berharap kepada semua pihak yang terlibat dalam latihan ini, dapat benar-benar mengerti dan memahami rangkaian materi latihan secara baik dan utuh.
 
"Seluruh personel yang terlibat dalam latihan ini hendaknya dapat melaksanakan tugas dan perannya secara efektif, efisien dan profesional sehingga latihan dapat berjalan dengan lancar dan tujuan serta sasaran latihan dapat tercapai," ucap Jenderal bintang tiga ini.

Baca juga: Dua sukhoi TNI AU usir pesawat asing

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020