Surabaya (ANTARA News) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jatim menilai Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj melanggar prinsip kaderisasi dengan memasukkan As`ad Said Ali (Wakil Ketua BIN) dan Felix Wangge (staf khusus kepresidenan) dalam kepengurusan PBNU sekarang.

"Pak As`ad Ali dimasukkan dan dihadirkan dalam rapat formatur oleh Pak Said Aqil, tapi kami tidak bisa menilai Pak As`ad Ali dan Pak Felix itu, karena kami tidak kenal. Pak Said Aqil bilang ingin `pelangi`," kata Rais Syuriah PWNU Jatim KHM Miftakhul Akhyar kepada ANTARA di Surabaya, Jumat.

Anggota formatur dalam penyusunan struktur kepengurusan PBNU 2010-2015 itu mengemukakan hal itu ketika dikonfirmasi tentang adanya sejumlah pengurus baru yang berencana mundur dari PBNU, karena adanya pengurus baru yang bukan kader NU sendiri.

Dalam kesempatan itu, pengasuh Pesantren Miftachussunnah, Kedungtarukan, Surabaya itu mengaku baru mengetahui siapa sosok As`ad S. Ali yang menjadi Wakil Ketua Umum PBNU dan Felix Wangge yang menjadi A`wan (anggota pleno PBNU) itu setelah diberitahu wartawan.

"Saya baru tahu tentang Felix Wangge itu setelah mendapat SMS dari wartawan, meski saya sudah beberapa kali mendapat SMS dari anggota formatur lain yang menyatakan ada beberapa pengurus PBNU yang akan mundur, saya masih akan melihat perkembangan, tapi saya sekarang sudah tahu semuanya," katanya.

Menurut dia, masuknya orang-orang pemerintah pada posisi jabatan yang strategis sekali (wakil ketua umum) dengan mengalahkan kader-kader yang sudah lama berproses dan tidak diragukan loyalitas dan kepribadiannya itu patut disesalkan.

"Pelanggaran prinsip-prinsip kaderisasi NU itu akan melenyapkan kesinambungan program, pemerataan daerah, kaderisasi, dan aspirasi yang berkembang di muktamar. Nanti, warga NU akan menilai sendiri, siapa yang benar," katanya.

Secara pribadi, ia mengaku pelanggaran pinsip kaderisasi di NU itu sangat menyedihkan. "Bisa kita bayangkan ke depan. Gembar-gembor calon-calon ketua umum saat muktamar bahwa dia tidak akan masuk ke wilayah politik praktis atau kekuasaan justru bak fatamorgana," katanya.

Dalam pandangannya, kepengurusan yang "pelangi" sebagaimana diinginkan Ketua Umum PBNU itu justru menjauhkan NU dari motif didirikannya untuk kepentingan kaderisasi.

Ia memahami "pelangi" dalam konteks kaderisasi seperti masuknya Aji Hermawan yang mantan pemimpin PCI (Pengurus Cabang Istimewa) NU di United Kingdom.

Kepengurusan "pelangi" itu juga terlihat dengan masuknya Affandi Mochtar (pejabat Depag RI yang berkomitmen menggagas "NU Connection" di birokrasi), Enceng (peneliti senior di LP3ES yang memang NU), Imam Aziz (pendiri LKiS), Hamid Bula (`orang kepercayaan" Muhyidin Arubusman), dan Arvin Hakim (Garda Bangsa dan `orang dekat` Gus Im).

(ANT/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010