Keberadaan pilkada dianggap membahayakan, karena sudah menjauh dari cita-cita proklamasi kemerdekaan 1945
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Universitas Brawijaya (UB) Malang mengukuhkan dua profesor baru, yakni bidang Sosiologi Pemerintahan dari Fakultas Ilmu Administrasi dan bidang Ilmu Hukum Lingkungan dan Sumber Daya Alam dari Fakultas Hukum.

Kedua profesor tersebut, Prof Dr Luqman Hakim dan Prof Dr Racmad Syafaat, dikukuhkan Rektor UB Prof Dr Nuhfil Hanani di Gedung Widyaloka Kampus UB di Malang, Kamis.

Dengan dikukuhkan kedua profesor tersebut, menjadikan UB memiliki profesor 189 orang atau 272 profesor dari seluruh yang dikukuhkan kampus itu.

Dalam pidato ilmiahnya, Prof Luqman Hakim mengupas masalah pemilihan kepala daerah (pilkada) saat ini yang dinilai bias politik dan sosial, sehingga berkembang menjadi pemilihan politik antroposentrik kedaerahan dalam arti lebih menyuburkan ikatan-ikatan primordialisme daripada nasionalisme politik.

"Saat ini pilkada seperti pemilihan kepala politik dibandingkan kepemimpinan administrasif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah saya lakukan selama 15 tahun. Keberadaan pilkada dianggap membahayakan, karena sudah menjauh dari cita-cita proklamasi kemerdekaan 1945," katanya.

Baca juga: Universitas Brawijaya tambah dua profesor sekaligus

Menurut dia, biaya pemilihan politik yang mahal, calon kepala daerah dikuasai ataupun secara suka rela menyerahkan diri kepada oligakhi yang pusat kekuasaannya berada di tangan para pejabat tinggi negara, petinggi partai politik, atau para cukong.

Oleh karena itu, lanjutnya, dari perspektif sosiologi pemerintahan diprediksi  pilkada cepat atau lambat, membahayakan keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sementara itu, Prof Rachmad Syafaat dalam pidato ilmiahnya menyatakan perlu adanya keadilan dalam tata kelola pertambangan mineral dan batubara

Profesor bidang Ilmu Hukum Lingkungan dan Sumber Daya Alam itu, menyampaikan Indonesia dengan SDA melimpah merupakan penghasil batubara terbesar kelima sekaligus menjadi negara pengekspor batubara terbesar di dunia karena masih minimnya pemanfaatan batubara di dalam negeri.

Dengan potensi kontribusi yang besar tersebut, kata dia, diperlukan kejelasan arah politik hukum tata kelola pertambangan mineral dan batubara yang mampu menyejahterakan rakyat, khususnya di daerah yang kaya bahan tambang serta menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi berikutnya.

Namun demikian, katanya, dalam tataran realitas telah terjadi sebaliknya.

"Kekayaan sumber daya mineral dan batubara, tidak serta-merta menyejahterakan rakyat dan memberikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," tuturnya.

Baca juga: Pakar Hukum UB: Kontrol PP masih sebatas represif melalui pengujian MA
Baca juga: Profesor UB: PSBB turunkan konsentrasi NO2 secara signifikan

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020