Jakarta (ANTARA) - Bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Harkodia) pada 9 Desember 2021, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) melantik 44 eks pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Korps Bhayangkara.

Seperti yang diketahui, 44 orang tersebut merupakan bagian dari 57 eks pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Namun berkat inisiatif Polri, mereka pun mengikuti serangkaian prosedur rekrutmen sebagai ASN.

Prosedur dimulai dengan sosialisasi Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus 57 eks Pegawai KPK sebagai ASN Polri, Senin (6/12), yang dihadiri 54 orang eks pegawai KPK. Selanjutnya, dari 54 orang yang menghadiri kegiatan sosialisasi, 44 eks pegawai KPK menandatangani surat pernyataan bersedia diangkat sebagai ASN di lingkungan Polri.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan pelantikan 44 eks pegawai KPK yang bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia itu menjadi momentum untuk memberi bakti terbaik kepada bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi.

Akan tetapi, dapatkah bakti terbaik kepada bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi itu benar-benar terwujud?

Baca juga: Ketua MPR: Pemberantasan korupsi perlu kedepankan aspek pencegahan

 

Harapan baru pemberantasan korupsi di Indonesia
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan pelantikan 44 eks pegawai KPK oleh Kapolri untuk menjadi ASN di lingkungan Polri dapat dikatakan sebagai harapan baru bagi masyarakat terkait pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Terlebih jika mengamati kinerja KPK yang dinilai sebagian besar pihak mengalami kemunduran dan kekacauan, menurut Kurnia Ramadhana, pelantikan 44 eks pegawai KPK sebagai ASN Polri membuat masyarakat begitu menantikan kinerja mereka dalam memulai babak baru pemberantasan korupsi di Indonesia.

Hal senada pun diungkapkan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Menurutnya, pelantikan 44 eks pegawai KPK selayaknya oasis untuk pemberantasan korupsi di Tanah Air. Dalam pemahaman lebih lanjut, langkah itu menandakan bahwa Polri bersedia untuk membenahi diri dan kabar tersebut sangat menggembirakan bagi masyarakat.

Lebih lanjut, Kurnia Ramadhana berharap 44 eks pegawai KPK yang resmi bergabung menjadi ASN Polri dapat meningkatkan citra kepolisian dalam konteks pemberantasan korupsi.

Harapan itu muncul karena pemberantasan korupsi ideal di suatu negara adalah peran aparat penegak hukum yang optimal dalam memerangi kejahatan luar biasa tersebut.

Apabila mereka bisa difokuskan untuk membenahi integritas Kepolisian Republik Indonesia, hal itu tentunya dapat menjadi sesuatu yang baik bagi Polri, bahkan seluruh warga negara Indonesia agar korupsi benar-benar bisa diberantas.

Seperti yang diketahui, pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Polri menghadapi sejumlah kendala sebagaimana yang disampaikan Pakar Hukum Universitas Diponegoro Erlyn Indarti dan Pakar Hukum Universitas Kristen Indonesia Armunanto Hutahean dalam jurnal mereka yang berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)”. Beberapa kendala itu muncul dari sisi internal.

Menurut Erlyn Indarti dan Armunanto Hutahean, kendala internal yang dihadapi Polri adalah sumber daya manusia mereka dalam memberantas tindak pidana korupsi. Menurut kedua pakar hukum tersebut, ada penyidik Polri yang belum memiliki pendidikan pengembangan spesialis (Dikbangspes) tindak pidana korupsi.

Selain itu, pengetahuan mereka tentang keuangan negara serta pengadaan barang dan jasa pun belum memadai. Ada pula kendala internal yang berkaitan dengan jumlah personil di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Ternyata, personel di direktorat tersebut belum tergolong ideal dengan kebutuhan organisasi.

Pengamatan terhadap kendala-kendala itu menegaskan pelantikan 44 eks pegawai KPK memang berpeluang besar untuk membenahi sisi internal Polri dalam memberantas korupsi di Indonesia.

Pekerjaan rumah ke depannya
Meskipun begitu, Kurnia Ramadhana mengingatkan masyarakat untuk tetap mengamati secara lebih lanjut posisi yang ditempati oleh 44 eks pegawai KPK sejak resmi dilantik sebagai ASN Polri.

Berdasarkan pernyataan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, 44 eks pegawai KPK itu akan bergabung ke dalam Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang segera dibentuk sebagai pengganti Direktorat Tindak Pidana Korupsi. Dengan demikian, posisi masing-masing 44 eks pegawai KPK dalam korps tersebut harus dicermati, terutama karena mereka berada langsung di bawah Kapolri.

ICW, ungkap Kurnia Ramadhana, juga akan memberikan catatan kritis berupa pekerjaan-pekerjaan rumah bagi Korps Pencegahan Tindak Pidana Korupsi tersebut. Salah satu contoh pekerjaan rumah (PR) yang ICW berikan adalah bagaimana mereka dapat memetakan potensi korupsi di internal kepolisian itu sendiri.

Baca juga: Presiden Jokowi: Metode pemberantasan korupsi harus disempurnakan

Baca juga: Wapres sebut pemberantasan korupsi perlu kepemimpinan luar biasa


Selain itu, lanjut Kurnia Ramadhana, Korps Pencegahan Tindak Pidana Korupsi bertanggung jawab pula untuk membangun sistem pengawasan terhadap penindakan kasus korupsi yang jelas dan transparan. Mereka juga perlu memastikan saran serta rekomendasi yang diberikan dapat ditindaklanjuti oleh Kapolri.

Secara garis besar, pelantikan 44 eks pegawai KPK menjadi ASN Polri dan akan tergabung ke dalam Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dikatakan sebagai babak baru dari pemberantasan korupsi di Indonesia.

Apabila pemberantasan korupsi diibaratkan sebagai suatu kisah panjang yang belum menemui bagian akhir, pelantikan tersebut seumpama babak baru dengan gambaran peristiwa yang menjangkau tahapan pengenalan para tokoh yang baru pula kepada para pembacanya. Dengan demikian, masih ada alur pengisahan yang dinantikan oleh para pembaca, bahkan diharapkan dapat menghadirkan akhir kisah yang bahagia.

Begitu pula dalam konteks pelantikan 44 eks pegawai KPK ini, mereka adalah para tokoh yang dikenalkan kepada masyarakat dalam babak baru pemberantasan korupsi di Tanah Air. Perjalanannya dalam memberantas korupsi begitu dinantikan, bahkan diharapkan mampu menghadirkan akhir kisah paling membahagiakan, yaitu Indonesia yang bersih dari korupsi.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021