Kemenkes menetapkan USG sebagai kepentingan primer yang harus dilakukan pada ibu hamil
Yogyakarta (ANTARA) - Ada banyak kemungkinan buruk yang bisa dialami seorang ibu hamil pada masa persalinan, di antaranya risiko komplikasi hingga kematian janin dan ibu itu sendiri.

Renita menyadari risiko tersebut. Oleh karena itu, perempuan 35 tahun tersebut membulatkan tekad menghindar dari risiko itu, dengan memanfaatkan alat ultrasonografi (USG) yang kini tersedia di Puskesmas Tegalrejo, Kota Yogyakarta.

Untuk kali keempat, ibu dua anak itu kembali mengantre di lorong tunggu pasien yang sesak pengunjung untuk menanti giliran layanan pemeriksaan ibu hamil bagi calon anak ketiganya yang sudah menginjak 7 bulan dalam kandungan.

Warga Tegalrejo itu berulang kali memperbarui unggahan (posting) media sosial di layar ponselnya, sekadar membunuh bosan selama menanti panggilan nomor urut 49, yang ia genggam sejak sejam lalu.

"Kalau lihat di berita-berita itu kan, saya ngeri juga ada kelainan di janin. Tapi kalau pakai USG, bisa dilihat kondisinya," katanya saat bertukar obrolan dengan pewarta kantor berita ini.

Pengalaman pecah air ketuban saat melahirkan anak kedua pada 3 tahun lalu mengharuskan Renita menjalani prosedur operasi sesar, yang justru harus kembali diulangi pada saat proses persalinan si bontot tiba, supaya peluang komplikasi bisa dicegah sejak dini.

Sumono Nurhadi Putranto adalah seorang dari dua dokter umum di Puskesmas Tegalrejo yang kini terampil menggunakan alat USG sejak memperoleh peningkatan kompetensi dari dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgin) sepanjang Juni hingga Oktober 2022.

Berkiprah sebagai dokter umum sejak 11 tahun silam, membuatnya lebih mudah mengakselerasi kemampuan mengoperasikan USG.

Sumono diwakili seorang bidan mengawali observasi kehamilan Renita dengan melakukan metode palpasi atau perabaan uterius di bagian perut antara pusar sampai tulang kemaluan. Jika tingginya sampai ke pusar, artinya janin sudah berusia sekitar 20--24 pekan atau dalam kondisi wajar.
Seorang ibu hamil memperlihatkan hasil laporan USG di Puskesmas Tegalrejo, Yogyakarta, Kamis (9-2-2023). ANTARA/Andi Firdaus


Pada situasi itu, dapat terlihat potensi terjadinya kelainan pada janin manakala calon bayi ini dalam rahim dan usia tak sesuai perkembangan pada umumnya. Risikonya adalah bayi melintang hingga tidak berkembang secara normal, bahkan bisa berakibat kematian.

Saat itulah Sumono mengonfirmasi metode palpasi menggunakan USG untuk mendeteksi dini bayi lahir tak wajar. Bahkan, alat itu juga mampu mendeteksi risiko gangguan jantung dan komplikasi lain pada ibu untuk mencegah kematian.

USG umumnya dilakukan pada usia kehamilan awal 0--11 pekan dan 30--32 pekan. "Kalau pasienya lupa (usia janin) maka bisa dicek umur kehamilan 10--14 pekan menggunakan USG," katanya.


​​​​Kurangi kasus kematian

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melaporkan angka kematian ibu hamil di wilayah setempat sejak kurun 2017--2022 berkisar rata-rata empat kasus per tahun dari rata-rata 3.000-an ibu hamil. Jumlah terbanyak kematian terjadi saat hantaman pandemi COVID-19 pada Juli 2021, mencapai total 16 jiwa ibu hamil. Sebanyak lima di antaranya tidak terkait infeksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Umumnya ibu hamil yang wafat terjadi pada periode persalinan dan nifas, dengan penyebab utama penyakit jantung bawaan, lalu hipertensi, dan disusul dengan anemia.

Bantuan USG serta program peningkatan kompetensi dokter umum di Puskesmas Tegalrejo dimulai sejak pertengahan 2022 setelah sebelumnya tak ada kewajiban bagi ibu hamil menjalani USG, kecuali ada indikasi medis.

Saat ini Kemenkes telah menetapkan USG sebagai kepentingan primer yang harus dilakukan pada ibu hamil sejak kunjungan perdana sampai 3 bulan masa kehamilan untuk diperiksa secara lengkap oleh dokter, dokter gigi, bidan, psikolog, hingga pemeriksaan laboratorium.

Dalam enam kali pemeriksaan ibu hamil, dua kali di antaranya harus diperiksa oleh dokter dan menggunakan USG. Untuk itu, Kementerian Kesehatan RI menetapkan pemeriksaan ibu hamil atau antenatal care (ANC) dilakukan minimal sebanyak enam kali selama 9 bulan sebagai bentuk komitmen untuk penyediaan layanan esensial bagi ibu hamil.
Situasi antrean ibu hamil di Puskesmas Tegalrejo, Yogyakarta, Kamis (9-2-2023). ANTARA/Andi Firdaus


Kebijakan itu pun mendapat respons yang baik dari kalangan ibu hamil di Puskesmas Tegalrejo. Meski terobosan layanan itu baru "seumur jagung", minat ibu hamil memeriksakan kandungan di puskesmas percontohan nasional itu, perlahan bertambah, dari semula berkisar 20-an orang, jadi 30 orang lebih hingga Januari 2023.

Salah satunya adalah Tri Suryaningsih yang biasa pergi ke dokter obgin untuk mengakses USG. Ibu dua anak itu terkejut setelah menyadari janinnya bisa diawasi secara optimal oleh seorang dokter umum, bahkan bisa dilayani hingga fase persalinan di Puskesmas Tegalrejo.

Padahal awalnya, Tri hanya membutuhkan surat rujukan puskesmas untuk memperoleh layanan persalinan sebuah RS swasta di Yogyakarta dengan alasan riwayat penyakit.

"Kalau ada hal yang ditemukan kurang sesuai dengan gambaran janin yang normal, maka saya bisa dipastikan untuk dirujuk. Alhamdulillah aman, jadi saya bisa ditangani semuanya di sini sampai nanti persalinan. Layanannya juga sama saja dengan RS swasta," kata pengguna asuransi BPJS Kesehatan itu.


Program nasional

Kementerian Kesehatan RI terus berupaya memenuhi kebutuhan USG dan alat antropometri di semua puskesmas dan posyandu di Indonesia untuk menurunkan angka kematian ibu dan stunting (tengkes) pada anak.

Hingga saat ini, diperkirakan angka kematian ibu belum mencapai target penurunan angka kasus yang ditentukan, yaitu 183 per 100.000 kelahiran hidup pada 2024. Saat ini masih 305 per 100.000 per kelahiran hidup.

Sampai akhir 2022, Kemenkes telah memenuhi kebutuhan USG sebanyak 58 persen dari total 10.321 puskesmas di Indonesia. Adapun pelatihan dokter umum yang telah terpenuhi pada periode sama berkisar 42 persen. Pelatihan dokter berlanjut pada tahun ini sebelum Maret 2023.

Selain USG, Kemenkes akan memenuhi kebutuhan antropometri atau alat timbang digital di semua posyandu. Total kebutuhan peranti antropometri sebanyak 313.737 dari jumlah Posyandu 303.416 unit.

Kemenkes menargetkan pada tahun 2024 semua posyandu memiliki antropometri. Tahun ini, 33,9 persen posyandu akan tersedia peranti antropometri.

Peningkatan mutu pelayanan terhadap ibu hamil dan anak di Tanah Air tentunya perlu didukung dengan kesadaran kolektif. 

Tak hanya dukungan sumber daya manusia, pembiayaan, dan rujukan, tapi juga peran serta masyarakat dalam menjaga kesehatan sebagai fase utuh untuk mempercepat penurunan angka kematian pada ibu hamil dan anak.







 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023