Jakarta (ANTARA News) - Seperti banyak spesies lain, hiu menghadapi ancaman besar perubahan iklim. Hiu paling tua, 450 tahun lalu, selama masa lautan masih lebih hangat dan lebih asam-sebuah lingkungan yang hiu jaman sekarang tidak kenali. Situs Discovery News melansir, gas efek rumah kaca menyebabkan suhu global meningkat, hiu yang berada di samudera yang lebih hangat dan asam terpaksa harus beradaptasi dengan lingkungan.

"Semua leluhur makhluk hidup telah terpapar kondisi lingkungan yang telah sangat berubah dari waktu ke waktu," kata Samuel Gruber, ahli Biologi hiu dan penemu serta direktur Bimini Shark Lab.

Perubagan iklim yang cepat bisa membahayakan kehidupan hiu, namun, karena rendahnya angka evolusi mereka membuatnya "agak lamban merespon perubahan iklim akut."

Berburu ke Utara

Perubahan iklim berdampak pada semua penghuni laut mulai dari hiu sampai ke bunga karang. Untuk hiu, air laut yang hangat bisa berarti perubahan habitat dan lokasi. Berdasarkan Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), sembilan dari 10 tahun dengan suhu laut terhangat telah terjadi sejak 2000. 93 persen penghangatan berasal dari emisi gas efek rumah kaca yang diserap laut.

Menggunakan proyeksi kehangatan, sebuah studi yang dirilis awal tahun ini meneliti proyeksi perubahan habitat dari dua spesies hiu di dekat Australia pada tahun 2030 dan 2070.

Para ilmuwan menemukan bahwa akibat menghangatnya suhu air,  kisaran tepian hiu bergeser 40 mil mengarah ke kutub, setiap dekade, memaksa hiu menjauh dari air hangat di lautan dekat ekuator menuju habitat yang berbeda.

Dampak tak langsungnya adalag perubahan wilayah berburu hiu yang mudah dipengaruhi oleh suhu air. Ikan-ikan dalam jumlah besar kemungkinan bergerak ke arah kutub menyebabkan hiu turut serta.

Ahli kelautan NOAA Phoebe Woodworth-Jefcoats mempelajari perubahan dalam ekosistem laut di bawah air laut hangat. Dia menemukan fitoplankton, dasar dari jejaring makanan di laut, akan berkurang karena menghangatnya suhu dan menyebabkan efek rantai ke atas pada ekosistem.

"Karena jumlah makanan pada dasar jejaring makanan menurun, makanan bagi predator semakin berkurang dan pada gilirannya predator akan jadi berkurang," kata Woodworth-Jefcoats. Itu akan berdampak pada hiu yang menempati posisi teratas jaring makanan.

Bertahan hidup di lautan asam

Secara kasar, seperempat emisi karbon diserap lautan, meningkatkan keasaman lautan dan yang paling mencolok mempengaruhi kemampuan kerang-kerangan untuk mengapuri cangkangnya. Namun lautan yang asam juga bisa mempengaruhi fisiologi hiu, bahkan ketahanan hidupnya.

Sebuah studi di tahun 2004 meneliti bagaimana embrio hiu bambu berjalan di air lebih hangat dan lebih asam. Para peneliti meletakkan embrio hiu di air yang sesuai dengan skenario yang diproyeksikan yakni hangat dan diberi asam, dengan PH 0,5 lebih rendah dan 7 derajat Fahrenheit lebih tinggi dari derajat saat ini, memungkinkan mereka berinkubasi dan menetas normal. 30 hari setelah menetas, ketahanan hidupnya menurun drastis, hasilnya, lebih dari separuh hiu sekarat.

Penelitian lainnya mengukur efek pada indera penciuman hiu, senjata berburu mereka. Para ilmuwan menemukan hiu anjing laut tidak tertarik dengan aroma cumi-cumi di lautan dengan tingkat karbon dioksida yang diperkirakan  akan dicapai pada tahun 2100. Jika seekor hiu tak mampu mengendus mangsanya, kemungkinan perburuannya tak akan membuagkan hasil.

Reaksi hiu pada iklim seringnya sulit dilihat, berdasarkan Dr Gruber. Efek perubahan iklim "dibanjiri oleh penangkapan ikan yang berlebihan, polusi, dan antropogenik yang merusak populasi hiu. Seperti ancaman terhadap iklim: intervensi manusia dan polusi."

Penerjemah: Ida Nurcahyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015