Washington (ANTARA News) - Dana Moneter Internasional (IMF) pada Rabu (27/9) menyerukan upaya-upaya global untuk mendukung negara-negara berpenghasilan rendah memerangi perubahan iklim.

Karena, negara-negara tersebut akan paling menderita akibat perubahan iklim.

"Kenaikan suhu memiliki dampak makroekonomi yang tidak merata, dengan konsekuensi merugikan terkonsentrasi di negara-negara dengan iklim yang relatif panas, seperti kebanyakan negara berpendapatan rendah," kata IMF dalam sebuah bab analitis dari World Economic Outlook (Prospek Ekonomi Dunia) terbaru yang akan segera dirilis.

Penelitian tersebut menemukan bahwa kenaikan suhu menurunkan pendapatan per kapita di negara-negara ini karena mengurangi hasil pertanian, menekan produktivitas pekerja, memperlambat investasi dan merusak kesehatan.

Menurut penelitian, suhu satu derajat Celcius di suatu negara dengan suhu rata-rata tahunan 25 derajat Celsius, seperti Bangladesh atau Haiti, akan mengurangi pendapatan per kapita hingga 1,5 persen, yang dapat bertahan setidaknya selama tujuh tahun.

Dampak merusak ini dapat mempengaruhi hampir 60 persen populasi dunia yang saat ini berada di negara-negara berpenghasilan rendah, kata IMF. Menurut perkiraannya, jumlah ini diproyeksikan akan meningkat menjadi lebih dari 75 persen populasi global pada akhir abad ke-21.

Meskipun negara-negara dengan penyangga kebijakan, seperti utang publik yang rendah dan nilai tukar yang fleksibel, cenderung memiliki kerugian hasil yang lebih kecil dari perubahan iklim, negara-negara berpenghasilan rendah masih akan merasa sulit untuk melakukan investasi yang diperlukan, karena memerlukan pengeluaran dan sumber daya yang besar untuk melawan perubahan iklim.

"Negara-negara maju dan berkembang telah menyumbang bagian terbesar terhadap pemanasan aktual dan proyeksi. Oleh karena itu, membantu negara-negara berpenghasilan rendah mengatasi konsekuensinya adalah kewajiban moral, dan kebijakan ekonomi global yang baik membantu mengimbangi kegagalan negara-negara untuk sepenuhnya menginternalisasi biaya emisi gas rumah kaca," kata IMF, sebagaimana dilaporkan Xinhua.
(UU.A026)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017