Jakarta (ANTARA News) - Politisi Partai Golongan Karya (Golkar) Ade Komarudin tidak mempermasalahkan penunjukan Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golangan Karya.

"Kan sampai praperadilan. Saya pikir tidak ada masalah lah, sampai praperadilan tidak ada masalah dan yang paling penting teman-teman kemarin tidak melangkah yang tidak sesuai. Masih bisa ditolerir AD/ART," kata Akom sapaan akrab Ade Komarudin di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Akom mendatangi gedung KPK, Jakarta, Rabu diperiksa sebagai saksi terkait kasus KTP-elektronik.

Sebelumnya, Rapat pleno DPP Partai Golkar memutuskan Idrus Marham sebagai Plt Ketua umum hingga sidang praperadilan Setya Novanto diputuskan.

"Kemarin kan sudah rapat pleno ya, tunggu saja keputusan organisasi. Rapat pleno itu instansi yang cukup tinggi mengambil keputusan, setelah rapim itu rapat pleno. Di atas rapim ya munas kan gitu ya. Jadi, harus diikuti saja mekanisme organisasi dengan baik," tuturnya.

Ia pun mengharapkan rapat pleno DPP Partai Golkar yang telah diselenggarakan itu dapat menyatukan partai agar harmoni dan tetap solid menghadapi Pilkada Serentak 2018 dan Pileg/Pilpres 2019.

"Mudah-mudahan jalan kemarin teman-teman di DPP itu bisa menyatukan partai ini agar harmonis dan solid untuk pemenangan Pileg dan Pilpres memenangkan Pak Jokowi," ujar Akom.

Akom pun menyatakan bahwa penahanan Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus KTP-e juga mempengaruhi elektabilitas partai menghadapi Pilkada Serentak 2018 dan Pileg/Pilpres 2019.

"Pasti harus diakui ada dampak. Karena itu, kami serahkan kepada seluruh tingkat dua dan juga tingkat satu untuk sama-sama mereka menyatukan langkah agar partai ini solid, kompak," tuturnya.

Penunjukan Idrus Marham itu sesuai dengan keinginan Setya Novanto yang sebelumnya mengirimkan surat bermaterai berisi tentang pendelegasian tugasnya kepada Idrus sebagai Plt.

Dalam rapat pleno tersebut disimpulkan bahwa, jika praperadilan Novanto dikabulkan, maka Novanto kembali menjabat ketua umum definitif.

KPK telah menetapkan kembali Setya Novanto menjadi tersangka kasus korupsi KTP-e pada Jumat (10/11).

Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi, menyahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atas perekonomian negara sekurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP-E 2011-2012 Kemendagri.

Setya Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atas nama tersangka.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017