Mataram (ANTARA News) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, berhasil mengungkap peredaran senjata api rakitan dengan menangkap seorang pria dengan inisial AH alias Landa (46), yang diduga sebagai perajinnya asal Penaraga, Bima Kota.

Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB Kombea Pol Kristiaji di Mataram, Jumat, mengungkapkan bahwa dalam dugaannya senpi rakitan produksi AH dibeli oleh warga dan digunakan dalam kerusuhan antarkampung yang kerap terjadi di Bima Kota.

"Kerusuhan atau kekerasan yang terjadi di Bima sering diwarnai aksi saling serang menggunakan senpi rakitan. Senpi ini sangat mudah didapatkan warga dengan memesannya dari yang bersangkutan (AH)," kata Kristiaji.

Karena itu, AH yang awalnya diamankan oleh pihak kepolisian di wilayah hukum Bima Kota, saat ini telah dilimpahkan ke Polda NTB dibawah penanganan Subdit I Ditreskrimum Polda NTB.

AH dilimpahkan ke Polda NTB lengkap dengan barang bukti berupa satu set alat untuk memproduksi senpi rakitan. Begitu juga dengan rumah tempat produksinya telah disegel pihak kepolisian.

AH dalam keterangannya mengaku bahwa keterampilan membuat senpi rakitan dia pelajari dari "youtube". Untuk satu senpi rakitan dia bisa menjualnya dengan harga Rp1,5 juta sampai Rp3 juta.

"Tergantung dari tingkat kerumitan pembuatannya," kata Kanit I Subdit I Bidang Keamanan Negara Ditreskrimum Polda NTB Kompol Dalizon.

Kompil Dalizon dalam keterangannya atas izin Direktur Ditreskrimum Polda NTB, mengungkapkan bahwa peran AH terungkap dari hasil pengembangan dua warga yang lebih dulu diamankan, yakni RU (30) dan AR (34).

RU dan AR asal Desa Samili, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, ditangkap saat pihak kepolisian melaksanakan "sweeping" pada 18 Desember 2017. Keduanya ditangkap karena menguasai senpi rakitan dan sejumlah amunisi.

"Dari keterangan kedua pelaku, identitas AH terungkap dan langsung diamankan," ujarnya.

Lebih lanjut dari pengembangannya, polisi berhasil mengamankan empat senpi rakitan, 26 butir amunisi 5.56 mm, amunisi 7.2 mm, serta satu magazine SS1. Namun berdasarkan pengakuan AH, sudah ada delapan senpi rakitan produksinya yang dibeli oleh warga, karena itu empat lainnya masih dalam proses pencarian lapangan.

"Untuk sisanya masih kita lakukan pencarian lapangan, tapi identitas pemilik sudah kita kantongi. Tapi informasinya mereka yang akan menyerahkannya ke polisi, niat ini masih kita tunggu kalau memang tidak ada ittikad baik, kita akan jemput," ujar Dalizon.

Terkait dengan pengembangan penanganan perkaranya, berkas milik RU dan AR telah dinyatakam lengkap oleh jaksa peneliti dari Kejati NTB. Sedangkan untuk berkas AH dikatakannya masih dalam tahap perampungan materi penyidikan.

"Untuk penyelesaiannya, bulan ini kita targetkan tahap dua (pelimpahan tersangka dan barang bukti), karena kemarin tahap satu (berkas dinyatakan lengkap) sudah kita terima. Sedangkan untuk AH, karena belum lama kita tangani jadi targetnya bulan depan awal 2018, semoga bisa disegerakan," ucapnya.

Dalam berkasnya, ketiga tersangka telah disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 12/1951 tentang Kepemilikan Senpi ilegal. Menurut aturannya, tersangka yang disangkakan dalam aturan Undang-Undang Darurat ini terancam pidana paling berat 20 tahun penjara.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017